Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Lifestyle

Sinopsis Film Tragedi Bintaro, Kisahkan Kecelakaan Kereta Api Paling Tragis Sepanjang Sejarah

Hari ini, 31 tahun silam, tepatnya tanggal 19 Oktober 1987 terjadi tragedi paling mengerikan dalam sejarah perkeretapian Indonesia.

Penulis: Fathul Amanah
Editor: Sri Juliati
zoom-in Sinopsis Film Tragedi Bintaro, Kisahkan Kecelakaan Kereta Api Paling Tragis Sepanjang Sejarah
TribunStyle.com
Sinopsis Film Tragedi Bintaro 

TRIBUNNEWS.COM - Hari ini, 31 tahun silam, tepatnya tanggal 19 Oktober 1987 terjadi tragedi paling mengerikan dalam sejarah perkeretapian Indonesia.

Kala itu terjadi tabrakan antara Kereta Api (KA) Merak dengan Kereta Api (KA) 220 Rangkas di daerah Pondok Betung, Bintaro, Jakarta Selatan.

Kedua kereta tersebut bertabrakan dengan posisi saling berhadapan satu sama lain.

Akibatnya, kedua kereta itu pun ringsek lantaran benturan keras yang terjadi.

Baca: 31 Tahun Tragedi Kereta Api Bintaro: Kelalaian Petugas, Kesaksian Masinis, dan Film

Dilansir Tribunnews.com dari Harian Kompas, lebih dari 156 nyawa melayang dan ratusan penumpang mengalami luka-luka akibat kecelakaan maut ini.

Saking tragisnya, kecelakaan ini tercatat sebagai tragedi terburuk dalam sejarah perkeretaapian Indonesia.

Kondisi gerbong kereta api
Kondisi gerbong kereta api (kompas.com)

Tragedi maut yang terjadi pada 1987 itu rupanya diabadikan dalam sebuah film berjudul Tragedi Bintaro yang rilis pada 1989.

Berita Rekomendasi

Film bergenre drama tragedi ini disutradarai oleh Buce Malawau dan dibintangi oleh Roldiah Matulessy, Ferry Octora, serta Lia Chaidir.

Film Tragedi Bintaro
Film Tragedi Bintaro (wordpress.com)

Film ini mengangkat kisah nyata satu korban selamat dalam Tragedi Bintaro, yaitu Juned.

Penasaran bagaimana jalan cerita film yang merekam tragisnya Tragedi Bintaro?

Berikut sinopisnya yang dilansir Tribunnews.com dari laman wikipedia.

Diceritakan seorang tokoh bernama Juned (Fery Octora) tinggal bersama neneknya, Minah (Roldiah Matulessy) dan keempat saudaranya di perkampungan padat Jakarta.

Kedua orang tua Juned sudah pisah rumah sehingga ia harus ikut neneknya.

Nenek Minah mengasuh lima orang cucunya sekaligus termasuk Juned.

Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, Nenek Minah menjadi tukang pijat hingga tukang cuci pakaian.

Sementara Ibu Juned (Lia Chaidir) bekerja di konveksi.

Sesekali ia datang ke rumah nenek untuk menengok anaknya.

Sementara Ayah Juned Efendi (Asrul Zulmy) bekerja di bengkel.

Baca: 7 Fakta Tragedi Bintaro, 31 Tahun Lalu: Petugas Sempat Kejar Kereta, tapi Malah Disoraki Penumpang

Film ini diawali dengan adegan Juned bersama temannya menyusuri rel kereta api sambil membicarakan isu Koran Sinar Harapan yang akan dibredel.

Sementara itu, di sekolah, Mulyadi tidak boleh masuk kelas karena menunggak uang sekolah selama 4 bulan.

Melihat itu Juned menyuruh Mulyadi untuk meminta uang pada bapaknya.

Namun sang bapak menolaknya dengan alasan tak punya uang.

Juned yang cerdas akhirnya menemui sang bapak di bengkel untuk meminta uang, tetapi tidak diberi dengan alasan belum gajian.

Juned lalu ngambek dan lari meninggalkan bapaknya.

Bapaknya mengejar dan akhirnya memberinya uang, yang ternyata uang itu adalah uang untuk membayar sekolah kakaknya, Mulyadi.

Merasa hidupnya makin susah di Jakarta, Nenek Minah mengajak cucu-cucunya untuk pindah ke desa.

Nenek Minah berencana membawa cucu-cucunya berangkat dahulu, sedangkan Ibu Juned diminta menyusul kemudian.

Sementara itu, di perempatan tempat Juned menjual koran, temannya memberi tahu kalau bapaknya sedang makan di restoran bersama seorang perempuan.

Baca: Hari Ini Tepat 31 Tahun Tragedi Bintaro, Sejarah Kelam Perkeretapian Indonesia

Begitu sampai di rumah nenek Minah, Juned langsung memberi tahu sang nenek kalau ia baru saja bertemu bapaknya dengan seorang wanita tanpa mengetahui kalau ibunya berada di dalam sedang sakit.

Mengetahui ibunya sakit, Juned membuka celengan dan menyuruh neneknya membawa ibunya berobat.

Malamnya Juned pergi ke kontrakan sang bapak untuk memberitahu kalau ia dan neneknya akan pindah ke desa.

Juned juga meminta uang ganti pada bapaknya karena uangnya dipakai untuk berobat sang ibu.

Sekali waktu, Efendi mengajak anak-anaknya untuk berlibur ke Dunia Fantasi dan bermain-main, tetapi tanpa kehadiran Juned.

Begitu pulang dari jalan-jalan, Efendi membagi-bagikan hadiah pada anak-anaknya, juga uang untuk nenek.

Hadiah Efendi untuk Juned tidak jadi diberikan karena Juned belum pulang sehingga hadiah itu dibawa pulang kembali oleh Efendi untuk disimpan dan diberikan langsung pada Juned.

Begitu Subuh tiba, Nenek Minah bersiap-siap menuju stasiun setelah sebelumnya berpamitan pada Pak Haji, pemilik kontrakan.

Efendi menyusul ke rumah kontrakan Nenek Minah dan hanya bertemu dengan Pak Haji.

Akhirnya dengan memacu mobilnya, Efendi menyusul ke stasiun.

Sementara di gerbong kereta, Juned masih uring-uringan karena belum diberi hadiah oleh bapaknya.

Juned menunggu-nunggu bapaknya yang tidak datang-datang hingga akhirnya dengan setengah terpaksa Juned naik kereta.

Begitu kereta berjalan pelan, Efendi telah sampai di stasiun dan langsung mengejar untuk memberikan hadiah Juned lewat jendela.

Akan tetapi kereta yang telah berjalan dan besarnya bungkusan yang diberikan tidak bisa masuk lewat jendela.

Akhirnya Juned pun menangis karena tak bisa menerima hadiah sang bapak.

Di tengah perjalanan pada km ±18.75 dari arah yang berlawanan, muncul kereta lain yang sarat dengan penumpang pada rel yang sama.

Akhirnya terjadilah tabrakan maut antara dua kereta yang menyebabkan timbulnya korban jiwa.

Juned yang terjepit berteriak memanggil neneknya, sedangkan Mulyadi berusaha memanggil-manggil bapaknya.

Seluruh keluarga Nenek Minah tewas dalam kecelakaan maut tersebut, hanya tersisa Juned.

Tangisan dan teriakan histeris mewarnai kecelakaan maut tersebut, darah dimana-mana.

Efendi akhirnya mengetahui kecelakaan itu setelah ditelepon dan langsung ke rumah sakit untuk melihat jasad keluarganya.

Juned yang terjepit akhirnya dapat dikeluarkan.

Di rumah sakit, Juned menyuruh kedua orangtuanya untuk berbaikan.

Di akhir kisah, muncullah Juned yang sebenarnya di rel kereta api dengan memakai penyangga kaki, karena kaki kirinya diamputasi.

“Sayalah Juned salah seorang korban musibah tabrakan kereta api di Bintaro, saya berterima kasih karena kisah kami sekeluarga diangkat kelayar putih lewat film ini, moga-moga ada hikmahnya bagi kita semua” demikian kata-kata Juned yang asli di akhir kisah.

(Tribunnews.com/Fathul Amanah)

Sumber: TribunSolo.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas