Psikolog Ini Sebut PMS Bagi Perempuan Cuma Mitos
Ada sebanyak 150 gejala fisik dan emosional yang dianggap muncul ketika perempuan mengalami PMS.
Editor: Hasiolan Eko P Gultom
Jadi, mereka menggunakan PMS, “Sebagai kartu bebas keluar dari penjara,” ujar DeLuca.
Ia juga menegaskan bahwa perubahan hormonal yang rutin datang tiap bulan itu belum cukup mampu untuk menghambat aktivitas sehari-hari.
“(Perubahan) hormonal yang menyebabkan beberapa gejala fisik dan emosional—bisa kram, kembung, atau stres—tentu saja tidak sampai membawa kita pada masalah besar. Dari situlah mitos itu ada, dan itu tidak benar,” jelas DeLuca.
Intinya, ia ingin menekankan bahwa siklus hormonal seperti menstruasi, kehamilan, dan menopause tidak berpengaruh terhadap mental kita, mental perempuan.
Meski begitu, banyak profesional kesehatan yang tidak sepakat dengan hipotesis yang disampaikan DeLuca.
Seorang profesor kesehatan perempuan Joyce Harper mengatakan, adalah fakta bahwa perubahan hormonal mempengaruhi mood.
Lepas dari itu, gagasan kontroversial yang menyebut bahwa PMS adalah mitos bukanlah hal yang baru.
Sebuah studi yang terbit tahun 2012 di majalah Gender Medicine mengatakan, hubungan antara suasana hati yang negatif dan siklus haid sangat lemah.
Sebuah tim peneliti di University of Toronto, yang dipimpin Dr. Sarah Romas, mengamati 47 penelitian antara 1971 hingga 2007.
Dari situ mereka tidak menemukan bukti yang kuat yang mendukung adanya sindrom suasana hati buruk pramenstruasi yang spesifik.
Meski begitu, temuan ini, oleh National Health Service (NHS) disebut sebagai sekadar opini alih-alih hasil penelitian medis yang penting. Moh Habib Asyhad/Intisari-online.com