Tahu Mas Didi Kempot Meninggal, Saya Nangis dari Pukul 4 sampai 11
Syok. Begitulah satu kata untuk menggambarkan suasana batin warga Suriname saat mendengar Didi Kempot meninggal dunia, Selasa (5/5/2020).
Editor: Suut Amdani
TRIBUNNEWS.COM, YOGYA - Syok. Begitulah satu kata untuk menggambarkan suasana batin warga Suriname saat mendengar Didi Kempot meninggal dunia, Selasa (5/5/2020).
Ketika kabar itu beredar, waktu di Suriname sudah larut malam. Murni Dasai, adalah satu di antara orang yang syok. Ia terlambat mengetahui kabar itu.
Waktu itu Murni sudah tidur. Pagi-pagi buta ia terbangun, mendapati ponselnya panas. Rupanya ada begitu banyak pesan dan panggilan masuk
"Nah...pas bangun tidur saya liat hp saya kok ‘hot’ banget. Ternyata ada berita yg sangat bikin sedih," ungkap Murni.
Baca: Puluhan Penyanyi Suriname Kolaborasi Bikin Klip Video Layang Kangen Didi Kempot
"Saya nangis dari jam 4 pagi sampai jam 11. Shock banget, ngga mau percaya," lanjutnya dalam percakapan WA bersama Tribunnews.com, Senin (11/5/2020) pagi WIB.
Waktu di Paramaribo, Suriname, saat obrolan berlangsung, sudah menjelang tengah malam. Murni mengaku ia tadinya sudah bersiap tidur.
Tapi istri Marciano Dasai, Kepala Jurusan Teknik Infrastruktur di Anton de Kom University of Suriname, masih bersedia menjawab beberapa pertanyaan yang diajukan.
Empat tahun tinggal di Kota Yogya menemani suaminya yang S2 dan S3 di UGM, membuat Murni Dasai fasih berbahasa Indonesia dan Jawa.
Ia lalu bercerita bagaimana awalnya ia sama sekali tidak ngefans pada Didi Kempot. Tapi lingkungan keluarga, baik papanya maupun papa mertua, sangat menggemari Didi Kempot.
Kedua papanya itu kini sudah almarhum. "Jadi kalau ndengerin musiknya dan Mas Didi Kempot nembang, ya karena terpaksa," aku Murni.
Lalu saat tinggal mendampingi suaminya di Kota Yogya pada 2007, ia bepergian ke Kota Solo. Mereka diajak seorang temannya, bertemu Didi Kempot.
"Diajak makan soto Solo karo (sama) sate brutu," kenangnya sembari membuat emoticon menutup mata dan tertawa. Sate brutu itu sate bagian ujung pantat ayam.
"Abis pertemuan itu kami berteman. Mas Didi pesan, kalau kami ke Solo lagi disuruh ngebel (telepon) beliau," lanjut Murni yang sangat terkesan dengan pertemuan itu.
Setelah itu mereka tidak pernah kontak lagi, karena Didi Kempot juga sibuk pentas di berbagai tempat. Pada 2009, papa mertua Murni berlibur ke Yogyakarta.
"Kami jalan ke Solo dan untungnya Mas Didi lagi di kota dan ingin bertemu ama papa mertua karena dah tahu. Kan tiap kali kalo mas Didi ke Suriname, papa mertua suka ke backstage utk ambil foto," katanya.
Tahun berikutnya, 2010, Didi Kempot datang di Suriname, diundang buat pentas. Murni waktu itu sudah pulang, lalu bertemu kembali dengan maestro campur sari modern itu.
Kunjungan Didi Kempot bersamaan dengan peristiwa meletusnya Gunung Merapi. Murni dan teman-teman sesama alumni pelajar, mahasiswa yang pernah tinggal di Indonesia, menggelar meet and greet sekaligus penggalangan dana.
"Mas Didi kita undang. Kami berhasil mengumpulkan uang sebesar $ 7.000, cukup untuk belikan material bangun rumah, alat-alat dapur bagi para ibu, dan alat-alat sekolah buat anak-anak 3 desa di Magelang," lanjut Murni yang mengelola sebuah pusat kebugaran ini.
Ia menambahkan, popularitas Didi Kempot di Suriname luar biasa. Hampir semua orang mengenalnya. Sosoknya juga sederhana, ramah, mau bertegur sapa dengan siapa saja tanpa membeda-bedakan.
"Setiap kali kalau Mas Didi ke Suriname, orang sini suka," imbuh Murni Dasai. Ia terakhir berjumpa Didi Kempot saat Konser Layang Kangen 2018 di Paramaribo.
"Kali terakhir ketemu Mas Didi itu show terakhir di Suriname. Saya dan teman saya dikasih kesempatan jadi MCnya," kata Murni yang dalam video rekaman konser itu mengenakan baju kebaya hijau saat di panggung.
Baginya pertunjukan Didi Kempot itu sangat mengesankan. Penontonnya berjubel, memenuhi gedung besar lokasi show. Bahkan, Presiden Suriname juga hadir.
"Kita semua di Suriname seneng karo mas Didi. Seneng karo musiknya. Dan pasti akan kangen ama Mas Didi," sebut Murni dalam bahasa campur Jawa Indonesia.
"Bagi kami orang Suriname, Mas Didi juga orang Suriname," tegasnya menunjukkan betapa dalam sosok Didi Kempot memenuhi dahaga kerinduan warga keturunan Jawa di Suriname.
Warga etnis Jawa dan keturunan Jawa karena sudah ada kawin campur dengan etnis lain, cukup dominan di negara di kawasan Amerika Selatan.
Tokoh-tokoh keturunan Jawa menempati posisi yang cukup menentukan di pemerintahan maupun parlemen. Juga di sektor ekonomi bisnis, pendidikan dan dunia hiburan.
Sejarah panjang kehadiran etnis Jawa di Suriname bermula ketika kolonialis Belanda mendatangkan buruh atau kuli kontrak perkebunan di negara itu.
Rombongan pertama kuli kontrak dari Jawa dikapalkan ke Suriname pada 1890. Mereka dipilih setelah perbudakan dilarang. Sebelumnya kolonialis mempekerjakan budak dari India.
Angkatan pertama kuli kontrak Jawa di Suriname berjumlah 100 orang Jawa, ditempatkan di Marienburg, perkebunan tebu terbesar di Suriname.
Periode 1890-1916, rerata orang Jawa datang ke Suriname berjumlah 700 orang per tahun. Jumlahnya berlipat pada 1916 setelah pekerja kontrak India-Britania tak lagi dipakai.
Menjelang pecah Perang Dunia II, jumlah kuli kontrak Jawa di Suriname mencapai 30 ribu orang. Ketika perang berakhir, 7.684 orang kembali ke tanah air.
Sisa yang tinggal di Suriname inilah yang berkembang, beranakpinak, kawin mawin, kawin campur dengan etnis lain.
Atau merantau ke Holland, dan membangun Suriname yang multietnis multikultur seperti sekarang.
Selain klip video karya Murni Dasai dan kawan-kawan, kenangan pada almarhum Didi Kempot juga ditunjukkan penyanyi muda Suriname, Angel Valery Tawiredjo.
Tiga hari lalu ia menyanyikan tembang hits Pamer Bojo karya Didi Kempot. Rekaman suaranya diunggah di channel You Tube Valery. (Tribunnews.com/Setya Krisna Sumarga)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.