Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Seleb

Lokananta dan Bengawan Solo Sejarahmu Dulu

Tahukah juga Anda, seberapa bersejarah tempat rekaman itu maupun nasibnya kini?

Editor: Robertus Rimawan
zoom-in Lokananta dan Bengawan Solo Sejarahmu Dulu
IST
Di ruang studio rekaman Lokananta, Band White Shoes & Couples Company dan Pandai Besi menelurkan karya melalui alat-alat yang telah legendaris dari awal mulai berdirinya perusahaan ini. 

Salah satu dari mereka adalah David Tarigan dari Irama Nusantara.

Sekelompok anak muda tersebut memulai gerakan sosial berlandaskan kesadaran tentang pengarsipan dan pelestarian data musik populer Indonesia.

"Kami ingin melestarikan karya-karya musik asli Indonesia yang semakin sulit dicari. Dengan adanya pengarsipan ini masyarakat Indonesia akan dengan mudah menemukannya. "

"Selain itu kami ingin masyarakat Indonesia saat ini tahu seperti apa perkembangan dunia permusikan di Indonesia, sehingga mereka bisa lebih menghargainya," ungkap David dari Irama Nusantara. 

Mula-mula, Irama Nusantara mengumpulkan data dan mendata semua rekaman fisik musik populer.

Tak terkecualikan adalah semua informasi terkait sang artis hingga perusahaan rekamannya.

Seluruh data tersebut kemudian diubah menjadi data digital yang diunggah ke situs mereka, iramanusantara.com.

Rencananya, mereka bakal melanjutkan proyek ini dengan membangun sentra media berisi diorama, perpustakaan musik, kafe, studio, sekaligus auditorium. 

“Kami beri servis bagi siapa pun yang butuh data-data tersebut,” kata David, dalam cuplikan video yang diunggah di situs indonesiadigitalnation.com.

“(Untuk) anak muda yang ingin tahu tentang musik populer Indonesia, orang tua yang ingin nostalgia, bahkan kami sendiri karena kami suka,” lanjut dia. 

David mengatakan, proses pengumpulan piringan hitam, termasuk dari Lokananta, tidaklah mudah. “Sulit didapat, nyaris punah bahkan,” ujar dia.

Berita Rekomendasi

Dari satu per satu keping piringan hitam yang didapat itu, lanjut dia, Irama Nusantara pindahkan ke format digital, untuk kemudian diunggah ke situs mereka dan bisa diakses dari seluruh belahan bumi.

“Ini konsep gila,” aku dia.

Setidaknya, asa David bertaut pada sekelompok anak muda yang lain.

Pada 2012, misalnya, berlangsung festival untuk menghidupkan kembali cikal-bakal industri musik Indonesia ini, Festival Lokananta.

Bersama festival  yang menghadirkan dua panggung bersamaan tersebut, digelar pula workshop rekaman, pameran foto konser, dan pemutaran film dokumenter musik.

Seperti dikutip Antara pada saat itu, Ketua Penyelenggara Festival Lokananta, Stefanus Aji, menyatakan artis papan atas pada masanya mulai Bing Slamet dan Lilis Suryani, hingga dalang Ki Narto Sabdo dan pelawak Basyo pernah meninggalkan jejak suara di antara lantai dan langit-langit Lokananta.

"(Festival ini) semua untuk menghidupkan kembali Lokananta yang dulunya cikal bakal industri rekaman musik di Indonesia," kata Aji.

Terlebih lagi, peralatan musik di tempat rekaman tersebut tak kehilangan kualitas internasionalnya meski tergilas waktu.

Langkah David, Aji, dan para pencinta Lokananta maupun karya anak-anak bangsa serupa, tidak semestinya berhenti.

Kemajuan teknologi informasi—berupa kehadiran era internet dan digital—juga dapat menjadi jalan pelestarian jejak-jejak sejarah bangsa seperti ini, yang bisa jadi menjadi inspirasi untuk mewujudkan karya besar lain di kemudian hari. 

David sudah berkisah lewat indonesiadigitalnation.com.

Dia menjadi satu dari 60 orang yang berbagi inspirasi tentang pemanfaatan teknologi informasi, internet, dan dunia digital bagi upaya mendongkrak produktivitas anak negeri.

Halaman
123
Sumber: Kompas.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas