Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Seleb

Gloria: 'Saya Tidak Memilih Perancis, Karena Darah dan Nafas Saya untuk Indonesia'

Gloria sempat menuliskan surat pernyataan bahwa dirinya merupakan warga negara Indonesia.

Penulis: Rendy Sadikin
zoom-in Gloria: 'Saya Tidak Memilih Perancis, Karena Darah dan Nafas Saya untuk Indonesia'
FACEBOOK/GLORIA NATAPRADJA HAMEL
Gloria Natapradja Hamel. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Nasib malang dialami oleh Gloria Natapradja Hamel.

Setelah sempat dinyatakan lolos menjadi Pasukan Pengibar Bendera Pusaka (Paskibraka), Gloria kemudian digugurkan.

Alasannya, Gloria telah memiliki paspor Prancis, sehingga dia dianggap bukan warga negara Indonesia.

Namun sebelumnya Gloria sempat menuliskan surat pernyataan bahwa dirinya merupakan warga negara Indonesia.

Dalam surat itu, Gloria menyatakan, "Saya ditakdirkan terlahir dari perkawinan antara ibu saya yang bernama Ira Natapradja (Warga Negara Indonesia) dengan Ayah saya yang bernama Didier Hamel (Warga Negara Perancis)."

Lalu, Gloria menyatakan bahwa dirinya sejak lahir sampai saat ini tinggal di Indonesia dan mengikuti pendidikan sejak TK, SMP, dan SMA di Indonesia.

Berita Rekomendasi

"Bahwa saya tidak pernah memilih kewarganegaraan Perancis karena darah dan nafas saya untuk Indonesia tercinta," tertera dalam surat Gloria.

Kemudian, dikatakan pula, sesuai dengan pasal 4 huruf d UU No. 12 Tahun 2006, Gloria mengaku warga negara Indonesia, serta sesuai dengan pasal 21 UU No. 12 Tahun 2006, maka saya adalah Warga Negara Indonesia.

"Maka dengan ini saya menyatakan kepada yang mulia Presiden RI Bapak Ir. H. Joko Widodo, saya warga negara Indonesia dan memilih kewarganegaraan Indonesia serta akan tetap menjadi warga negara Indonesia karena Indonesia adalah tanah tumpah darah saya," demikian pernyataan Gloria.

Berbeda dengan kasus Arcandra

"Pencoretan Gloria dari peserta Paskibraka adalah bentuk pelemahan spirit nasionalisme yang sudah tertanam di hati Gloria serta anak-anak Indonesia yang dilahirkan dari darah blasteran."

Demikian ditegaskan anggota DPR RI Masinton Pasaribu menilai penanganan status kewarganegaraan Gloria Natapradja Hamel yang digugurkan dari Pasukan Pengibar Bendera Pusaka (Paskibraka) 2016.

Karena dia mengingatkan penanganan kasus status kewarganegaraan Menteri ESDM Archandra Tahar dengan Gloria Natapradja Hamel harus dibedakan.

Politikus PDI Perjuangan itu tegaskan Arcandra adalah kategori orang dewasa dan berkaitan dengan status jabatan menteri sebagai pejabat negara yang diatur jelas dan tegas dalam UU Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara.

Pada pasal 22 dijelaskan untuk dapat diangkat menjadi Menteri, seseorang harus memenuhi persyaratan yakni Warga Negara Indonesia.

Sedangkan status kewarganegaraannya Arcandra diatur dalam UU Nomor 12 tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia.

Pasal 23 WNI kehilangan kewarganegaraannya jika yang bersangkutan, memperoleh Kewarganegaraan lain atas kemauannya sendiri, tidak menolak atau tidak melepaskan Kewarganegaraan lain, sedangkan orang yang bersangkutan mendapatkan kesempatan untuk itu.

Berbeda untuk Gloria. Meskipun, kata Masinton, ayah Gloria berkebangsaan Prancis, namun karena usianya belum mencapai 18 tahun dan belum menikah.

"Maka Negara kita harus memperlakukan Gloria Natapradja Hamel sebagai Warga Negara Indonesia," tegas Masinton kepada Tribunnews.com, Senin (15/8/2016).

Dalam UU Nomor 12 tahun 2006 jelas diatur dalam pasal 4 huruf (d), "Warga Negara Indonesia adalah anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah warga negara asing dan ibu Warga Negara Indonesia".

Bahwa dalam pasal 6 ayat 1 "dalam hal status kewarganegaraan RI terhadap anak sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 huruf c, huruf d, huruf h, huruf i, dan pasal 5 berakibat anak berkewarganegaraan ganda, setelah berusia 18 tahun atau sudah kawin anak tersebut harus menyatakan memilih salah satu kewarganegaraannya".

Dan Gloria sudah menegaskan sikap kewarganegaraannya dengan menyatakan bahwa dia akan memilih warga negara Indonesia saat berusia 17 tahun dan akan membuat KTP.

"Meskipun kita menganut Kewarganegaraan tunggal, namun UU Kewarganegaraan kita juga mengatur dwi kewarganegaraan secara terbatas, khususnya untuk anak usia dibawah 18 tahun dan belum menikah," ujarnya.

Karenanya dia menilai harusnya Menteri Sekretaris Negara bisa membaca teliti dan jeli UU Kewarganegaraan dan Paskibraka bukanlah pejabat negara.

Dan ini berbanding terbalik dengan Arcandra yang notabene adalah menyangkut status kewarganegaraan dan pengangkatannya sebagai Menteri atau pejabat negara yang juga diatur oleh mekanisme perundang-undangan.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas