Beredar Kabar, Menghapus Email Dapat Selamatkan Bumi, Simak Penjelasan Pakar Unair
Viral di media sosial beberapa waktu lalu tentang kebiasaan menghapus email dapat mengurangi pemanasan global.
Penulis: Rina Ayu Panca Rini
Editor: Choirul Arifin
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Rina Ayu
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Viral di media sosial beberapa waktu lalu tentang kebiasaan menghapus email dapat mengurangi pemanasan global.
Pakar sains data Universitas Airlangga (UNAIR) Muhammad Noor Fakhruzzaman SKom MSc menilai isu itu tidak benar.
Ia mengungkapkan, selama terdapat aktivitas pengiriman dan penerimaan email, penggunaan energi listrik oleh server layanan email tidak akan berkurang signifikan hanya dengan menghapus email yang tak berguna.
Kenyataannya, server yang digunakan oleh penyedia layanan email akan terus berjalan selama ada aktivitas email.
Baca juga: Lab Sains Top Taiwan Didenda karena Pekerjanya Terinfeksi Covid-19
“Walaupun kita hapus semua email kita, server akan terus berjalan dan mengonsumsi energi listrik yang mengeluarkan emisi karbon selama ada aktivitas surat menyurat para pengguna email,” ujarnya dikutip dari lama unair.ac.id, Rabu (20/4/2022).
Aktivitas Virtual Sumbang Emisi Karbon
Menurut data dari Dewan Teknologi, Informasi, dan Komunikasi Nasional (Wantiknas) pandemi meningkatkan aktivitas digital masyarakat secara signifikan.
Traffic penggunaan media sosial WhatsApp dan Instagram meningkat 40 persen, belum lagi virtual meeting akibat work from home dan pembelajaran daring.
Baca juga: Lima Perusahaan Gulirkan Frontier untuk Percepat Pengembangan Teknologi Penghapus Karbon
Ruzza menyebut, daripada penggunaan email, aktivitas sosial media dan virtual meeting jauh lebih memakan banyak energi.
kebutuhan energi dari sosial media jauh lebih besar karena harus mentransmisikan data berupa gambar dan video.
Selain itu, kebanyakan server yang digunakan oleh platform sosmed dan virtual meeting berada di luar negeri.
Baca juga: Uni Eropa Ancang-ancang Naikan Tarif Pajak Karbon, Cegah Lonjakan Emisi CO2
Ia mengungkapkan, semakin jauh jarak antara server dan pengguna juga berpengaruh terhadap semakin banyaknya daya yang dikonsumsi.
“Pada dasarnya, internet adalah jaringan komputer yang saling terhubung, yang mana semakin jauh jarak pengguna juga akan membutuhkan lebih banyak sumber daya untuk sampai pada server yang dituju,” ungkap Dosen Teknologi Sains Data Fakultas Teknologi Maju dan Multidisiplin (FTMM) tersebut.
Dorong Penggunaan Renewable Energy
Ruzza mengungkapkan, aktivitas digital tidak langsung berdampak pada emisi karbon. Melainkan bergantung pada sumber energi yang digunakan. Di beberapa perusahaan besar sudah memakai sumber energi yang terbarukan, khususnya di Eropa, sehingga lebih ramah daripada penggunaan bahan bakar fosil.
“Karena pembangkit listrik tenaga surya, air, angin, panas bumi, dan nuklir mengeluarkan emisi karbon yang jauh lebih kecil daripada tenaga fosil. Saya harap pemerintah sudah mulai mempertimbangkan penggunaan energi baru dan terbarukan tersebut,” ucapnya.
Ruzza mengungkapkan, sebagai digital native yang bisa kita lakukan adalah meminimalisir penggunaan barang elektronik secara berlebihan. Jika memungkinkan, masyarakat menggunakan perangkat yang sudah berstandar energy star.
“Karena perangkat-perangkat tersebut sudah lolos uji efisiensi energi sehingga bisa menghemat penggunaan listrik,” ujarnya.