Jokowi Sebut Oposisi Gunakan Propaganda Rusia, Ini Arti Propaganda Rusia hingga Tanggapan Sandiaga
Capres Petahana, Jokowi menyebut pasangan Capres Prabowo-Sandiaga memakai gaya politik Propaganda Rusia dan menggunakan konsultan asing.
Penulis: Whiesa Daniswara
Editor: Facundo Chrysnha Pradipha
TRIBUNNEWS.COM - Calon Presiden petahana, Joko Widodo (Jokowi) menyebut, pasangan Calon Presiden nomor urut 02, Prabowo Subianto-Sandiaga Uno menggunakan konsultan asing dalam menghadapi Pilpres 2019.
Jokowi menyebut, kubu oposisi berpotensi memecah belah masyarakat akibat menggunakan konsultan asing.
Jokowi bahkan sempat menyebut jika kubu Prabowo Subianto-Sandiaga Uno memakai gaya politik Propaganda Rusia.
"Yang dipakai konsultan asing. Enggak mikir ini memecah belah rakyat atau tidak, enggak mikir mengganggu ketenangan rakyat atau tidak, ini membuat rakyat khawatir atau tidak. Membuat rakyat takut, enggak peduli," kata Jokowi, seperti yang dikutip Tribunnews.com dari Kompas.com.
Baca: Sandi Sebut Temannya di Rusia Pertanyakan Ucapan Jokowi soal Propaganda Rusia
"Seperti yang saya sampaikan, teori propaganda Rusia seperti itu. Semburkan dusta sebanyak-banyaknya, semburkan kebohongan sebanyak-banyaknya, semburkan hoaks sebanyak-banyaknya sehingga rakyat menjadi ragu. Memang teorinya seperti itu," ungkap Jokowi.
Jokowi juga sempat menyinggung soal dirinya yang dituduh sebagai antek asing.
Pada kenyataannya, ujar Jokowi, kubu oposisi lah yang menggunakan konsultan asing dalam menghadapi Pilpres 2019.
"Konsultannya konsultan asing. Terus yang antek asing siapa? Jangan sampai kita disuguhi kebohongan yang terus-menerus. Rakyat kita sudah pintar, baik yang di kota atau di desa," ujar Jokowi.
Baca: TKN Jokowi-Maruf Sebut BPN Prabowo-Sandi Mainkan Isu Propaganda Rusia
Arti Propaganda Rusia
Propaganda Rusia atau dikenal dengan “Firehouse of Falsehood" merupakan teknik propaganda yang memiliki ciri khas melakukan kebohongan-kebohongan nyata (obvius lies) guna membangun ketakutan publik.
Dengan tujuan mendapatkan keuntungan posisi politik sekaligus menjatuhkan posisi politik lawannya yang dilakukan lebih dari satu kali atau secara terus menerus (repetitive action), dikutip dari Tribunnews.com, Jumat (5/10/2018).
Juru Bicara TKN Ace Hasan Syadzily menambahkan istilah propaganda Rusia yang populer setelah RAND Corporation menerbitkan artikel berjudul The Russian “Firehouse of Falsehood” Model Propaganda yang ditulis Christopher Paul dan Miriam Matthews, dikutip dari Tribunnews.com, Senin (4/2/2019).
"Artikel itu tercatat diterbitkan RAND tahun 2016. Artinya istilah itu sudah mulai populer sejak 3 tahun yang lalu. Murni istilah dan referensi akademik," ujar Ace melalui keterangan tertulisnya, Senin (4/1/2019).
Baca: Pidato Jokowi Terkait Propaganda Rusia, Ini Dia Maskirovka : Teknik Tipu Muslihat Ala Negeri Beruang
Sehingga, sudah menjadi bagian dari metode perpolitikan baru di era post-truth.
"Jadi, istilah ini berkembang dan tidak ada hubungan dengan intervensi negara Rusia dalam persoalan domestik di negara- negara dimana metode itu digunakan," imbuh Ace.
Termakan Informasi Sesat
Juru Kampanye Nasional (Jurkamnas) Prabowo-Sandi, Nizar Zahro mengatakan, pernyataan Propaganda Rusia yang dikatakan Jokowi merupakan blunder dan membuat negara tersebut marah.
"Dubesnya menuliskan protes, bukan lewat surat resmi saluran diplomatik, tapi mengumbarnya di medsos," ujar Nizar, seperti yang dikutip Tribunnews.com dari Tribun Jakarta.
Baca: TKN Sebut Propaganda Rusia yang Dimaksud Jokowi sebagai Bentuk Kritik ke Politikus Hipokrit
"Dubes Rusia ingin mengatakan jika Jokowi sudah lancang mengusik Rusia di ruang publik, maka Rusia pun siap meladeninya," kata Nizar.
Nizar pun mengatakan jika Jokowi sudah termakan informasi sesat.
"Jokowi telah termakan informasi sesat dari para bawahannya," kata Nizar.
Nizar menilai aneh bila TKN Jokowi-Maruf Amin menuduh BPN Prabowo-Sandiaga mengadu antara Jokowi dengan Rusia.
Baca: Jawab Tudingan Jokowi Soal Propaganda Rusia, Prabowo Singgung 20 Tahun Bisnis di Luar Negeri
Padahal, kata Nizar, pemicu hal tersebut adalah Jokowi.
"Maka Jokowi lah yg harus memadamkannya. Kami sarankan agar Jokowi segera menemui Presiden Rusia Vladimir Putin untuk meminta maaf atas tuduhan yang sudah disampaikannya," ujar Nizar.
Bantahan Rusia
Kedutaan Besar Rusia di Indonesia membantah pernyataan calon Presiden Joko Widodo soal "Propaganda Rusia" dalam sesi kampanye beberapa waktu lalu.
Keterangan Kedubes tersebut dirilis melalui akun media sosial Kedubes Rusia, @RusEmbJakarta, pada Senin (4/2/2019).
Baca: Tanggapi Polemik Propaganda Rusia, Sudjiwo Tedjo Sarankan Cari Cara Lain Cek Jokowi Salah/Tidak
"Berkaitan dengan beberapa publikasi di media massa tentang seakan-akan penggunaan 'propaganda Rusia' oleh kekuatan-kekuatan politik tertentu di Indonesia, kami ingin menyampaikan sebagai berikut," tulis dalam akun tersebut.
"Sebagaimana diketahui istilah “propaganda Rusia” direkayasa pada tahun 2016 di Amerika Serikat dalam rangka kampanye pemilu presiden. Istilah ini sama sekali tidak berdasarkan pada realitas," imbuhnya.
"Kami menggarisbawahi bahwa posisi prinsipil Rusia adalah tidak campur tangan pada urusan dalam negeri dan proses-proses elektoral di negara-negara asing, termasuk Indonesia yang merupakan sahabat dekat dan mitra penting kami," lanjut pernyataan tertulis itu.
Baca: Ramai Polemik Jokowi soal Propaganda Rusia, Sujiwo Tejo: Kedubes Mana Pun Pasti Membantah
Tanggapan Sandiaga Uno
Calon Wakil Presiden nomor urut 02, Sandiaga Uno enggan berkomentar mengenai tudingan Jokowi.
"Saya tidak ingin menambah kegaduhan ini, bagi kami pernyataan presiden itu sudah disampaikan. Kita tidak ingin tanggapi," kata Sandi, dikutip dari Tribun Jakarta.
Sandi mengungkapkan, saat ini lebih baik fokus pada masalah ekonomi.
"Kita ingin fokus pada propaganda ekonomi. Kita ingin bahwa ekonomi menjadi fokus utama pilar utama dari Pilpres ini," ujar Sandi.
Baca: Sandiaga Tak Mau Tanggapi Tuduhan Jokowi Soal Propaganda Rusia
Sandi mengaku ingin menghadirkan referenum ekonomi bila terpilih pada Pemilu Presiden nanti.
Salah satunya yakni menggenjot perekonomian dengan memperluas lapangan kerja.
"Biaya hidup tetap terus stabil tidak membenani dan yang terpenting juga adalah bagaimana pemerintah hadir secara kuat dengan tegas membela rakyat, berjuang dengan rakyat," pungkasnya.
(Tribunnews.com/Whiesa)