Syaharani Berharap Hadirnya Capres Poros Keempat
Syaharani mengaku, sampai saat ini belum menentukan calon presiden (capres) yang akan dijagokannya .
Editor: Anita K Wardhani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA- Vokalis jazz Saira Syaharani Ibrahim atau Syaharani mengaku, sampai saat ini belum menentukan calon presiden (capres) yang akan dijagokannya dalam Pemilihan Presiden (Pilpres) periode 2014-2019.
"Saya kalau boleh frankly speaking nih, sejujurnya saya kurang berminat dengan (capres) yang ada tiga besar ini. Saya masih berharap ada hadirnya poros keempatnya yang lebih progresif," kata vokalis band Syaharani and Queenfireworks (ESQI:EF) di sela latihan bareng rekan-rekan segrupnya itu di Studio Odesa, Kompleks Pertokoan Dharmawangsa, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Selasa (15/4/2014).
Alasannya, dari para capres yang ada sekarang, ia belum melihat mereka memiliki wawasan mumpuni mengenai teritori Indonesia.
"Somehow saya berpikir memang Indonesia itu sangat luas. Sangat sulit untuk menjaga teritori dan menjalankan politik luar negeri," ujarnya.
"Enggak tahu nih, belum kelihatan naga-naganya ada poros keempat. Dalam hati berdoa juga, karena masalah negara itu masalah yang serius ya, termasuk masalah kebijakan ya, yang nanti akan berkaitan dengan masalah musik, perkembangan konser, dan pendidikan," lanjutnya.
Mengenai Gubernur DKI Jakarta, Joko Widodo atau Jokowi, disebut-sebut paling diunggulkan untuk menduduki kursi RI 1, Syaharani berharap Jokowi akan didampingi oleh seorang wakil presiden yang paham soal teritori dan ketahanan negara.
"Perlu pendamping kali ya buat mengimbanginya, buat yang mengerti teritori. Pertahanan negara penting banget," tekannya.
"Saya memandangnya begitu, untuk negara kepulauan yang lebar dan hasilnya (kekayaan alamnya) diincar negara lain, apalagi belum ada kemapanan teknologi. Jadi, menurut saya, harus ada keseimbangan," sambungnya.
Lepas dari itu, Syaharani tetap mengikuti pemberitaan sambil menunggu siapa yang akan terpilih memimpin negara ini selama lima tahun ke depan.
"Saya juga ngikutin perkembangan, sebab saya enggak mau jadi warga negara yang tolol, saya enggak mau apatis. Meskipun suara gue hanya dihitung satu suara dibanding para pejuang politik itu, tapi gue punya harapan buat negara ini," ujarnya.