Hasil Debat Pilpres 2019 - Soal Pejabat Korupsi, Prabowo : Suruh Tambang Pasir di Pulau Terpencil
Debat perdana Pilpres 2019 usai dilangsungkan pada Kamis (17/1/2019) malam di Hotel Bidakara, Jakarta.
Penulis: Fathul Amanah
Editor: Tiara Shelavie
TRIBUNNEWS.COM - Debat perdana Pilpres 2019 usai dilangsungkan pada Kamis (17/1/2019) malam di Hotel Bidakara, Jakarta.
Dalam kesempatan tersebut, masing-masing calon presiden dan calon wakil presiden yaitu pasangan Jokowi-Ma'ruf Amin serta Prabowo-Sandiaga Uno memaparkan visi misi mereka.
Debat yang membahas permasalahan Hukum, HAM, Korupsi dan Terorisme di Indonesia ini terdiri dari enam segmen.
Dipimpin oleh Ira Koesno dan Imam Priyono sebagai moderator.
Segmen pertama berisi penyampaian visi dan misi dari kedua pasang capres dan cawapres.
Diteruskan dengan segmen kedua dan ketiga di mana pasangan calon (Paslon) diberi pertanyaan oleh moderator sekaligus menjawabnya.
Pada segmen ke empat antar paslon saling mengajukan pertanyaan dan menjawab tentang hukum dan HAM.
Sementara di segmen kelima merupakan sesi tanya jawab terkait korupsi dan terorisme.
Baca: Keakraban Kedua Paslon Pilpres 2019 di Debat Pertama Pilpres 2019
Di segmen kelima ini, paslon 01 ditanya soal strategi apa mereka gunakan untuk mengatasi politik berbiaya tinggi.
"Untuk menduduki jabatan publik seringkali dibutuhkan biaya yang sangat tinggi, sehingga setelah menduduki jabatan perilaku korupsi kerap tidak terhindarkan. Apa saja strategi anda untuk mengatasi politik berbiaya tinggi ini?" tanya Imam Priyono.
Terkait masalah ini, Jokowi akan mengusahan recruitment yang transparan dan akuntabel sehingga biaya pemilu bisa ditekan dan menjadi murah.
Diharapkan dengan adanya sistem yang jelas, politik uang dan korupsi di kalangan pejabat dapat dihindari.
"Prinsipnya recruitment itu harus berbasis kepada kompetensi, bukan finansial dan bukan nepotisme. Oleh sebab itu untuk pejabat-pejabat birokrasi recruitment harus dilakukan transparan sederhana dengan standar-standar yang jelas," tutur Jokowi.
"Untuk jabatan-jabatan politik perlu sebuah penyedia dan sistem di dalam sistem kepartaian kita sehingga pemilu menjadi murah, pejabat-pejabat tidak terbebani oleh biaya-biaya pemilu sehingga kita harapkan, kita bisa memangkas politik uang, bisa memangkas suap, bisa memangkas korupsi dan kita bisa mendapatkan pejabat-pejabat publik yang memiliki integritas, yang memiliki kapasitas yang baik dan kita harapkan dengan recruitment recruitment ini jabatan-jabatan baik itu Bupati, baik itu Walikota, baik itu gubernur dan seterusnya kita akan dapatkan putra-putri terbaik karena memang recruitment-nya berjalan dengan transparan, akuntabel, dan bisa semua orang melihat dan sekarang sudah kita lakukan," tambahnya.
"Contoh rekrutmen ASN kita PNS kita bila pasar terbuka. Semuanya bisa cek, hasilnya juga bisa cek, anak saya tidak bisa terima di situ karena memang tidak lulus. Makasih," pungkasnya.
Menanggapi Jokowi, Prabowo memberikan jawaban berbeda.
Baca: Nobar Debat Pilpres 2019 Berjalan Sukses, TKD Jokowi-Maruf Solo Isyaratkan Nobar Jalan Terus
Menurutnya harus ada langkah konkrit terkait hal tersebut.
Satu di antaranya adalah menaikkan gaji pejabat seperti gubernur.
Prabowo merasa gaji gubernur di Indonesia tidak realistis lantaran wilayah yang ia pimpin sangat besar.
Hal inilah yang kerap membuat seorang pejabat tergoda untuk melakukan korupsi.
Selain menaikkan gaji pejabat, Prabowo juga akan menekan biaya kampanye.
"Ya jadi kalau kami menilai bahwa perlu ada langkah-langkah yang lebih konkrit praktis dan segera. Sebagai contoh, bagaimana bisa seorang gubernur gajinya delapan juta. Kemudian dia mengelola provinsi umpamanya Jawa Tengah yang lebih besar dari Malaysia dengan APBD yang begitu besar jadi ini hal-hal yang tidak realistis," ungkapnya.
"Jadi saya kira seorang kepala pemerintah eksekutif kalau benar-benar berniat untuk memperbaiki itu kita segera berani melakukan terobosan-terobosan supaya penghasilan para pejabat publik itu sangat besar. Kemudian kita potong semua kebutuhan kebutuhan kampanye," terangnya.
Jokowi pun memberikan tanggapannya lagi bahwa apa yang disampaikan Prabowo dengan menekan biaya kampanye sudah pernah ia lakukan saat mencalonkan diri sebagai walikota Solo dan Gubernur DKI Jakarta.
Bahkan Jokowi mengaku saat mencalonkan diri sebagai Gubernur DKI Jakarta, dirinya sama sekali tidak mengeluarkan biaya.
"Ya tadi sudah saya sampaikan bahwa rekrutmen yang berbasis kompetensi dan bukan finansial itu menjadi kunci. Saya berikan contoh saya sendiri, pada saat pemilihan walikota saya betul-betul menggunakan anggaran begitu sangat kecil. Ke partai pun waktu pemilihan gubernur di DKI Jakarta saya tidak mengeluarkan uang sama sekali. Pak Prabowo pun juga tahu mengenai itu, ketua partai pendukung pun juga tahu mengenai itu. Tetapi memang ini sekali lagi memerlukan sebuah proses yang panjang, memerlukan proses yang panjang. Artinya apa pergerakan politik itu bisa dimulai dari relawan. Bisa dimulai dari keinginan publik untuk mendapatkan pemimpin-pemimpin yang tanpa mengedepankan finansial," ujar Jokowi.
Baca: Debat Pilpres, KPK Nilai Kedua Paslon Masih Normatif Berantas Korupsi
Berlanjut dengan pertanyaan yang diberikan kepada Paslon 02.
Kali ini, Imam Priyono bertanya bagaimana langkah yang diambil paslon 02 untuk mewujudkan birokrasi yang bebas korupsi.
"Birokrasi merupakan ujung tombak negara untuk memenuhi hak-hak warga dan pembenahan birokrasi merupakan salah satu upaya untuk memberantas korupsi. Bagaimana langkah-langkah Anda untuk mewujudkan birokrasi yang bebas dari korupsi?' tanya Imam Priyono.
Lagi-lagi, Prabowo mengungkapkan bahwa akar korupsi di birokrasi adalah karena rendahnya gaji para pejabat.
Sehingga apabila dia diberi kesempatan untuk menjadi presiden, ia akan menaikan gaji para pegawai negeri.
Soal dari mana uang untuk menaikan gaji tersebut, Prabowo bertekad untuk meningkatkan tax ratio minimal menjadi 16 %.
Apabila masih ada pejabat atau pegawai negeri yang masih melakukan korupsi, ia akan memberikan tindakan tegas.
Misalnya mengirimnya ke pulau terpencil dan menyuruhnya untuk menambang pasir.
"Berkali-kali saya utarakan di ruang publik, akar masalahnya adalah bahwa penghasilan para pegawai negeri para birokrat-birokrat itu kurang, tidak realistis. Kalau saya memimpin negara ini pemerintahan, saya akan perbaiki kualitas hidup semua birokrat dengan realistis kemudian bertanya uangnya dari mana. Saya akan tingkatkan tax ratio yang sekarang berada di 10 % bahkan lebih rendah, kita kembalikan ke minimal 16 % tax ratio berarti kita akan dapat mungkin minimal 60 milyar dollar lebih," jawab Prabowo.
"Dengan demikian saya akan perbaiki gaji-gaji semua pejabat birokrat dan semua pegawai negeri saya kira dengan kita tingkatkan gajinya dengan signifikan, perbaiki kualitas hidup, jamin kebutuhan kebutuhannya.
Kalau dia masuk korupsi yang kita harus lakukan adalah tindak sekeras kerasnya. Ya kalau perlu kita contoh tindakan-tindakan drastis negara-negara lain kita taro di manangkin suruh tambang pasir di pulau yang terpencil terus-menerus mungkin," lanjutnya.
"Jadi kita perbaiki penghasilannya, itu yang kita perlukan. Tidak masuk akal pejabat begitu penting penghasilannya sedikit tetapi sesudah itu kita awasi dengan ketat dengan segala senjata instrumen perangkat yang kita miliki. Inspektorat pengawas-pengawas tadi saya sebut kejaksaan, polisi, KPK. Kami akan perkuat KPK, kami akan bikin KPK. Jika di daerah-daerah, di provinsi-provinsi, kami akan tambah anggaran KP. KPK harus menjadi penegak antikorupsi di Republik Indonesia ini," pungkasnya.
Terkait jawaban Prabowo, Jokowi terang-terangan tak setuju.
Pasalnya, ia merasa gaji pejabat atau pegawai negeri sekarang sudah cukup besar ditambah tunjangan-tunjangan lainnya.
Baginya yang penting dilakukan sekarang adalah merapikan birokrasi dan membuat sistem rekrutmen yang transparan.
"Saya tidak setuju apa yang tadi disampaikan oleh Pak Prabowo karena kita tahu kita tahu gaji di ASN kita PNS kita sekarang ini menurut saya sudah cukup dengan tambahan tunjangan kinerja yang sudah besar," tutur Jokowi.
"Yang penting buat saya sekarang adalah perampingan birokrasi kemudian ada mekanisme sistem rekrutmen putra-putri terbaik melalui sistem mutasi bidang promosi sesuai dengan kompetensi, sesuai dengan integritas, sesuai dengan prestasi, sesuai dengan rekam jejak, dan kemudian yang kedua juga ada pengawasan internal yang kuat dan tentu saja pengawasan eksternal. Baik dari masyarakat, baik dari media baik dari komisi ASN penting sekali pengawasan internal ini bagi perbaikan untuk birokrasi yang bersih terimakasih," tutup Jokowi.
Baca: 6 Pro Kontra 2 Kubu Soal Debat Capres Pilpres 2019: Skor 3-1, Perasaan SBY, hingga Kritik AHY
(Tribunnews.com/Fathul Amanah)