TRIBUNNEWS.COM - Film "12 Menit Kemenangan untuk Selamanya" bisa menjadi alternatif tontonan dengan mengambil sisi berbeda dibandingkan film kebanyakan.

Bahkan mungkin dikatakan sederhana yakni usaha sebuah tim drumband dari Bontang Kaltim yang ingin menaklukkan Jakarta. Namun kemasan yang berbeda, konflik yang diangkat umum terjadi di masyarakat kita.

Lihat saja bagaimana sosok Elaine Hisogi, gadis Jakarta yang mesti ikut orangtuanya ke Bontang merasa kesepian hingga akhirnya memutuskan ikut kelompok  drum band.

Nah di saat dirinya  jatuh cinta dengan drum band latihan berbulan-bulan demi meraih kemenangan, secara bersamaan ia harus memilih antara menjadi perwakilan olimpiade fisika.

Ditambah penolakan sang ayah yang meminta untuk lebih ke olimpiade. Alasannya, menjadi pemain drum band tidak akan membuat kaya.

Ada juga Lahang, yang ayahnya tengah sakit menjadi dilema ketika harus berangkat ke Jakarta. Di satu sisi dirinya ingin memenuhi janjinya untuk ke Jakarta memenangkan pertandingan, tapi di sisi lain ayahnya tengah sakit keras.

Tara, sosok gadis berjilbab berusaha menguasai nada-nada snar drum meski memiliki keterbatasan pendengaran. Hanya ditemani kakek dan neneknya, karena sang ayah yang meninggal dunia akibat kecelakaan mobil, sementara ibunya pergi ke luar negeri untuk kuliah. Ia merasa dirinya menjadi anak 'buangan'.

Berbagai konflik-konflik para lakon coba dibawa secara sederhana oleh sutradara Hanny R Saputra.

Hanny mengatakan, dirinya berusaha untuk membangun emosi penonton yang menyaksikan film ini. "Emosi yang dibangun adalah kekuatan film ini dan memang sebagai sutradara saya harus melakukan itu," kata Hanny tadi malam.

Tidak berlebihan sepanjang film itu, kita bisa menangis, tersenyum, tertawa ataupun marah. "Saya harap penonton bisa memaknai secara positif.