Potensi, Manfaat dan Prospek Eco-Nano-Biotechnology di Masa Depan
Istilah ini merupakan kombinasi dari beberapa ilmu yang diterapkan untuk mengolah bahan-bahan organik dalam ukuran nanopartikel menjadi obat herbal,
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, Jakarta - Istilah Eco-Nano-Biotechnology yang dialihbahasakan menjadi Eko-Nano-Bioteknologi merupakan istilah baru. Dari hasil survey internet, istilah tersebut di dunia maya belum ditemukan.
Istilah ini merupakan kombinasi dari beberapa ilmu yang diterapkan untuk mengolah bahan-bahan organik dalam ukuran nanopartikel menjadi obat herbal, pupuk, pakan ternak dan juga untuk aplikasi mengatasi mengatasi masalah pencemaran lingkungan.
Demikian dikatakan dosen Universitas Negeri Padang (UNP), yang juga peneliti tantang Eco-Nano-Biotechnology, Dr Abdul Razak, MSi dalam perbincangan dengan media melalui daring di Jakarta, Kamis (11/2/2021)
Istilah ini menurutnya adalah pendekatan ekologi medis dan pemanfaatan ilmu dan kearifan lokal Traditional Ecology Knowledge (TEK) untuk mengolah bahan organik dalam bentuk partikel nano yang memanfaatkan bakteri rumen sapi sebagai fermentor (aspek bioteknologi), itulah makna atau pengertian Eko-Nano-Bioteknologi.
Baca juga: Teknologi NanoeTM X Hambat Virus Corona Menggunakan Radikal Hidroksil yang Terkandung dalam Air
Sebagai hal baru, kita dapat mengolah bahan-bahan organik tersebut menjadi produk yang murah, ramah lingkungan, berkualitas tinggi dan efektif daya kerjanya. Inilah keunggulan produk yang diproses melalui “perkawinan” Ilmu Ekologi Medis, TEK, Nanoteknologi dan Bioteknologi.
Lebih lanjut dikemukakan Abdul Razak, potensi untuk membuat produk produk obat herbal, pupuk, pakan ternak dan juga untuk aplikasi mengatasi mengatasi masalah lingkungan di masa depan sangat prospektif. Hal ini harus ditunjang oleh ilmu dasar seperti Biofisika, Biokimia, Biomaterial dan ilmu lainnya yang relevan.
Disamping itu, pembuatan produk tersebut harus didukung alat-alat yang canggih yang secara metodologis dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah serta sudah teruji yang berbasis mikro-elektronika seperti, SEM atau TEM, XRF dan XRD.
"Walaupun alat-alat ini mahal, sesuai pengalaman kami yang menggunakannya di Universitas Negeri Padang (UNP), biaya operasionalnya dapat dipenuhi dan investasinya balik dalam 2 tahun," ujarnya.
Abdul Razak sudah melakukan penelitian yang menerapkan Eko-Nano-Bioteknologi. Selain itu, dia juga membuat produk obat kulit herbal yang difermentasi dengan pendekatan ekologi medis dan TEK.
Setelah itu, produk fermentasi dimasukkan dalam Nanospray yang mampu memecah molekul oksigen. Hasilnya obat kulit yang memanfaatkan teknologi nano menunjukkan daya efektifitas dalam penyembuhan luka.
Obat kulit yang dipakai tanpa dimasukkan ke dalam alat Nanospray luka pada kulit efektif sembuh dalam waktu satu minggu. Setelah dimasukkan ke dalam alat Nanospray, luka pada kulit sembuh dalam waktu 3 hari.
“Penelitian ini sudah dilakukan pada tahun 2017. Hal ini juga dapat bermanfaat untuk obat herbal lainnya yang menerapkan Eko-Nano-Bioteknologi. Sebagai contoh obat kanker dari Sirsak, cairan mineral untuk meningkatkan dayatahan tubuh dan kecerdasan yang berbahan daun pegagan,” papar Abdul Razak.
Abdul Razak menjelaskan peluang lainnya yang cukup besar, karena kita dapat mengembangkan produk pakan dengan bahan organik yang berukuran nano. Efektifitas daya serap pakan tersebut juga lebih efektif dan lebih cepat diserap oleh usus ikan.
Pada alat oksigenasi pada usaha budidaya ikan dan udang juga sudah dikenal nanobubble yang mampu memecah oksigen menjadi berukuran nano yang efektif untuk meningkatkan kualitas air dan kualitas pertumbuhan ikan dan udang pada usaha budidaya masyarakat.
Pada produk obat herbal hasil fermentasi teknologi mikro dan nanobubles juga dapat digunakan agar proses fermentasi lebih berenergi dan mempercepat kerja bakteri dalam proses fermentasi. Prospek produk dengan pendekatan dan pemanfaatan Eko-Nano-Bioteknologi sangat menjanjikan dan bernilai ekonomi tinggi karena mengingkatkan added value atau nilai tambah.
Menanti SK Profesor
Saat ini, Dr Abdul Razak sudah mengembangkan obat kulit fermentasi, obat luka pada ikan Lele, Ikan Nila dan Ikan Cupang.
Obat lain yang berasal dari tanaman epiphyt adalah daun ekor naga sebagai trombolisin yang bermanfaat sebagai obat mengatasi masalah gangguan fungsi sel darah merah yang memicu munculnya diabetes, stroke, hypertensi, hyperkolesterol, arterklorosis dan mencegah serangan jantung.
Disamping sebagai dosen dan peneliti dari UNP Padang, penulis menjadi Anggota PEPSILI, dan SBI (Masyarakat Biodiversity Indonesia) serta Perhimpunan Biologi Indonesia (PBI).
Saat ini dia menjabat sebagai Koordinator Prodi Magister Pendidikan Biologi FMIPA UNP.
Abdul Razak juga sudah mengusulkan kenaikan Jabatan Fungsional sebagai Guru Besar atau Profesor yang telah disetujui oleh Tim PAK Dikti Kemendikbud pada 17 Juli 2020, namun SK sebagai Guru Besar atau Profesor pada bidang Zoologi dan Ekologi Hewan belum diterima.(*)