Menikmati Eksotisme Bukit Grenden, Wisata Hutan Pinus Merah Kekinian di Magelang
Liburan ke Magelang, jangan lupa mampir ke Bukit Grenden, wisata hutan pinus merah yang tengah hits dan tawarkan banyak spot selfie nan Instagramable.
Penulis: Sri Juliati
Editor: Siti Nurjannah Wulandari
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Sri Juliati
TRIBUNTRAVEL.COM - Kabut menyelimuti kawasan Bukit Grenden di Dusun Grenden, Kelurahan Pohgalang, Kecamatan Pakis, Magelang, Sabtu (20/10/2018) siang.
Jarum jam memang sudah menuju angka 11, tapi kabut tampaknya masih betah berlama-lama di Bukit Grenden.
Meninggalkan hawa dingin yang membuat siapa saja merapatkan jaket atau pakaian penghangat lainnya.
Baca: 4 Destinasi Wisata Teraneh di Dunia, Ada yang Kunjungi Tempat Kumuh hingga Lokasi Bencana
Udara dingin tersebut bergerak ke atas, menyelusup di sela-sela pohon pinus merah yang menjulang tinggi.
Memberi sensasi magis sekaligus eksotis di bukit berketinggian 1.600 mdpl.
Meski demikian, pengunjung terus berdatangan ke Bukit Grenden.
Baca: Mau Wisata ke Bandung ? Yuk Seru-seruan di Angklungs Day 2018
Semuanya betah berlama-lama di hutan pinus kawasan lereng Gunung Merbabu tersebut.
Bagi para pencari ketenangan, ingin melepas penat dari hiruk pikuk perkotaan, serta menikmati sejuknya kawasan pegunungan, Bukit Grenden bisa jadi tujuan utama.
Dari pantauan TribunTravel.com, tak sedikit pengunjung yang datang berdua, berkelompok, hingga membawa buah hati.
Akhmad Mundofar, misalnya.
Lelaki asal Sleman, Yogyakarta yang datang bersama seorang rekannya mengatakan, ini adalah kedua kalinya menyambangi Bukit Grenden.
"Beberapa tahun yang lalu pernah ke sini, waktu mau mendaki Gunung Merbabu, terus sekarang. Nggak nyangka, sudah ada perubahan di Bukit Grenden," kata dia.
Perubahan tersebut, lanjut Akhmad, semakin banyaknya spot foto kekinian di kawasan Bukit Grenden.
Baca: Sering Tak Disadari, 4 Barang Tak Penting Ini Ternyata Hanya Membuat Tas Penuh Saat Traveling
"Dulu memang sudah ada (spot foto kekinian, red), cuma sekarang lebih banyak," ujarnya.
Selain banyaknya spot foto instagenic, ada alasan lain yang membuatnya kembali berkunjung ke Bukit Grenden.
"Yang pasti keindahan alamnya, terus keramahan warganya. Pas waktu pertama kali ke sini, malah sempat diajak makan di rumah Pak Dukuh (Kepala Dusun, red)," lanjutnya.
Ya, keramahan warga memang menjadi nilai plus tersendiri sekaligus kunci penting pengembangan Wisata Alam Grenden.
Pengurus tempat wisata, Teguh Haryanto menjelaskan, pihaknya selalu mengedepankan keramahtamahan pada pengunjung agar mendapatkan kesan baik.
"Jangan sampai, kunjungan wisatawan ke sini malah menimbulkan kesan buruk sehingga mereka enggan kembali," katanya.
Spot Swafoto yang Instagramable
Lebih lanjut Teguh mengungkapkan, bukan hal mudah bagi dirinya dan sejumlah pengurus lain saat kali pertama membuka Wisata Alam Grenden.
Ada pro dan kontra yang datang.
Ide pembukaan kawasan wisata lereng ini berawal dari keinginan warga yang ingin ikut menjaga kelestarian di sekitar lereng Gunung Merbabu dan wujud semangat kegotongroyongan.
Sekaligus diharapkan bisa menambah pemasukan sehingga memperbaiki taraf perekonomian warga Dusun Grenden yang sebagian besar mengandalkan dari hasil pertanian.
"Awal mulanya, kami di sini ngadangi (menghadang, red) orang bawa engine (mesin, red). Per motor kena Rp 5 ribu untuk perawatan jalan," katanya.
Tak lama, seorang warga bernama Eko mengusulkan agar hutan pinus di Bukit Grenden, Dusun Grenden dibuka menjadi tempat wisata.
Gayung bersambut.
Keinginan Eko itu disetujui warga, terutama dari kalangan pemuda yang saat itu langsung merealisasikannya dengan membenahi akses jalan menuju Bukit Grenden.
Termasuk membangun spot-spot foto kekinian yang Instagramable agar menjadi tempat swafoto para pengunjung.
Sebut saja rumah pohon, sarang burung, rumah kurcaci, rumah terbalik, menara kursi, bulan sabit, hingga ayunan.
Sebagian besar spot ini berada di lembah hijau yang berada di bawah Bukit Grenden.
Sehingga pengunjung harus naik sejenak ke Bukit Grenden, lantas melihat ke bawah, kemudian turun untuk mendapati spot-spot tersebut.
Menurut Teguh, butuh waktu satu tahun bagi pihak pemuda menyiapkan spot selfie tersebut.
"Setelah selesai semuanya, barulah sekitar tahun 2015-an, kami membuka Bukit Grenden sebagai tempat wisata," katanya.
Pembukaan Wisata Alam Grenden juga dibarengi dengan pembukaan jalur pendakian menuju Gunung Merbabu.
Teguh bilang, minat para pendaki untuk naik Gunung Merbabu via Grenden, cukup besar.
Pasalnya, jalur pendakian Gunung Merbabu via Grenden yang telah dirintis warga, lebih nyaman dan cepat ketimbang jalur pendakian Gunung Merbabu lainnya.
Bagi warga setempat, mereka hanya butuh waktu sekitar tiga jam untuk sampai ke Kentheng Songo, puncak Gunung Merbabu dan pendaki biasanya lima jam.
Lain halnya dengan jalur pendakian Gunung Merbabu lain yang menghabiskan waktu lebih dari tujuh jam untuk sampai ke puncak Gunung Merbabu.
"Pendaki juga tetap mendapati padang sabana yang jadi ciri khas Gunung Merbabu. Bonus lainnya di atas Pos 3 ada hutan yang seluruh pohonnya ditumbuhi lumut, luasnya sekitar 4 hektare," ungkap Teguh.
Namun, pendakian Gunung Merbabu via Grenden itu tak berlangsung lama.
Taman Nasional Gunung Merbabu (TNGMb) memberikan saran, akan lebih baik bila Dusun Grenden mengembangkan tempat wisatanya.
"Dari segi risiko, lebih berisiko pendakian, ketimbang tempat wisata, karena kalau terjadi masalah dengan pendaki pada malam hari, warga harus siap menyusul ke atas," kata Teguh.
Setelah dibicarakan dengan warga, mereka pun setuju untuk lebih fokus mengembangkan Wisata Alam Grenden dan menutup jalur pendakian.
Unggulkan Hutan Pinus Merah
Sejak beberapa waktu lalu, wisata hutan pinus memang sedang tenar-tenarnya, terutama di media sosial.
Banyak warganet yang membagikan potret mereka berada di kawasan hutan pinus termasuk spot foto kekinian di dalamnya.
Termasuk di Magelang.
Selain di Bukit Grenden, kawasan wisata hutan pinus lainnya berada di Kragilan, yang lokasinya berdekatan.
Lantas, apa yang membedakan antara wisata hutan pinus di Bukit Grenden dengan wisata hutan pinus lainnya?
Teguh mengungkapkan, jenis pinus yang berada di Bukit Grenden adalah pinus merah.
Pohon pinus merah diklaim berumur lebih panjang dan tidak akan rubuh karena tidak disadap alias tidak diambil getahnya.
Selain itu, adanya tempat camp yang begitu luas dan bebas dipilih pengunjung yang ingin berkemah.
Fasilitas lain yang tersedia yaitu lokasi untuk outbond.
Teguh boleh bangga, sebab program outbond di Wisata Alam Grenden mendapat pujian dari banyak pengguna jasa.
"Kebanyakan yang memakai jasa ini mengaku puas karena panitia bisa bekerjasama dengan pihak dusun dan bertanggungjawab. Begitu ada kendala, panitia atau dari kami cepat tanggap," kata dia.
Keistimewaan lainnya adalah murahnya harga tiket masuk (HTM) di Wisata Alam Grenden.
Cukup dengan Rp 18 ribu, untuk satu motor dan dua orang, pengunjung bebas berfoto di spot selfie mana saja, tanpa dipungut biaya lagi.
Rinciannya, Rp 5 ribu untuk tiket masuk kawasan Taman Nasional Gunung Merbabu, Rp 5 ribu untuk tiket masuk ke Wisata Alam Grenden, dan Rp 3 ribu parkir motor.
Tak hanya itu, juga adanya Tebing Batu Rembetan yang berada tak jauh dari Bukit Grenden.
Teguh mengklaim, view Tebing Batu Rembetan mirip view tebing batu di Thailand.
Fasilitas penunjang wisata di Wisata Alam Grenden pun tergolong lengkap.
Yaitu adanya musala, toilet yang layak, tempat parkir yang mampu menampung ratusan kendaraan, warung makan, hingga gazebo yang bisa digunakan pengunjung untuk beristirahat.
Kebersihan di Wisata Alam Grenden pun sangat terjaga dan layak diacungi jempol.
Banyaknya spot foto kekinian juga menjadi daya tarik utama destinasi Wisata Alam Grenden.
Lebih dari 10 spot foto bisa disambangi pengunjung sepuasnya.
Mereka bebas berfoto atau sekadar bersantai, merilekskan pikiran, mencari ketenangan, sembari mendengarkan kicauan burung dan view hutan pinus yang begitu eksotis.
Di spot bulan sabit misalnya.
Pengunjung bisa duduk di spot bulan sabit melengkung dan menghasilkan foto seakan berada di langit.
Tak jauh dari spot bulan sabit, pengunjung juga bisa berfoto di spot rumah terbalik.
Sesuai namanya, spot ini menampilkan sebuah rumah kecil berkelir biru yang dibangun secara terbalik.
Spot rumah terbalik menjadi satu lokasi foto favorit pengunjung.
Spot foto lainnya adalah rumah kurcaci yang dibangun dari bambu.
Ingin berfoto seolah-olah sedang bermain piano atau berada di ayunan mirip sarang burung?
Bisa dan ada di Wisata Alam Grenden.
Bahkan pengunjung juga bisa berfoto dengan becak juga ayunan yang lokasinya tak jauh dari gerbang masuk Wisata Alam Grenden.
Saat cuaca cerah, wisatawan juga dapat melihat gagahnya Gunung Merapi, air terjun di tebing dari kejauhan, hingga lanskap Magelang dari ketinggian.
Bila cuaca berkabut, siap-siap saja untuk 'mandi kabut' sehingga akan menghasilkan foto yang lebih dramatis.
Akses Jalan Menuju Bukit Grenden
Akses jalan menuju Wisata Alam Grenden tergolong mudah dan nyaman lantaran jalanan sudah diperbaiki.
Bila datang dari Yogyakarta, Magelang, Boyolali, atau Solo, arahkan kendaraan menuju Ketep Pass.
Dari Ketep Pass, wisatawan bisa menyusuri sepanjang jalan menuju Kopeng, Salatiga.
Bukit Grenden berada di sebelah kanan jalan atau sekitar 6 Km setelah Ketep Pass.
Tenang saja, tersedia papan petunjuk yang akan memandu wisatawan untuk menuju Wisata Alam Grenden.
Namun, yang wajib pengunjung tahu, persiapkan kendaraan dengan baik sebab kondisi jalan di sana berkelak-kelok dan naik-turun karena melintasi jalur perbukitan.
Teguh mengatakan, kebanyakan pengunjung berasal dari daerah di sekitar Magelang, yaitu Solo atau Yogyakarta.
"Ramai-ramainya biasanya akhir pekan seperti sekarang," kata dia.
Wisata Alam Grenden buka setiap hari, mulai pukul 09.00 WIB hingga pengunjung terakhir meninggalkan Bukit Grenden.
Sempat Dipandang Sebelah Mata
Siapa sangka di balik pengembangan Wisata Alam Grenden, terselip kisah jika usaha ini sempat dipandang sebelah mata oleh warga sekitar.
Teguh bercerita, tak sedikit warga yang menganggap impian memajukan wisata Bukit Grenden terasa muluk-muluk.
Tak patah arang, para pemuda membuktikan jika apa yang disampaikan warga tersebut kurang tepat.
"Warga sempat mencerca, apa kami bisa? Ya, kami buktikan," katanya.
Setelah Wisata Alam Grenden resmi dibuka dan pengunjung mulai berdatangan, barulah warga mempercayai usaha tersebut tidak bertepuk sebelah tangan.
Ditambah dengan adanya tempat wisata ini dapat membangunkan geliat perekonomian warga sekitar.
Warga diperkenankan untuk membuka warung makanan, menawarkan jasa pemotretan, hingga tak sedikit warga yang dilibatkan menjadi pengelola Wisata Alam Grenden.
Bahkan setiap hari ada jadwal piket yang diisi 10 hingga 11 warga untuk bergantian mengelola Bukit Grenden.
Ada yang bertugas menjaga pos tiket, tempat parkir, toilet, membersihkan sampah di sepanjang lokasi Bukit Grenden, hingga jadi pemandu bagi pengunjung.
"Dari awal kami sudah berkomitmen, konsep pengembangan Wisata Alam Grenden berbasis gotong royong dengan melibatkan warga," ujar Teguh.
Meski demikian, Teguh mengaku, ada satu tujuan pengembangan tempat wisata ini belum tercapai, yaitu meningkatkan kesejahteraan warga.
Ia juga yakin, seiring dengan berjalannya waktu dan semakin moncernya kawasan Wisata Alam Grenden, bukan tidak mungkin impian itu bisa terwujud.
Ditanya tentang rencana ke depan, Teguh bilang, pengelola akan menanam kembali tanaman endemik Gunung Merbabu, seperti kapulaga, kantong semar, dan lainnya.
Selain menambah koleksi tanaman di Wisata Alam Grenden, usaha ini sekaligus wujud penghijauan yang dilakukan warga.
Adanya pengembangan wisata di Bukit Grenden ini juga menjadi berkah tersendiri bagi Parti.
Warga Dusun Grenden ini menawarkan jasa pemotretan pada setiap pengunjung yang datang.
Tarifnya pun tergolong murah, yaitu Rp 10 ribu di satu spot dengan jumlah foto tak terbatas.
Tak sekadar memotretkan, Parti juga bertugas mengarahkan gaya para pengunjung dan menunjukkan lokasi foto agar hasil foto mereka Instagramable.
Parti mengaku, walau penghasilannya tak menentu, tapi usahanya ini bisa menjadi pekerjaan sampingan.
"Ya, walaupun kadang ada, kadang tidak (penghasilannya, red), tapi lumayan untuk tambah uang jajan anak, ketimbang di rumah nggak ada kegiatan," kata wanita yang mengaku belajar memotret secara autodidak ini.
Hal senada juga disampaikan Muji Istanti, warga Dusun Grenden yang membuka warung di sekitar lokasi tempat wisata.
Muji yang dulunya sempat bertani kini mendirikan warung makanan yang jadi tujuan pengunjung untuk bersantap mi rebus, tempe goreng, atau menikmati hangatnya kopi di tengah dinginnya hawa Bukit Grenden. (*)