Jeremy Wallach, 'Professor Dangdut' dari Amerika Serikat
Sebelum ke ke Indonesia, ia sudah lebih dulu membaca beberapa tulisan tentang musik populer di Indonesia dari beberapa peneliti asing lain
Penulis: Gita Irawan
Editor: Choirul Arifin
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Gita irawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Musik dangdut yang sangat populer di Indonesia teryata menarik perhatian peneliti berkebangsaan Amerika Serikat. Dia datang ke Indonesia meneliti musik ini dan merasakan asyiknya berjoget, nyawer, sampai nongkrong di Poskamling menyimak alunan musik dangdut bersama warga.
Peneliti tersebut adalah seorang professor etnomusikologi bernama Jeremy Walllach. Dia mengajarkan musik dangdut dan musik populer di kampusnya, Bowling Green State University, Ohio, AS.
Sebelum ke ke Indonesia, ia sudah lebih dulu membaca beberapa tulisan tentang musik populer di Indonesia dari beberapa peneliti asing lain seperti Andrew N Weintraub yang menulis tentang dangdut sebagai musik paling populer di Indonesia dan William Frederick yang meneliti soal Rhoma Irama.
Jeremy datang pertama kali ke Indonesia tahun 1997 – 2001. Dalam sejarah Indonesia, masa itu adalah masa peralihan kekuasaan rezim Orde Baru ke Reformasi.
Masa itu sendiri menjadi penting bagi Jeremy karena dia dapat melihat bagaimana musik dangdut tetap bisa membangun solidaritas terhadap rakyat yang tidak terpengaruh dengan cara pandang “pembangunanisme” ala Soeharto.
Sebagai seorang etnomusikolog yang pekerjaannya meneliti musik-musik di masyarakat wilayah Asia tenggara khususnya Indonesia, salah satu temuan Jeremy di Indonesia adalah ia melihat bahwa rakyat di Indonesia adalah rakyat yang “cair” dan tidak kaku seperti di tempat asalnya Amerika.
“Kalau di sini kita bisa nongkrong sampai pagi. Main gitar di pinggir jalan malam-malam. Kalo di tempat asal saya nggak bisa main musik di tempat umum. Polisi pasti datang,” ujar Jeremy dalam wawancara dengan Tribunnews di Arion Swiss-Belhotel Kemang, Jakarta Selatan, Sabtu (8/7/2017).
Selain dangdut, Jeremy juga meneliti musik populer lain di Indonesia pada rentang waktu 1997-2001 seperti musik underground, punk dan metal.
Hasil penelitiannya itu juga telah diterbitkan dalam bahasa asing dengan judul Modern Noise, Fluid Genres: Popular Music in Indonesia, 1997-2001.
Baca: Peneliti AS: Musik Dangdut Menjaga Identitas Nasional Rakyat Indonesia
Baca: Mengapa Musik Dangdut Jadi Favorit Ibu Rumah Tangga? Profesor Asal Amerika Ini Punya Jawabannya
Secara umum, penelitian Jeremy memperlihatkan bahwa musik-musik populer di Indonesia seperti dangdut yang sering dianggap kampungan oleh orang Indonesia sendiri termasuk ke dalam musik modern yang dapat dianggap sebagai simbol identitas nasional rakyat Indonesia yang “cair” dan beragam.
Selama melakukan penelitiannya di Indonesia, ia juga mengungkapkan bahwa tidak ada kendala yang berarti meski ia harus sering datang ke banyak konser dangdut, klub malam, atau nongkorng bersama masyarakat kelas menengah di Jakarta.
“Orang bule kebanyakan mungkin takut buat datang ke konser, produser dangdut juga. Tapi saya harus melakukannya untuk menyelesaikan penelitian saya. Dan tidak ada masalah. Masalah kalau konser itu kalau rokokan waktu joget. Pak! kena rokok, bisa berkelahi,” ujar peneliti yang pernah menulis artikel dangdut dan metal di ensiklopedia musik populer dunia yang diterbitkan di London ini.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.