Omicron Akhirnya Makan Korban, Berikut Peringatan Keras Epidemiolog
Pejabat kesehatan juga tidak menginformasikan detail kondisi seperti apakah pasien sudah divaksinasi Covid-19 atau memiliki penyakit penyerta.
Editor: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM -- Varian baru Covid-19, Omicron akhirnya memakan korban.
Adalah seorang warga di Inggris yang dilaporkan meninggal dunia setelah tertular virus tersebut.
Perdana Menteri Inggris, Boris Johnson mengungkapkan, ini menjadi kasus pertama kematian akibat Omicron di Inggris.
Boris mengungkapkan hal itu, Senin (13/12/2021).
Ia mengungkapkan Kematian tersebut yang pertama akibat varian Omicron yang dikonfirmasi ke publik secara global.
Baca juga: Pemerintah Perketat Pengawasan Karantina Agar Omicron Tidak Masuk RI
"Sayangnya, setidaknya satu pasien kini telah dipastikan meninggal akibat (varian) Omicron," ujar Johnson.
"Jadi, saya rasa anggapan bahwa ini (varian Omicron) merupakan versi virus yang lebih ringan, saya pikir itu adalah sesuatu yang perlu kita singkirkan, dan kita hanya perlu mengetahui kecepatan penyebarannya melalui populasi," lanjutnya.
Dilansir dari Reuters, Senin (13/12/2021) hingga saat ini pemerintah Inggris tidak memberikan rincian tentang kasus kematian pasien yang telah tertular varian virus B.1.1.529 atau Omicron selain orang tersebut berada di rumah sakit.
Baca juga: Studi di Inggris: Vaksin Pfizer, AstraZeneca Kurang Efektif Melawan Covid-19 Varian Omicron
Pejabat kesehatan juga tidak menginformasikan detail kondisi seperti apakah pasien sudah divaksinasi Covid-19 atau memiliki penyakit penyerta.
Tanggapan epidemiolog
Menanggapi ditemukannya kasus kematian pertama akibat varian Omicron di Inggris, Epidemiolog dari Griffith University Dicky Budiman angkat bicara.
"Saat ini kita belum mengetahui status, usia (pasien di Inggris) secara detail tapi setidaknya secara umum sudah menujukkan bahwa kita akan mulai melihat kasus kematian," ungkap Dicky saat dihubungi Kompas.com, Selasa (14/12/2021).
"Kasus perawatan akan lebih banyak, dan ini hal yang lazim karena sudah mendekati satu bulan dari sejak di UK (varian Omicron diidentifikasi), mungkin kurang lebih tiga mingguan, karena kematian adalah indikator akhir," ujarnya.
Baca juga: Cegah Omicron, Luhut dan Menlu Retno Imbau Warga Tak ke Luar Negeri Dulu
Lebih lanjut, dia berkata bahwa munculnya kasus kematian akibat varian Omicron ini mengingatkan kita untuk tidak terlena dengan kalimat-kalimat seperti "gejala lebih ringan" ataupun "gejala yang sedang".
Sebab, menurut dia yang seharusnya menjadi perhatian adalah varian virus baru yang mudah menyebar.
"Di sisi lain, kita harus melihat seberapa banyak populasi rawan di satu wilayah negara. Semakin banyak, maka dampaknya juga akan semakin besar.
Meskipun tidak menyebabkan keparahan dan kematian yang lebih tinggi tapi kalau lebih cepat menular, sekali lagi akan menimbulkan banyak kematian dan banyak pasien yang dirawat di rumah sakit," tegasnya.
Baca juga: Dokter Afrika Selatan Melihat Covid-19 Varian Omicron Memiliki Gejala Lebih Ringan daripada Delta
Kemudian, Dicky menyebutkan bahwa meski mayoritas kasus ringan karena pasien berusia muda maupun telah mendapatkan vaksinasi, potensi kerawanan parah dapat terjadi pada lansia dan pasien dengan penyakit penyerta yang belum divaksinasi lengkap atau mendapatkan vaksin booster.
"Kita akan bisa melihat ke depan proyeksinya akan lebih banyak kematian karena dengan kecepatan (varian virus) yang menular ini dan ditambah populasi usia tua di negara maju seperti Inggris yang tinggi," imbuh Dicky.
Menurut dia, adanya penurunan proteksi imunitas dari vaksin Covid-19 setelah sekitar lima bulan untuk lansia menjadikan vaksin dosis ketiga sangat penting bagi negara-negara dengan populasi lansia yang tinggi.
Penyebaran varian Omicron di Inggris
Sejak kasus varian Omicron pertama diidentifikasi pada 27 November lalu di Inggris, PM Johnson telah memberlakukan pengetatan atau pembatasan di negaranya.
Selain itu, dia telah memperingatkan bahwa varian Omicron dapat menurunkan kekebalan dari vaksinasi lengkap.
Sejauh ini, kematian yang disebabkan varian Omicron mungkin telah terjadi di negara lain, akan tetapi belum ada laporan yang mengungkapkannya secara luas seperti Inggris.
Terkait hal itu, Kementerian Kesehatan Afrika Selatan mengatakan pihaknya tidak dapat mengungkapkan secara pasti apakah ada kematian akibat varian Omicron karena kasus kematian di sana tidak dikategorikan berdasarkan varian virus.
Di sisi lain, Sekretaris Kesehatan Inggris, Sajid Javid menyatakan varian Omicron telah berkontribusi sebanyak 44 persen dari infeksi virus corona di London.
Lebih lanjut, dia berkata bahwa varian virus baru ini diprediksi akan menjadi jenis virus yang mendominasi dalam waktu 48 jam.
"Infeksi (varian) Omicron diperkirakan mencapai 200.000 (kasus) per hari," papar Javid.
Sementara itu, sebelum adanya laporan kasus kematian pertama akibat varian Omicron, Inggris menyebutkan 10 orang telah dirawat di rumah sakit dengan varian ini.
Usia mereka berkisar antara 18 hingga 85 tahun, dan sebagian besar telah menerima vaksin dosis kedua.
Javid menegaskan, meski hanya 10 orang yang dirawat di rumah sakit karena varian Omicron, jika pemerintah tidak bertindak maka penyebaran virus yang cepat dapat membuat layanan kesehatan kewalahan.
Di samping itu, Badan Keamanan Kesehatan Inggris menjelaskan bahwa varian Omicron yang pertama kali terdeteksi di Afrika Selatan, Botswana, dan Hong Kong pada akhir November lalu dapat menurunkan kekebalan orang yang telah mendapatkan dua suntikan vaksin AstraZeneca maupun vaksin Pfizer-BioNTech. (Zintan Prihatini)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Kematian Pertama Akibat Omicron, Epidemiolog: Kasus Serupa Akan Terjadi"