PP Royalti Musik Dinilai Sangat Terlambat, Koalisi Seni Ungkap Kekecewaan
Koalisi Seni sebagai perhimpunan ekosistem seni mengungkapkan PP tersebut datang sangat terlambat.
Editor: Willem Jonata
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fauzi Nur Alamsyah
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Presiden Joko Widodo menetapkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 56 Tahun 2021, tentang Pengelolaan Royalti Hak Cipta Lagu dan/atau Musik yang merupakan amanat Pasal 35 ayat (3) dari UU Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta Pada 30 Maret 2021.
Koalisi Seni sebagai perhimpunan ekosistem seni mengungkapkan PP tersebut datang sangat terlambat. Sebab nyaris tujuh tahun setelah UU Hak Cipta Ditetapkan.
“Padahal, peraturan pelaksanaan sebuah UU seharusnya rampung paling lambat dua tahun setelah UU tersebut mulai berlaku. Fenomena menyedihkan ini sayangnya lumrah dalam sistem hukum Indonesia," ungkap Manajer Advokasi Koalisi Seni, Hafez Gumay, melalui pers rilisnya, Rabu (7/4/2021).
Melihat dari sejarah UU Nomor 33 Tahun 2009 tentang Perfilman dan UU Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan, yang hingga kini juga masih belum lengkap peraturan pelaksanaannya.
Baca juga: Isi PP Nomor 56 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Royalti Hak Cipta Lagu dan/atau Musik
Baca juga: Isi PP Nomor 56/2021 Tentang Royalti Penggunaan Lagu atau Musik di Kafe hingga Radio
Selain masalah keterlambatan, menurutnya terbitnya PP Pengelolaan Royalti Lagu dan Musik ini membawa angin segar bagi para pencipta lagu di Indonesia.
Sebab, kini dasar hukum pemungutan dan pembagian royalti jadi lebih kuat.
Sebelumnya, baru ada Peraturan Menteri serta Keputusan Menteri Hukum dan HAM yang mengatur pengangkatan komisioner Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN), pendirian Lembaga Manajemen Kolektif (LMK), serta besaran tarif royalti.
“Karena PP ini belum genap sebulan diterbitkan, pemerintah belum sempat memberikan sosialisasi maksud dan tafsiran berbagai materi muatan yang terkandung di dalamnya,” tertulis dalam rilisan tersebut.
Sebagai analisis awal, Koalisi Seni menemukan beberapa hal yang harus diperhatikan oleh para pemangku kepentingan agar implementasi PP Pengelolaan Royalti Lagu bermanfaat bagi ekosistem musik Indonesia.
Pertama, mengenai ruang lingkup kegiatan yang wajib membayar royalti.
Pasal 2 mengatur ruang lingkup kegiatan yang wajib membayar royalti meliputi pertunjukan, pengumuman, dan komunikasi ciptaan dengan tujuan komersial yang dilakukan secara analog maupun digital.
Dengan kata lain menurutnya, PP Pengelolaan Royalti Lagu tidak hanya mengatur kewajiban royalti dari pertunjukan musik karya orang lain, namun termasuk juga pemutaran rekaman lagu hingga siaran rekaman pertunjukan musik melalui berbagai medium, termasuk internet.
“Walaupun Pasal 3 hanya mengatur bentuk kegiatan komersial konvensional seperti konser musik, hotel, restoran, kafe, karaoke, televisi, serta radio tanpa menyebut layanan konten digital semisal Spotify dan Youtube; tak tertutup kemungkinan pada masa mendatang sebuah Peraturan Menteri memasukkan layanan konten digital sebagai kegiatan komersial yang wajib membayar royalti,” tulisnya.