Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Kronologi Asep, Bocah Bandung Barat yang Tak Sengaja Telan Peluit hingga Akhirnya Bernapas Lega

Pemberitaan sempat diramaikan dengan kabar Asep Yaya, bocah asal Bandung Barat yang tak sengaja menelan peluit.

Penulis: Natalia Bulan Retno Palupi
Editor: Fathul Amanah
zoom-in Kronologi Asep, Bocah Bandung Barat yang Tak Sengaja Telan Peluit hingga Akhirnya Bernapas Lega
Kolase/Kompas.com/Agie Permadi
Kronologi Asep Bocah dari Bandung Barat yang tak Sengaja Telan Peluit hingga Akhirnya Bisa Bernapas Lega 

TRIBUNNEWS.COM - Pemberitaan sempat diramaikan dengan kabar Asep Yaya, bocah asal Kampung Cimalang, Desa Girimukti, Kecamatan Saguling, Kabupaten Bandung Barat yang tak sengaja menelan peluit.

Dikutip Tribunnews.com dari Kompas.com pada Sabtu (22/12/2018), peluit itu bersarang di percabangan sistem pernapasannya dan akan selalu mengeluarkan bunyi ketika napasnya terengah-engah kelelahan.

Kejadian ini bermula tepatnya tanggal 14 Oktober 2018, saat itu bocah kelas 5 sekolah dasar (SD) ini tengah bermain di rumah bibinya sambil memainkan peulit yang ia dapatkan dari sebuah sandal berbunyi.

Asep mengambil peluit yang terpasang di sandal itu dan ia mainkan.

Ketika ia meniup peluit sepanjang 3 sentimeter di mulutnya, peluit tersebut malah tak sengaja tertelan ketika ia sedang bermain dengan anak bibinya.

Baca: Bayi Ini Dibesarkan dari Jualan Kue & Es Mambo, Sekarang Jadi Aktor Tampan, Siapa Dia?

"Itu pet-petan bekas sandal. Saat itu saudaranya minta gendong dari belakang saat anak saya lagi main tiup-tiupan peluit. Pas digendong, dia jatuh, peluitnya malah ketelen," kata Subandi (49) ayah Asep yang ditemui di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung, Kamis (20/12/2018).

Mengetahui kejadian itu, sang bibi menemui orangtua Asep untuk memberi kabar anaknya menelan sebuah peluit.

Berita Rekomendasi

Kemudian Subandi membawa Asep ke puskesmas terdekat sebagai penanganan pertama.

Namun, puskesmas tersebut merujuk Asep ke sebuah rumah sakit di daerah Kota Baru Parahyangan, Bandung Barat.

Terkendala biaya, Subandi pun mengurungkan niatnya sementara untuk mengambil peluit yang sudah bersarang di saluran pernapasan Asep.

Saat itu Subandi mengaku belum memiliki BPJS, sementara keuangan keluarga sedang menipis.

Diketahui Subandi hanya bekerja sebagai pencari ikan di Saguling, maka terpaksala Asep hidup dengan peluit di saluran pernapasannya.

"Intinya saya enggak punya duit," tuturnya.

Asep hidup dengan peluit bersarang di saluran pernapasannya selama dua bulan.

Setiap bernapas saat kelelahan, bunyi peluit kerap terdengar seiring ia bernapas terengah-engah.

Tak hanya itu, setiap tidur pulas dan batuk-batuk, bunyi peluit pun juga kerap terdengar.

"Selama dua bulan itu kalau jalan kecapekan, terus kalau tidur pulas, itu terdengar bunyi (peluit) nya," tuturnya.

Baca: Ribuan Penumpang Telantar di Pelabuhan Bakauheni Gara-gara Terbatasnya Armada Bus Menuju Rajabasa

Meski begitu, tak ada yang berubah dari fisik anak ketiga dari empat bersaudara tersebut, hanya saja Asep kerap mengeluh sesak ketika bernapas kecapekan.

"Kalau kecapekan memang suka mengeluh agak sesak, tapi kalau makan enggak apa-apa," katanya.

Pada 19 Desember 2018, akhirnya Asep dirujuk ke Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung untuk dilakukan pengangkatan peluit yang bersarang tersebut.

Kembali dikutip dari Kompas.com, Kepala KSM Ilmu Kesehatan RSHS Bandung Dr Lina Lasminingrum, Sp, THT-LK, menjelaskan bahwa posisi peluit itu bersarang di percabangan utama dari jalan udara pada sistem pernapasan alias bronchus Asep.

Asep Yaya (9) terlihat lemah terbaring diatas kasur dorong usai pengangkatan peluit yang bersarang di saluran pernafasannya.
Asep Yaya (9) terlihat lemah terbaring diatas kasur dorong usai pengangkatan peluit yang bersarang di saluran pernafasannya. (KOMPAS.com/AGIEPERMADI)

"Peluitnya bersarang di percabangan utama dari bronkus kiri," katanya.

Untuk bisa mengeluarkan peluit tersebut, tim dokter pun harus melakukan observasi selama satu hari, karena peluit yang tertelan tersebut ternyata tidak terlihat pada proses rontgen.

"Memang tidak terlihat dalam rontgen karena bendanya plastik," katanya.

Namun, peluit yang bersarang tersebut tidak berdampak pada saluran pernapasannya.

"Tidak ada luka, karena peluitnya kecil, jadi tidak menutup pernafasan secara penuh. Jadi lainnya bagus," katanya.

Hingga pada Kamis (20/12/2018), tim dokter RSHS Bandung pun berhasil mengeluarkan peluit yang bersarang di tubuh Asep.

"Peluitnya sudah berhasil dikeluarkan," ujar Lina.

Menurut Lina, proses pengangkatan peluit Asep melalui proses endoskopi, sehingga tidak ada sayatan atau operasi dalam proses pengangkatan peluit itu.

Endoskopi sendiri adalah sebuah prosedur pemeriksaan medis menggunakan alat berbentuk selang elastis dengan lampu dan kamera optik di ujungnya (alat endoskop).

Secara teknis, endoskopi adalah memasukan alat endeskop melalui mulut pasien untuk mencari benda tertentu.

"Pasiennya tidur, alatnya masuk melalui mulut ke saluran nafas, lalu ke cabang pernafasan utama. Saat bendanya ditemukan langsung diambil," kata Lina.

Bunyi peluit yang dikeluarkan Asep melalui tarikannapasnya membantu tim untuk memperkirakan letak peluit.

"Untungnya ini peluit, jadi ada bunyinya. Bunyinya sendiri yang memberikan arahan kepada kami di mana posisinya," ungkapnya.

Peluit tersebut, lanjutnya, berada di kedalaman 18 sentimeter di percabangan utama dari bronchus kiri Asep.
"Bendanya itu kecil, sekitar 3 sentimeter," katanya.

Proses pengangkatan peluit Asep sendiri dilakukan secara singkat dalam waktu setengah jam.

Asep pun sudah diperbolehkan pulang dari rumah sakit pada Jumat (21/12/2018).

Subandi ditemani tim dokter serta perawat RS tersebut langsung menggandeng Asep keluar dari ruang rawat inap di Gedung Kemuning RSHS Bandung.

Tampak Asep Yaya (9) tengah digandeng ayahnya Subandi (56) saat pulang usai proses observasi pasca pengangkatan peluit yang bersarang di saluran pernafasan Asep.
Tampak Asep Yaya (9) tengah digandeng ayahnya Subandi (56) saat pulang usai proses observasi pasca pengangkatan peluit yang bersarang di saluran pernafasan Asep. (KOMPAS.com/AGIE PERMADI)

"Asep sehat?"

Senyum malu-malu langsung terlukis di wajah polos Asep.

"Alhamdulilah, Asep sudah sehat," kata Asep yang mengenakan jaket biru tua dipadu warna oranye dan putih itu.

"Mau pulang sama bapak," tambahnya kemudian.

Asep juga mengaku senang karena peluit itu pun akhirnya bisa dikeluarkan.

"Senang..." ungkapnya.

Pasca-operasi, Asep sempat belum diperkenankan pulang karena harus menjalani observasi selama satu hari.

Maka dari itu Asep sempat menginap sementara di rumah sakit.

Dokter Telinga THT RSHS Bandung, Ayu Harianty Saputri yang saat itu mendampingi Asep mengatakan bahwa Asep dalam keadaan sehat dan baik dari sebelumnya.

Saat proses observasi itu, Ayu menceritakan bahwa Asep tidak mengeluh apapun.

Malah suara Asep kini sudah kembali normal tanpa suara peluit ketika bernapas.

Meski tidak ada luka pada tubuh Asep pasca-operasi karena menggunakan tekhnik endoskopi, tim dokter tetap memberikan obat antibiotik dan jika sewaktu-waktu ada keluhan, Asep bisa memeriksakannya ke puskesmas terdekat di daerahnya.

"Kalau kontrol atau ada keluhan bisa ke puskesmas terdekat," ucapnya.

Baca: 8 Tersangka Kasus Perdagangan Bayi via Instagram akan Disidang Terpisah

Sebelum diperkenankan pulang, tim dokter juga sudah mengingatkan orangtua Asep untuk lebih hati-hati memperhatikan anak-anaknya.

"Kami sudah edukasi orangtuanya agar hati-hati bila anaknya main atau memasukan sesuatu ke dalam mulutnya," tutur Ayu.

Subandi mengaku senang dan lega sebab kini Asep sudah kembali normal seperti sediakala.

"Alhamdulilah asa (serasa) lega hati saya lihat anak sehat, senang, Pak," katanya.

(Tribunnews.com/Kompas.com/Natalia Bulan R P)

Sumber: TribunSolo.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas