Kabar Baik! PUFF, Nucleus Farma dan Prof Nidom Foundation Kembangkan Obat Covid-19
Penularan virus Covid-19 yang pertama kali ditemukan di Kota Wuhan, China, ini sangat cepat dan mematikan.
Penulis: Choirul Arifin
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Makin meluasnya wabah virus corona atau covid-19 di Indonesia di bulan Maret ini membuat kalangan saintis dan perusahaan farmasi berkolaborasi dalam pengembangan obat covid-19.
Hal ini karena penularan virus yang pertama kali ditemukan di Kota Wuhan, China, ini sangat cepat dan mematikan.
Seperti inisiatif positif yang saat ini sedang dijalankan oleh perusahaan bioteknologi PUFF, Nucleus Farma dan Profesor Nidom Foundation. Ketiga pihak ini kini sedang serius mengembangkan obat Covid-19 melalui mekanisme receptor blocker.
PUFF, Nucleus Farma, dan Professor Nidom Foundation (PNF) berhasil menemukan formula BCL yang berfungsi sebagai receptor blocker untuk menghalau virus Covid-19 agar tidak menempel di paru-paru.
Formula ini menggunakan empat kandungan, yakni BCL (Bromhexine Hydrochloride), Guaiphenisin, Vegetable Glycerine (VG), dan Propylene Glycol (PG).
Baca: Bocoran Percakapan Menhan Prabowo dengan Ajudannya, Lockdown Opsi Terbaik!
Sementara, komposisi kandungan tersebut, saat ini hak patennya sudah didaftarkan ke Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan HAM RI.
Baca: Rincian 28 Kereta Jarak Jauh yang Dibatalkan Perjalanannya Mulai 1 April
Kandungan BCL telah lazim digunakan sebagai obat mukolitik untuk mengatasi gangguan pernafasan, terutama yang terkait dengan batuk yang terus menerus.
BCL merupakan reaksi kimiawi dari bromhexine dan hidrogen klorida dalam komposisi yang seimbang.
Baca: Hati-hati, Klorokuin Itu Obat Penyembuhan, Bukan untuk Pencegahan Corona
Seperti diketahui, COVID-19 menyerang sistem pernafasan, yang antara lain gejalanya berupa batuk-batuk.
Yang menarik, formula tersebut tidak dalam bentuk kapsul atau sirup yang harus diminum, melainkan dalam bentuk vaporizer, sehingga penggunaanya melalui metode aerosol (penguapan).
Prof Chaerul Anwar Nidom dari Universitas Airlangga, yang menjadi Ketua Tim Riset Corona dan Formulasi Vaksin Professor Nidom Foundation menjelaskan, cara kerja formula ini dengan membendung reseptor ACE2 (Angiotensin Converting Enzyme di paru-paru.
Selain ada di paru-paru, reseptor ACE2 juga ada di jantung. BCL ini tidak mempengaruhi Myonal Cardivit atau ACE2 yang ada di jantung.
Sehingga, BCL ini jika digunakan untuk menghambat COVID-19 akan lebih efektif dengan cara penguapan.
“Mengapa penguapan lebih efektif, karena ACE2 harus dibendung secepat mungkin oleh reseptor melalui aerosol," jelasnya.