Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Seleb

Sapardi Djoko Damono Meninggal Dunia, Sosoknya Dikenal Senang Berbagi dengan Anak Muda

Sosok Sapardi Djoko Damono dikenal senang berbagi dan mengobrol dengan anak-anak muda. Begini ungkapan ilustrator sampul buku 'Menghardik Gerimis'

Penulis: Widyadewi Metta Adya Irani
Editor: Garudea Prabawati
zoom-in Sapardi Djoko Damono Meninggal Dunia, Sosoknya Dikenal Senang Berbagi dengan Anak Muda
Tribunnews.com/Nurul Hanna
Sapardi Djoko Damono dalam wawancara di gedung Kompas Gramedia, Jakarta Pusat, Jumat (27/10/2017). 

TRIBUNNEWS.COM - Kepergian Sapardi Djoko Damono meninggalkan bekas di hati para penggemar dan orang-orang yang mengenalnya.

Seperti yang diketahui, Sapardi Djoko Damono alias SDD, dikabarkan meninggal dunia pagi ini, Minggu (19/7/2020).

Na'imatur Rofiqoh, ilustrator sampul buku 'Menghardik Gerimis' karya Sapardi, mengungkapkan tentang sosok Sapardi yang ia kenal.

Menurut Na'im, Sapardi merupakan sosok yang harmonis dan menyenangkan.

"SDD bagiku sosok yang humoris dan menyenangkan," ungkap Na'im saat dihubungi Tribunnews.com, Minggu siang.

Baca: Sastrawan Sapardi Djoko Damono Meninggal Dunia, Fiersa Besari: Patah Hati Terdalam dari Kami

Penulis sekaligus ilustrator buku itu mengatakan, Sapardi juga sosok yang senang berbagi dengan anak-anak muda.

Kedekatannya dengan Sapardi bahkan membuatnya merasa Sapardi bukan saja seorang sastrawan senior melainkan sosok kakek baginya.

BERITA TERKAIT

"Dia senang berbagi dan ngobrol panjang dengan anak-anak muda."

"Daripada sastrawan, aku lebih sering merasa dia sebagai kakek yang punya banyak sekali cerita," ujarnya.

Lebih lanjut Na'im pun menceritakan hal-hal yang ia pelajari dari sosok Sapardi.

Baca: Sang Pencipta Hujan di Bulan Juni Berpulang, Ini Profil Sastrawan Sapardi Djoko Damono

Na'im mengungkapkan, Sapardi merupakan sosok generasi tua yang ia harapkan.

Hal ini lantaran, Sapardi tak pernah memandang remeh generasi muda.

Na'im juga menyebutkan, sebagai seorang penulis, Sapardi memiliki etos yang pantas dihormati.

"Dia sosok generasi tua yang aku harapkan, nggak mudah memandang remeh generasi muda, bahkan yang jauh di bawahnya."

"Sebagai penulis, dia punya etos yang pantas dihormati," ungkap Na'im.

Menurut Na'im, hingga hari-hari akhir masa hidupnya, Sapardi masih menulis.

"Apapun yang terjadi, dia masih dan terus menulis."

"Sampai hari-hari akhirnya, dia mengabarkan masih menulis," kata Na'im.

Baca: Sapardi Djoko Damono Meninggal Akibat Penurunan Fungsi Organ

Diketahui dari unggahan terakhir di akun Instagram Sapardi, ia memang sempat mengabarkan pihaknya tengah mengerjakan sebuah novela.

Kabar tersebut ia unggah pada 10 Juni 2020 lalu.

"(WORK IN PROGRESS) Barngkali hidup adalah doa yang panjang dan sunyi adalah minuman keras.

Ia mengangguk, entah kepada siapa," tulis Sapardi bulan lalu.

Sapardi Djoko Damono Dimakamkan Minggu Sore

Sastrawan Sapardi Djoko Damono mengembuskan napas terakhirnya pada Minggu (19/7/2020), sekitar pukul 09.17 WIB.

Menurut keterangan tertulis yang diterima Tribunnews.com, Sapardi meninggal dunia di Eka Hospital BSD, Tangerang Selatan.

Sastrawan kelahiran Surakarta, Jawa Tengah, itu disemayamkan di Kompleks Dosen UI Ciputat,  Jl. Ir . H. Juanda no. 113, Tangerang Selatan.

Rencananya, Sapardi akan dimakamkan pada Minggu sore di Taman Pemakaman Giritama, Giri Tonjong, Bogor, Jawa Barat.

"Sesuai rencana keluarga jenazah akan dimakamkan sore hari ini Bakda Ashar di Taman Pemakaman Giritama, Giri Tonjong, Bogor."

"Dengan segala hormat, pelayat tidak diperkenankan mengantar/hadir di pemakaman, sesuai protokol kesehatan dari pemerintah serta persyaratan dari pihak pemakaman," begitu bunyi pesan yang diterima Tribunnews.com, Minggu siang.

Profil Sapardi Djoko Damono

Dilansir laman gramedia.com, Sapardi Djoko Damono merupakan sastrawan kelahiran Solo, 20 Maret 1940.

Sapardi pun menghabiskan masa mudanya di Solo.

Kecintaannya menulis dimulai sejak bangku SMA, di mana karyanya sudah sering diterbitkan di majalah.

Ketika ia menempuh kuliah bidang bahasa Inggris di Universitas Gadjah Mada (UGM), Sapardi semakin menggeluti dunia menulis.

Sapardi Djoko Damono dalam wawancara di gedung Kompas Gramedia, Jakarta Pusat, Jumat (27/10/2017).
Sapardi Djoko Damono dalam wawancara di gedung Kompas Gramedia, Jakarta Pusat, Jumat (27/10/2017). (Tribunnews.com/Nurul Hanna)

Selama periode ini Pak Sapardi juga terlibat dalam siaran radio dan teater.

Karier sastra Sapardi pun terus berkembang.

Sapardi sempat menjadi Direktur Pelaksana Yayasan Indonesia yang menerbitkan majalah sastra Horison.

Sementara itu, sudah tak terhitung berapa banyak penghargaan yang dianugerahkan kepadanya.

Kecintaan Sapardi pada dunia sastra ia dedikasikan dengan mengajar di sejumlah tempat, termasuk Madiun, Solo, Universitas Diponegoro Semarang, Fakultas Sastra Universitas Indonesia, hingga Institut Kesenian Jakarta.

Baca: Sapardi Djoko Damono Meninggal Akibat Penurunan Fungsi Organ

Sapardi juga sempat menjadi dekan dan guru besar.

Dilansir Wikipedia, Sapardi merupakan satu di antara pendiri Yayasan Lontar.

Sapardi menikah dengan Wardiningsih dan dikaruniai seorang putra dan seorang putri.

Sajak-sajak Sapardi telah diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa, termasuk bahasa daerah.

Tidak hanya aktif menulis puisi, Sapardi juga produktif dalam menciptakan karya cerita pendek.

Selain itu, ia juga menerjemahkan berbagai karya penulis asing, menulis esai, serta menulis sejumlah kolom/artikel di surat kabar, termasuk kolom sepak bola.

Baca: Profil Sapardi Djoko Damono, Pujangga Indonesia yang Mengembuskan Napas Terakhir Hari Ini

Beberapa puisinya sangat populer di antaranya seperti "Aku Ingin" (sering kali dituliskan bait pertamanya pada undangan perkawinan), "Hujan Bulan Juni", "Pada Suatu Hari Nanti", "Akulah si Telaga", dan "Berjalan ke Barat di Waktu Pagi Hari".

Kepopuleran puisi-puisi tersebut sebagian dikarenakan musikalisasi oleh mantan-mantan mahasiswanya di FIB UI, yaitu Ags Arya Dipayana, Umar Muslim, Tatyana Soebianto, Reda Gaudiamo, dan Ari Malibu.

Dari musikalisasi puisi yang dilakukan mantan-mantan mahasiswa ini, salah satu album yang terkenal adalah oleh Reda dan Tatyana (tergabung dalam duet "Dua Ibu").

Selain mereka, Ananda Sukarlan pada 2007 juga melakukan interpretasi atas beberapa karya SDD.

(Tribunnews.com/Widyadewi Metta)

Sumber: TribunSolo.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di

Wiki Populer

© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas