Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Seleb

Srimulat Butuh Markas Baru. Surabaya dan Solo Dua Kota Terbaik

Surabaya dan Solo adalah dua kota terbaik sebagai panggung utama Srimulat untuk menjaga eksistensinya

Penulis: Dennis Destryawan
Editor: Deodatus Pradipto
zoom-in Srimulat Butuh Markas Baru. Surabaya dan Solo Dua Kota Terbaik
Tribunnews/Jeprima
Penulis Herry Janarto menunjukkan buku karyanya yang berjudul ''Teguh Srimulat Berpacu Dalam Komedi dan Melodi'' di sela-sela wawancara khusus oleh tim Tribunnews di kawasan Senayan, Jakarta Pusat, Jumat (26/7/2019). Pada kesempatan tersebut Herry Janarto bercerita mengenai sejarah dari kelompok lawak Indonesia yang didirikan oleh Teguh Slamet Rahardjo di Solo pada 1950 yakni Srimulat. Tribunnews/Jeprima 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Agar bisa terus beregenerasi dan tetap eksis, Srimulat harus memiliki panggung fisik. Surabaya dan Solo adalah dua kota terbaik sebagai tempat berdirinya panggung tersebut karena memiliki nilai historis yang kental dengan nama besar Srimulat.

Hal tersebut dikatakan oleh Herry Gendut Janarto, penulis buku Teguh Srimulat Berpacu dalam Komedi dan Melodi kepada Tribun Network, Jumat (26/7) di Jakarta. Herry menilai Srimulat membutuhkan sebuah panggung fisik untuk mempertahankan eksistensinya. Surabaya, Jakarta, Semarang atau Solo adalah kota-kota yang dia rekomendasikan.

"Jelas, kalau Surabaya dan Solo itu merupakan kota bersejarah bagi Srimulat. Dua kota itu punya nilai historis. Tentu satu kota saja cukup," ujar Herry.

Raden Ayu Srimulat dan Teguh Slamet Rahardjo awalnya berdomisili di Solo kemudian menetap di Surabaya. Herry menuturkan Teguh dan Srimulat bersama para anak buahnya dari masa ke masa berkiprah di dalam satu rombongan lawak dan musik.

Ketika Sang Pencipta memanggil mereka berdua, Teguh dan Srimulat dikebumikan di Bonoloyo, Solo. Begitu pula Djudjuk Djuariyah, istri kedua Teguh. Djudjuk bahkan dikebumikan satu liang lahat dengan Teguh.

Penulis Herry Janarto saat ditemui oleh tim Tribunnews di kawasan Senayan, Jakarta Pusat, Jumat (26/7/2019). Pada kesempatan tersebut Herry Janarto bercerita mengenai sejarah dari kelompok lawak Indonesia yang didirikan oleh Teguh Slamet Rahardjo di Solo pada 1950 yakni Srimulat. Tribunnews/Jeprima
Penulis Herry Janarto saat ditemui oleh tim Tribunnews di kawasan Senayan, Jakarta Pusat, Jumat (26/7/2019). Pada kesempatan tersebut Herry Janarto bercerita mengenai sejarah dari kelompok lawak Indonesia yang didirikan oleh Teguh Slamet Rahardjo di Solo pada 1950 yakni Srimulat. Tribunnews/Jeprima (Tribunnews/Jeprima)

Bagaimana dengan Surabaya? Menurut Herry Kota Pahlawan sangat bagus untuk menjadi markas Srimulat di masa mendatang. Selain termasuk kota besar, Srimulat pertama kali menetap di satu panggung di Surabaya pada 1961, tepatnya di Taman Hiburan Rakyat.

Namun demikian, bukan berarti Srimulat tidak akan menghadapi sebuah persoalan. Herry menilai persoalannya adalah kemampuan Srimulat saat ini bangkit dan berdiri di suatu tempat secara menetap.

Berita Rekomendasi

"Boleh jadi, mungkin dalam seminggu cukup pentas dua atau tiga kali saja. Kalaupun dalam seminggu, bisa sekali pentas sudah bagus. Misalnya Sabtu malam," kata Herry yang menulis buku Teguh Srimulat untuk mengabadikan Srimulat.

Pada masa kejayaannya, Srimulat pentas setiap Senin hingga Sabtu malam, baik di Jakarta, Surabaya, Semarang maupun Solo. Setiap Senin atau Kamis cerita yang mereka bawakan seputar hantu dan drakula. Sebuah kemasan cerita yang menyeramkan, namun tetap jenaka.

Penulis Herry Janarto menunjukkan buku karyanya yang berjudul ''Teguh Srimulat Berpacu Dalam Komedi dan Melodi'' di sela-sela wawancara khusus oleh tim Tribunnews di kawasan Senayan, Jakarta Pusat, Jumat (26/7/2019). Pada kesempatan tersebut Herry Janarto bercerita mengenai sejarah dari kelompok lawak Indonesia yang didirikan oleh Teguh Slamet Rahardjo di Solo pada 1950 yakni Srimulat. Tribunnews/Jeprima
Penulis Herry Janarto menunjukkan buku karyanya yang berjudul ''Teguh Srimulat Berpacu Dalam Komedi dan Melodi'' di sela-sela wawancara khusus oleh tim Tribunnews di kawasan Senayan, Jakarta Pusat, Jumat (26/7/2019). Pada kesempatan tersebut Herry Janarto bercerita mengenai sejarah dari kelompok lawak Indonesia yang didirikan oleh Teguh Slamet Rahardjo di Solo pada 1950 yakni Srimulat. Tribunnews/Jeprima (Tribunnews/Jeprima)

Peluang generasi mendatang menyaksikan kekhasan Srimulat terbuka lebar. Di Surabaya saat ini sebenarnya masih ada himpunan anggota Srimulat, baik pelawak, pemusik maupun penyanyi. Jumlahnya mencapai 20 orang. Mereka masih eksis dan secara berkala sering pentas. Mereka sering pentas di Gedung Balai Pemuda.

Herry menuturkan penonton Srimulat penuh saat mereka pentas di Gedung Balai Pemuda pada 23 Maret 2019. Pada Juni lalu Srimulat naik panggung di Malang selama 10 malam.

"Para awak Srimulat Surabaya itu ternyata masih mampu menjambret perhatian penonton yang hadir secara gratis di taman hiburan dan bermain itu. Sejumlah pemusik dan biduan Srimulat ternyata masih tetap berkilat dan memikat. Tentu juga sajian lawaknya," tutur Herry.

Herry menyebutkan sejumlah nama pelawak Srimulat Surabaya yang memiliki kemahiran mengocok perut kelas wahid. Mereka antara lain Silo, Insaf, Eko, Okta, Miarsih dan beberapa pelawak lain. Untuk sektor musik, Herry menilai kekompakan dan keterampilan para pemusik Srimulat sangat baik.

"Penyanyi eksentriknya adalah Rani Laras Ati. Dia dalam balutan rok yang kedodoran juga make up yang supermenor serta rambut dikepang dua dalam posisi miring ternyata mampu membawakan lagu Barat yang sulit milik Dream Theater ataupun Bon Jovi," ujar Herry lalu memberi info Srimulat akan tampil di Balai Pemuda pada 10 Agustus 2019 mendatang.

MAMIEK PRAKOSO MENINGGAL DUNIA - Pelawak senior group Srimulat Mamiek Prakoso meninggal dunia karena sakit yang dideritanya, Minggu (3/8/2014) di RS Brayat Minulya, Solo, Jateng. (Tribunnews.com/Fx Ismanto)
MAMIEK PRAKOSO MENINGGAL DUNIA - Pelawak senior group Srimulat Mamiek Prakoso meninggal dunia karena sakit yang dideritanya, Minggu (3/8/2014) di RS Brayat Minulya, Solo, Jateng. (Tribunnews.com/Fx Ismanto) (Tribunnews.com/Fx Ismanto)

Tak sekadar panggung fisik, Herry juga menyarankan manajemen Srimulat merekrut pelawak baru. Cara perekrutan bisa dilakukan melalui lomba lawak model Srimulat seperti yang pernah dilakukan di sebuah stasiun televisi swasta beberapa tahun lalu.

"Selain itu tak ada salahnya manajemen Srimulat mencoba merangkul pelawak yang mulai punya nama dari grup ludruk, ketoprak dan lainnya," kata Herry yang sedang menyiapkan buku kedua soal Srimulat.

Memberikan panggung kepada pelawak-pelawak senior Srimulat juga hal yang bisa dilakukan untuk mempertahankan eksistensi Srimulat. Tessy, Tarzan, Polo, Kadir, Tukul Arwana, Rohana dan Nunung bisa kembali ke atas panggung Srimulat secara bergiliran. Menurut Herry kombinasi antara pelawak rekrutan anyar, pelawak Srimulat Surabaya dan pelawak-pelawak senior akan membuahkan hasil yang baik dan memuaskan.

"Dengan demikian regenerasi pelawak di lingkup Srimulat akan tercipta, bahkan sudah tercipta sendiri dan pada gilirannya keberadaan mereka akan terus berlangsung dari waktu ke waktu," ujar Herry. 

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas