Ilmuwan: Letusan Gunung Berapi Bawah Laut Tonga Berpotensi Dinginkan Belahan Bumi Selatan
Para ahli mengatakan letusan gunung berapi Hunga-Tonga Hunga-Ha'apai yang terjadi pada Sabtu lalu merupakan salah satu yang paling ganas di kawasan Pa
Penulis: Fitri Wulandari
Editor: Anita K Wardhani
Laporan Wartawan Tribunnews, Fitri Wulandari
TRIBUNNEWS.COM, NUKU'ALOFA - Para ahli mengatakan letusan gunung berapi Hunga-Tonga Hunga-Ha'apai yang terjadi pada Sabtu lalu merupakan salah satu yang paling ganas di kawasan Pasifik dalam beberapa dekade.
Ledakan itu begitu keras sehingga bisa terdengar hingga ratusan kilometer (km).
Ini juga memicu peringatan tsunami di negara-negara dengan garis pantai Samudra Pasifik.
Baca juga: Mengenal Kembali Ring of Fire, Letusan Gunung Api Bawah Laut di Tonga Terletak di Cincin Api Pasifik
Baca juga: FOTO-FOTO Tonga setelah Erupsi & Tsunami, Pulau-pulau Diselumuti Abu, 2 Orang Dikonfirmasi Tewas
Para ilmuwan iklim pun memprediksi letusan bawah laut dari gunung berapi Hunga-Tonga Hunga-Ha'apai ini dapat menurunkan suhu rata-rata sebesar 0,5 derajat Celcius di belahan bumi Selatan.
Dikutip dari laman Sputnik News, Rabu (19/1/2022), Profesor Jim Salinger, yang ikut menulis studi tentang enam letusan signifikan selama abad terakhir, mengatakan letusan Hunga-Tonga telah memompa 0,4 teragram belerang dioksida atau Sulfur Dioxide (SO2) ke stratosfer yakni lapisan kedua atmosfer, yang berkisar antara 10 km sampai 50 km dari permukaan bumi.
Belerang Dioksida ini akan mengalihkan sebagian radiasi matahari, menurunkan suhu permukaan bumi.
"Apa yang mungkin akan kita lihat dalam dua bulan ke depan adalah matahari terbenam yang agak menakjubkan, karena kabut asam sulfat perlahan turun dari stratosfer. Namun saya juga memperkirakan pendinginan di wilayah kita mencapai beberapa per 10 derajat, maksimum," kata Salinger, pada Senin lalu.
Seorang ilmuwan iklim di Breakthrough Institute, Zeke Hausfather menyampaikan bahwa pengukuran SO2 pasca-erupsi menunjukkan bahwa itu mungkin tidak cukup untuk mempengaruhi suhu global secara signifikan.
"Sehingga, lebih banyak pengukuran akan dilakukan, dan lebih banyak letusan mungkin akan terjadi," jelas Hausfather.
Citra satelit menunjukkan bahwa gumpalan Belerang Dioksida telah mencapai Australia pada Senin lalu, meliputi Queensland dan mencapai perbatasan Northern Territory.
Sebagian besar penelitian menunjukkan bahwa dampak letusan pada iklim kemungkinan akan terlihat dalam beberapa bulan ke depan.
Hal itu karena partikel-partikel kecil ini membutuhkan waktu untuk menyebar ke belahan bumi Selatan.
Sementara itu, pemerintah Fiji mengatakan bahwa konsentrasi Belerang Dioksida di atmosfer meningkat dalam semalam, mengakibatkan curah hujan asam di wilayah tersebut.
Kepala Sekolah Geografi, Lingkungan, dan Ilmu Bumi di Victoria University of Wellington, James Renwick mengamati bahwa letusan Tonga akan memiliki dampak yang signifikan secara lokal 'Namun tidak akan mempengaruhi iklim global'.
"Tentu, itu memotong sedikit sinar matahari yang mencapai bagian tertentu dari daerah tropis, dan apa yang ada di awan aerosol akan menyebar di stratosfer. Tetapi itu tidak akan menyebabkan suhu yang lebih dingin secara signifikan," kata Renwick.
Para peneliti sepakat bahwa letusan Tonga tidak sebesar dengan apa yang terjadi pada Gunung Pinatubo di Filipina, yang menyuntikkan 20 juta ton SO2 ke stratosfer pada Juni 1991 silam.
Para ilmuwan menemukan bahwa suhu rata-rata bumi turun 0,3 derajat Celcius.
Beberapa ahli menganalisis data satelit dan mengamati bahwa total emisi SO2 dari Tonga kira-kira mencapai 2 persen dari Pinatubo.