Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Dikembangkan eks Orang Terkaya Dunia, Hati-hati Sebar Nyamuk Wolbachia

Belum lagi dari faktor virus, berpotensi membentuk mutasi baru yang justru bisa merugikan manusia.

Penulis: Aisyah Nursyamsi
Editor: Hendra Gunawan
zoom-in Dikembangkan eks Orang Terkaya Dunia, Hati-hati Sebar Nyamuk Wolbachia
Facebook
Melinda Gates melihat cara kerja bakteri Wolbachia lewat mikroskop 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ahli kesehatan Masyarakat sekaligus Epidemiolog Dicky Budiman mengingatkan pemerintah perlu berhati-hati menerapkan penyebaran nyamuk Wolbachia di lima kota di Indonesia.

"Sekali lagi hati-hati dalam memilih pendekatan yang melakukan intervensi pada alam dan itu sangat berbahaya," ungkap Dicky, Senin(20/11).

Kehati-hatian ini, kata Dicky diperlukan karena data berbasis sains terkait strategi ini belum terlalu kuat.

Nyamuk ini sedang dikembangkan oleh mantan orang terkaya dunia, Bill Gates dengan tujuan ungtuk mengurangi wabah aedes aegipty atau nyamuk penyebar demamberdarah.

Masih ada beberapa potensi melemahnya efektifitas akibat berbagai faktor.

Sebagai contoh, suhu bumi yang semakin panas bisa pengaruhi efektifitas penyebaran nyamuk Wolbachia.

"Bahwa pada suhu semakin panas, dampak dari wolbachia dalam media blocking patogen (DBD) ini menurun," kata Dicky.

Berita Rekomendasi

"Karena pada suhu panas, masa inkubasi nyamuk mengigit seseorang terinfeksi itu menjadi pendek. Ini akhirnya tidak terkejar efektifitasnya," lanjut Dicky.

Kedua, suhu yang semakin panas ini mengurangi perkembangan Wolbachia. Padahal, jumlah nyamuk wolbachia yang cukup banyak dibutuhkan untuk bisa efektif menahan replikasi virus.

Belum lagi dari faktor virus, berpotensi membentuk mutasi baru yang justru bisa merugikan manusia.

"Ketika kita mengintervensi alam, dalam konteks makhluk hidup, virus, nyamuk maka itu sendiri akan terus berevolusi karena ada yang menghambat dia. Ini berpotensi bisa jadi merugikan manusia," jelas Dicky.

Namun, Dicky sekali lagi menekankan tidak menentang betul keputusan pemerintah. Hanya saja, ia mewanti-wanti untuk lebih berhati-hati.

"Tidak mengecilkan riset, potensinya ada, tapi masih jauh unutk program yang luas. Saya cenderung jangan banyak-banyak dulu. Kita harus betul-betul pastikan mekanisme montoring yang bisa dilakukan," ujar Dicky.

Selain itu, inovasi ini juga perlu melibatkan multifaktor untuk mendukung efektifitasnya.

"Itu sebabnya paling aman dalam pendekatan publik health, 3M plus itu tetap jadi strategi utama untuk dijalankan," pungkasnya.

Diketahui lima kota di Indonesia akan disebar nyamuk Wolbachia. Lima kota tersebut diantaranya Jakarta Barat, Bandung, Semarang, Bontang dan Kupang.

Staf Teknis Komunikasi Transformasi Kesehatan Kementerian Kesehatan, Ngabila Salama mengatakan hal itu sesuai dengan Surat Keputusan Menteri kesehatan RI Nomor 1341 tentang Penyelenggaraan Pilot project Implementasi Wolbachia sebagai inovasi penanggulangan demam berdarah dengue (DBD).

"Lima kota penerapan inovasi Wolbachia sesudah Yogyakarta sesuai SK Kemenkes RI: Jakarta Barat, Bandung, Semarang, Bontang, Kupang," kata Ngabila dalam keterangannya.

Ngabila menegaskan bahwa manusia tidak dijadikan kelinci percobaan pada program tersebut. Bahkan, tidak dilakukan rekayasa genetik pada nyamuk.

"Karena Wolbachia bakteri alamiah pada serangga, dan tentunya ramah lingkungan karena tidak mengganggu ekosistem atau siklus hidup mikroorganisme lain," ujarnya.

Pemanfaatan teknologi bakteri Wolbachia juga telah dilaksanakan di sembilan negara lain dan hasilnya terbukti efektif untuk pencegahan dengue.

Adapun negara yang dimaksud adalah Brasil, Australia, Vietnam, Fiji, Vanuatu, Mexico, Kiribati, New Caledonia, dan Sri Lanka.

Teknologi Wolbachia melengkapi strategi pengendalian yang berkasnya sudah masuk ke Stranas (Strategi Nasional).

Efektivitas wolbachia sendiri telah diteliti sejak 2011 yang dilakukan oleh WMP di Yogyakarta dengan dukungan filantropi yayasan Tahija.

Penelitian dilakukan melaui fase persiapan dan pelepasan aedes aegypti berwolbachia dalam skala terbatas (2011-2015).

Wolbachia ini dapat melumpuhkan virus dengue dalam tubuh nyamuk aedes aegypti, sehingga virus dengue tidak akan menular ke dalam tubuh manusia.

Jika aedes aegypti jantan berwolbachia kawin dengan aedes aegypti betina maka virus dengue pada nyamuk betina akan terblokir.

Selain itu, jika yang berwolbachia itu nyamuk betina kawin dengan nyamuk jantan yang tidak berwolbachia maka seluruh telurnya akan mengandung wolbachia.

Sebelumnya uji coba penyebaran nyamuk ber-Wolbachia telah dilakukan di Kota Yogyakarta dan Kabupaten Bantul pada tahun 2022.

Hasilnya, di lokasi yang telah disebar Wolbachia terbukti mampu menekan kasus demam berdarah hingga 77 persen, dan menurunkan proporsi dirawat di rumah sakit sebesar 86 persen.

Kepala Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta, Emma Rahmi Aryani juga menegaskan adanya penurunan penyebaran dengue yang signifikan setelah adanya penerapan Wolbachia.

“Jumlah kasus di Kota Yogyakarta pada bulan Januari hingga Mei 2023 dibanding pola maksimum dan minimum di 7 tahun sebelumnya (2015 – 2022) berada di bawah garis minimum,” terang Emma.

Meski begitu, keberadaan inovasi teknologi Wolbachia tidak serta merta menghilangkan metode pencegahan dan pengendalian dengue yang telah ada di Indonesia.

Masyarakat tetap diminta untuk melakukan gerakan 3M Plus seperti menguras, menutup dan mendaur-ulang. Serta tetap menjaga kebersihan diri dan lingkungan.

Efek Samping

Terkait hal tersebut, Direktur Pusat Kedokteran Tropis Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan (FKKMK) Universitas Gadjah Mada, dr. Riris Andono Ahmad MPH, Ph.D mengatakan bakteri Wolbachia layaknya seperti vaksin yang diberikan kepada nyamuk.

"Seperti vaksin tapi vaksin pada tubuh nyamuk. Nyamuk jadi tidak mampu menularkan virus dengue, ketika tidak bereplikasi lagi di tubuh nyamuk," ujarnya.

Tidak ada dampak atau efek lain yang muncul setelah nyamuk menggigit manusia. Dampak lain yang dirasakan hanyalah nyamuk aedes aegypti tidak lagi menularkan virus dengue.

"Ketika efek gigitan pada nyamuk anak dan dewasa tidak ada bedanya. Nyamuk tidak mampu menularkan. Itu berlaku anak dan dewasa," jelasnya.

Selain itu, tidak ada yang berubah dari nyamuk meski ada bakteri Wolbachia di dalamnya.

"Yang terjadi semacam mekanisme blocking. Sehingga pada akhirnya dampak dari gigitan nyamuk sama saja.

Kecuali tidak mampu menularkan virusnya (dangue). Yang beda tidak menularkan lagi virus tersebut," ujarnya.

Dr Riris juga mengatakan nyamuk Wolbachia punya resistensi atau kekebalan terhadap insektisida yang sama dengan nyamuk lokal.

Oleh karena itu, sebelum nyamuk dilepaskan, penting untuk melihat karakteristik nyamuk lokal.

Apakah di sana ada resistensi insektisida tertentu. Jika iya, maka nyamuk Wolbachia akan disamakan karaktesitiknya.

Khawatirnya, jika dilepaskan tanpa punya kemampuan resisten yang sama dengan nyamuk lokal, nyamuk Wolbachia tidak dapat bertahan.

"Kalau karakteristik sama sehingga bisa bertahan dan punya kesempatan mengawini nyamuk lokal," tutupnya.

Peneliti dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Profesor Adi Utarini menjelaskan bakteri Wolbachia di tubuh nyamuk tidak bisa berpindah ke serangga lain, ke hewan bahkan manusia.

Hal ini pun telah terbukti, lewat penelitian yang telah dilakukan pada empat dusun di Yogyakarta hampir selama 10 tahun.

"Hampir 10 tahun di wilayah dilepas nyamuk dengan Wolbachia, tidak masuk ke manusia," kata Utarini. (Tribun Network/ais/wly)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas