Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Benarkah Tak Boleh Keluar Rumah pada 21 Desember karena Ada Fenomena Solstis? Ini Faktanya

Inilah penjelasan mengenai fenomena solstis dan dampaknya. Benarkah karena fenomena solstis membuat kita tak boleh keluar rumah pada 21 Desember 2022?

Penulis: Sri Juliati
Editor: Salma Fenty
zoom-in Benarkah Tak Boleh Keluar Rumah pada 21 Desember karena Ada Fenomena Solstis? Ini Faktanya
Pexels.com
Ilustrasi matahari. Inilah penjelasan mengenai fenomena solstis dan dampaknya. Benarkah karena fenomena solstis membuat kita tak boleh keluar rumah pada 21 Desember 2022? 

TRIBUNNEWS.COM - Media sosial dihebohkan dengan unggahan berupa anjuran untuk tidak keluar rumah pada Rabu, 21 Desember 2022.

Alasannya pada 21 Desember 2022 akan ada fenomena solstis yang terjadi.

Lantas, benarkah informasi yang menyebut pada 21 Desember 2022 ada fenomena solstis?

Dan benarkah adanya fenomena solstis membuat kita tak boleh keluar rumah pada 21 Desember 2022?

Peneliti di Pusat Riset Antariksa Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Andi Pangerang mengatakan, fenomena solstis hanyalah fenomena astronomis biasa.

Fenomena solstis atau yang kerap disebut titik balik matahari adalah peristiwa yang terjadi ketika matahari tampak mencapai ekskursi paling utara atau selatan relatif terhadap ekuator langit pada bola langit.

Baca juga: Dampak Fenomena Solstis 21 Desember: Berikut Daftar Durasi Siang di Berbagai Wilayah Dunia

"Secara khusus fenomena solstis dapat didefinisikan sebagai peristiwa ketika matahari berada di paling utara maupun selatan ketika mengalami gerak semu tahunannya."

BERITA REKOMENDASI

"Relatif terhadap ekuator langit atau perpanjangan/proyeksi khatulistiwa bumi pada bola langit," demikian keterangan Andi Pangerang.

Fenomena solstis terjadi sebanyak dua kali dalam setahun, yaitu bulan Juni dan Desember.

Penyebab Fenomena Solstis

Solstis Desember
Solstis Desember (LAPAN)

Dikutip dari akun Instagram Organisasi Riset Penerbangan dan Antariksa (OR PA/LAPAN), fenomena solstis disebabkan oleh sumbu rotasi bumi yang miring 23,44 derajat terhadap bidang tegak lurus ekliptika (sumbu kutub utara-selatan ekliptika).

Saat bumi berotasi sekaligus mengorbit matahari, terkadang Kutub Utara dan belahan bumi utara condong ke matahari.


Sebaliknya, Kutub Selatan dan belahan bumi selatan justru menjauhi matahari.

Hal ini terjadi pada Juni sehingga kerap disebut fenomena solstis Juni.

Sementara itu, saat Kutub Selatan dan belahan bumi selatan condong ke matahari dan Kutub Utara dan belahan bumi utara menjauhi matahari terjadi pada Desember.

Sehingga disebut sebagai solstis Desember.

Baca juga: Dampak Solstis 21 Desember pada Durasi Siang di Indonesia, Ini Rinciannya

Dampak Solstis

Secara umum, fenomena solstis berdampak pada gerak semu harian matahari ketika terbit, berkulminasi dan terbenam.

Juga intensitas radiasi matahari yang diterima permukaan Bumi.

Dampak lainnya pada panjang siang dan panjang malam serta pergantian musim.

"Dampak solstis yang dirasakan manusia tentu tidak seekstrem yang dinarasikan seperti pada imbauan tersebut," lanjut Andi Pangerang.

Ia menegaskan fenomena solstis tidak ada hubungannya dengan peristiwa bencana alam.

Misalnya letusan gunung berapi, gempa bumi, tsunami, atau banjir rob bila itu terjadi pada waktu terjadinya fenomena solstis.

"Sebab fenomena solstis merupakan fenomena murni astronomis yang dapat memengaruhi iklim dan musim di Bumi."

"Sementara fenomena-fenomena tersebut disebabkan oleh masing-masing dari aktivitas vulkanologis, seismik, oseanik, dan hidrometeorologi," tegasnya.

Dikutip dari Kompas.com, saat fenomena solstis terjadi, menurut Andi, tidak ada larangan bagi masyarakat untuk keluar rumah.

Sebab, solstis tidak berkaitan dengan aktivitas berbahaya apa pun.

Waktu Terjadinya Fenomena Solstis

Pada 2022, fenomena solstis terjadi sebanyak dua kali yaitu pada Juni dan Desember 2022.

Solstis Juni terjadi pada 21 Juni 2022 pada pukul 16.13.19 WIB/17.13.19 WITA/18.13.19 WIT.

Sementara Solstis Desember terjadi pada Kamis, 22 Desember 2022 pukul 04.49.14 WIB/05.49.14 WITA/06.49.14 WIT.

Dengan demikian, informasi yang menyatakan fenomena solstis terjadi pada 21 Desember 2022 adalah informasi salah.

Sebab, fenomena solstis baru terjadi sehari setelahnya bahkan terjadi pada Subuh atau pagi hari.

Fenomena solstis juga akan kembali terjadi pada 2023.

Solstis Juni terjadi pada 21 Juni 2023 pada pukul 21.57.29 WIB/22.57.29 WITA/23.57.29 WIT.

Sementara Solstis Desember terjadi pada 22 Desember 2023 pukul 10.27.23 WIB/11.27.23 WITA/12.27.23 WIT.

Informasi selengkapnya mengenai fenomena solstis dapat disimak di sini.

Fenomena Astronomis di Bulan Desember 2022

Dikutip dari laman LAPAN, ada dua fenomena astronomis pada Desember 2022 yang bisa diamati dari Indonesia.

Fenomena langit tersebut yaitu oposisi Mars dan hujan meteor Geminid.

Oposisi Mars (8 Desember 2022)

Dilansir LAPAN, fenomena Oposisi Mars adalah konfigurasi saat Matahari-Bumi-Mars berada pada satu garis lurus.

Mars berada di sisi yang berlawanan dengan matahari, sehingga disebut sebagai ‘oposisi’.

Peneliti Pusat Riset Antariksa BRIN, Andi Pangerang menjelaskan, dengan konfigurasi seperti ini, Mars akan berjarak lebih dekat dengan Bumi.

"Sehingga, Mars akan terlihat lebih terang dibandingkan dengan malam-malam lainnya, meskipun tidak akan sebesar dan seterang Bulan Purnama," ungkap Andi Pangerang,

Ilustrasi fenomena astronomis Oposisi Mars.
Ilustrasi fenomena astronomis Oposisi Mars. (LAPAN)

Baca juga: NASA Berhasil Luncurkan Roket Artemis, Selangkah Lebih Dekat dengan Misi ke Bulan

Hal ini dikarenakan seluruh permukaan Mars yang menghadap bumi terkena cahaya matahari.

Fenomena ini terjadi setiap rata-rata 25,6 bulan (2,13 tahun) sekali.

"Oposisi Mars terakhir terjadi pada 27 Juli 2018 dan 23 Agustus 2020," ujarnya.

Adapun fenomena Oposisi Mars 2022 akan terjadi pada 8 Desember pukul 12.35 WIB/13.35 WITA/14.35 WIT.

Mars akan dapat disaksikan di Indonesia dari arah Timur Laut sekitar waktu Matahari terbenam.

Kemudian, Mars berkulminasi di arah Utara dengan ketinggian antara 54,3 derajat di Rote Ndao hingga 70,9 derajat di Kota Sabang.

"Kenampakan Mars berakhir keesokan paginya di arah Barat Laut sekitar Matahari terbit."

"Saat oposisi kali ini, jarak Mars dari Bumi sebesar 82,2 juta kilometer, dengan kecerlangannya sebesar -1,87 atau 1,5 kali lebih terang dibandingkan dengan (bintang) Sirius," urai Andi.

Baca juga: Lubang di Planet Mars Menyerupai Pintu, Benarkah Buatan Aliens?

Oposisi Mars kali ini juga bertepatan dengan fenomena Bulan Purnama Desember yang puncaknya terjadi pada 8 Desember pukul 11.08 WIB/12.08 WITA/13.08 WIT.

Fenomena ini dapat disaksikan tanpa menggunakan alat bantu optik selama cuaca cerah, medan pandang bebas dari penghalang dan lokasi pengamatan bebas dari polusi cahaya.

Oposisi Mars akan terjadi kembali pada 16 Januari 2025 dan 19 Februari 2027.

"Secara umum, tidak akan ada dampak yang dialami oleh penduduk di Bumi saat fenomena ini terjadi," ungkap Andi.

Hujan Meteor Geminid (14-15 Desember 2022)

Suasana malam saat sejumlah penghobi astronomi menunggu hujan meteor geminids di Joel Bongalow Restoran, Kuala Cut, Lampuuk, Banda Aceh, Kamis (14/12/2017) pukul 03.00 dini hari.
Suasana malam saat sejumlah penghobi astronomi menunggu hujan meteor geminids di Joel Bongalow Restoran, Kuala Cut, Lampuuk, Banda Aceh, Kamis (14/12/2017) pukul 03.00 dini hari. (SERAMBI INDONESIA/M ANSHAR)

Sementara itu selain fenomena Oposisi Mars, di penghujung tahun 2022 akan ada fenomena hujan meteor Geminid.

Dilansir LAPAN, puncak hujan meteor Geminid diperkirakan terjadi pada 14-15 Desember 2022.

Hujan meteor Geminid berasal dari sisa debu asteroid 3200 Phaethon.

Hujan meteor Geminid dapat disaksikan di arah Timur Laut pada pukul 20.30 WIB hingga Barat Laut 25 menit sebelum Matahari terbit.

Turun dengan intensitas 120 meteor/jam, intensitas ini berbeda-beda di daerah Sabang dan Pulau Rote.

Bergantung variasi ketinggian maksimum titik radian, intensitas puncak hujan meteor Geminid terbagi menjadi:

Sabang (63 derajat): 107 meteor/jam

Pulau Rote (46 derajat): 86 meteor/jam

Meski ada cahaya Bulan, puncak hujan meteor Geminid dapat disaksikan dengan mata telanjang, asalkan langit cerah, bebas polusi cahaya, dan medan pandang bebas penghalang.

(Tribunnews.com/Sri Juliati/Gilang Putranto) (Kompas.com)

Sumber: TribunSolo.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas