Melalui Komisi X DPR RI, Parfi 56 kritisi UU Perfilman
Sebagai salah satu langkah cepat dalam mengemban tugas sebagai Ketua Umum Persatuan Artis Film Indonesia 1956, aktris Marcella Zalianty
Editor: FX Ismanto
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fx Ismanto
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sebagai salah satu langkah cepat dalam mengemban tugas sebagai Ketua Umum Persatuan Artis Film Indonesia 1956, aktris Marcella Zalianty pada hari Selasa, (24/11/2016) menghadiri undangan Komisi X DPR RI. Marcella bersama pengurus besar Parfi 56 seperti aktor Ray Sahetapi, pengacara Gusti Randa, Wanda Hamidah, Nunu Datau, Ade Muftin, Inggrid Kansil dan anggota DPR RI, Ferdiansyah, Venna Melinda dan hadir pula produser Chand Parwez melakukan rapat tertutup membahas dan memberi masukan seputar revisi Undang Undang Perfilman Indonesia dengan wakil rakyat dari Komisi X DPR RI. Rapat tersebut dilakukan beberapa jam.
"Ini adalah action kami Parfi 1956 sejak pengukuhan pengurusnya beberapa waktu lalu, intinya fungsi dan tujuan utama kami adalah selain peningkatan kualitas dan kompetensi, kami juga berfikir bagaimana kesejahteraan para pelaku industri film para aktor turut berkontribusi kepada kemajuan perfilman itu sendiri baik tingkat nasional internasional dan itu harus kita perjuangkan bersama agar perfilman bisa seperti di luar negeri yang sudah mejadi tuan rumah dan tidak hanya alat diplomasi budaya juga mempromosikan negara dan pariwisata negaranya, lalu dari sdm nya juga berkualitas dan sejahteran khususnya pekerja seni peran atau aktor film Indonesia dalam hal ini, papar Marcella kepada media.
Peraih Piala Citra 2005 ini menegaskan, pihaknya bersama Komisi X sepakat punya mindset bahwa kebudayaan mestinya sebagai investasi bagi negara ini, bukan sebagai cost. "Dan mesti diperjuangkan bersama tidak hanya pelaku film , terutama pemerintah juga para wakil rakyat," tambah Marcella.
Langkah konkritnya pernah dilakukan sebelum bertemu wakil rakyat adalah Parfi 56 telah bekerjasama dengan pihak BPJS sebagai asuransi yang melindungi para pekerja kreatif yaitu para pekerja seni dan artis. Seluruh anggotanya akan mendapatkan kartu BPJS Ketenagakerjaan secara gratis sampai akhir tahun ini, tahun selanjutnya tentunya iuran mesti ada namun akan dicari skema yang terbaik baik dari bpjs juga asuransi lainnya dan yang terpenting di perhatikan soal perlindungan baik dari sisi asuransi maupun hukum. Langkah tersebut diambil sebagai salah satu action bahwa Parfi 56 membawa angin segar bagi para pekerja seni peran diseluruh Indonesia.
"Disini para anggota pertama parfi sampi akhir tahun ini diberikan kartu asuransi ketenaga kerjaan ekonomi kreatif bebas iuran, perlindungan dari ketenagakerjaan untuk para pekerja kratif yang biasanya usianya diatas 56 tahun tidak bisa ditanggung asuransi tapi alhamdulillah melalui parfi56 aktor usia diatas 56 th yang masih aktif dapat diberikan dan beberapa waktu lalu pemberian kartu itu secara simbolis sudah diberikan kepada aktor senior sekaligus dewan kehormatan parfi56 pak Dedi Sutomo," tambah Marcella.
Wakil ketua Komisi X Ferdiansyah SE, MM mengatakan, pihaknya bertemu dengan Parfi 56 adalah untuk meminta masukan apakah UU Perfilman Indonesia layak atau tidaknya untuk di revisi. "Dan saya bilang itu sangat bisa dilakukan dengan melihat dan dapat dari masukan-masukan dari Parfi 56 dan masyarakat para pekerja kreatif, disini kebetulan komisi x juga menangani departemen kesenian dan kebudayaan. Kami disini sepakat, yang namanya budaya adalah investasi itu terbukti dibeberapa negara disana bahwa industri film yang sudah di investasi yang cukup mereka berkembangnya dan menguasai dunia," papar Ferdiansyah. Karena itu, Indonesia juga bisa seperti itu dengan diawali revisi UU Perfilman.
Harapanya usai bertemu komisi X, Marcella dan seluruh pengurus PB ingin Parfi 56, tidak hanya menjadi rumah atau wadah para aktor yang profesional namun juga mampu memberikan added value yang nyata bagi anggotanya. Dan komisin x, dalam hal ini konkrit memperjuangkan film nasional juga manusia nya dalam pekerja film nya sehingga film nasional yang sudah menjadi soft power dan memberi kontribusi pada perekonomian nasional bisa lebih sehat ekosistemnya dan lebih maju industrinya. "Yang terpenting, jangan sampai ada kehampaan menunggu proses revisi uu, sementara ada poin-poin pasal
dalam UU yang sudah baik sehingga untuk semua hal terkait disitu dapat dibuatkan terlebih dahulu PP atau pun Peraturan Mentri-nya, karena selama ini meski ada UU perfilman namun PP dan Permen-nya tidak ada dan ini mesti kita dorong bersama," tandas Marcella.