Bataraguru Junior Lestarikan Seni Budaya Batak di Jakarta
Suara seruling mendayu-dayu mengalun memecah keheningan malam di tengah ratusan penikmat musik dan seni batak di Jakarta
Penulis: Srihandriatmo Malau
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Suara seruling mendayu-dayu mengalun memecah keheningan malam di tengah ratusan penikmat musik dan seni batak di Jakarta.
Tiupan seruling yang dimainkan Suhardi Munte berlagu "Tio per Mual Dang Tarinum ahu", seakan menjadi magnet bagi masyarakat Batak yang ada di tanah perantauan. Meski belum berpadu dengan tabuhan gendang (tagading, gondang), dan garantung, bersemarak petikan kecapi dan pukulan gong serta tiupan serune, ratusan pencinta musik batak sudah terhipnotis turut menari tor-tor batak.
Panggung musik etnik Batak semakin semarak saat semua alat musik bersemarak membentuk harmoni. "Amang tahe, seakan di Bona Pasogit (kampung halaman)," ungkap Erik Girsang, seorang pencinta budaya batak, di Tapian Nauli Cafe, Taman Mini, Jakarta, Jumat (14/6/2013) dini hari.
"Malam ini, Bataraguru Junior menampilkan show musik etnik Batak, untuk memuaskan kerinduan masyarakat Batak di Jakarta," tambah Moratua Sipahutar, Pendamping kelompok Musik Etnik Batak "Bataguru Junior" kepada Tribunnews.
Layaknya pesta budaya di kampung halaman di sekitar Danau Toba, pun tergambar pada pemandangan malam ini. Bataraguru Junior dengan personilnya, Nardi Simamora di Garantung, Suhardi Munte di Seruling, Ampi Simamora di Taganing, Leo Nainggolan di Hasapi (kecapi), Jahibul Sitinjak di Sarune, Chandra Pasaribu di Hesek, Lidya Tambunan sebagai vokalis, dan Waren Sihotang di keyboard memainkan harmonisasi musik etnik. Sementara ratusan pencinta budaya batak mulai larut dalam alunan musik yang dimainkan dengan menari tor-tor bersama.
Lagu-lagu opera batak yang pernah dikembangkan seorang Maestro batak, Tilhang Gultom pun dilantunkan. Lagu "Dilehon do tu ahu sada talenta" yang pernah dipopulerkan Romyana Sihotang dibawakan membuat para pecinta budaya batak larut dalam syair-syair yang dinyanyikan. Bukan itu saja, lagu berirama riang seperti "Aek Sibulbulon" dan "Tinitip Sanggar", makin menghipnotis para hadirin untuk manortor.
Kepada Tribunnews.com, Moratua Sipahutar mengatakan seluruh personil Bataraguru Junior merupakan anak muda yang berusia rata-rata dua puluhan tahun. "Kecintaan dan rasa tanggung jawab mereka terhadap budaya asli membuat mereka berkumpul dan berkresi di musik etnik batak," ungkapnya.
Hal itu dibenarkan Ampi Simamora, pemain tagading. Menurutnya, serangan budaya urban serta kurang pedulinya orang tua di Ibukota di jaman sekarang semakin membuat kita khawatir apakah mempercepat kepunahan budaya daerah batak akan dimakan jaman.
"Guna menjaga warisan nenek moyang bangsa batak maka pewarisan budaya harus terus berjalan dan tidak boleh berhenti dalam kondisi apapun. Dan itu menjadi komitmen kami," tegas Ampi.
Dia juga mengaku untuk menjaga komitmen dan tanggung jawab melestarikan budaya leluhur melalui musik etnik batak, Bataraguru Junior harus mengorbankan diri dan waktu. Baik untuk latihan maupun tampil mengisi sejumlah acara bernuansa budaya. Termasuk untuk mengisi acara-acara undangan dari negara tetangga.
"Bagi kami komitmen menjaga dan melestarikan budaya batak sudah menjadi prinsip. Siapa lagi yang menajaga dan mewariskan budaya yang usianya sudah ribuan tahun ini kalau tidak kaula muda," cetusnya.