Reza Indragiri Ungkap Kejanggalan Kasus Kopi Sianida, Sangsi Jika Pelakunya Jessica Wongso
Reza Indragiri juga menduga bahwa hakim ragu dalam menjatuhkan vonis terhadap Jessica Wongso.
Editor: Willem Jonata
TRIBUNNEWS.COM - Psikolog Forensik Reza Indragiri mengatakan pembunuhan menggunakan racun karena pelaku tidak ingin berhadap-hadapan secara frontal dengan korban.
"Dia ingin mengambil jarak cukup jauh dengan korbannya. Kalau dia ingin frontal, dia tidak akan pakai racun," ucap Reza Indragiri menanggapi kasus kopi sianida yang menghebohkan pada 2016 silam seperti dikutip pada video official iNews.
Oleh karenanya, ia sangsi jika Jessica Wongso adalah pelaku pembunuhan terhadap Mirna Salihin.
Menurutnya sangat janggal jika pelaku pembunuhan menggunakan racun tetap berada di lokasi kejadian dan menyaksikan korbannya meregang nyawa.
Jessica sendiri tetap berada di lokasi kejadian, Kafe Olivier.
"Dia tongkrongi proses kematiannya, dia biarkan kamera menyala dan menyorot diri dia, dia biarkan saksi mata sekian banyak menyaksikan itu. Enggak masuk di kepala saya, apa poinnya dia pakai racun," kata Reza seperti dikutip pada video yang diunggah akun tiktok @oyen3249.
Menurut dia, seseorang tak mungkin menggunakan racun jika hendak menghabisi nyawa korbannya secara langsung di lokasi kejadian.
Baca juga: Beri Kesaksian Tentang Kebaikan Jessica Wongso, Sosok Ini Ragu Dia Tega Bunuh Temannya Sendiri
"Kenapa pelaku memutuskan memakai racun, kok tidak pakai celurit, kok tidak pakai badik, kok tidak pakai bom, kenapa dia pakai racun, karena racunlah yang memungkinkan si pelaku ini membuat jarak sejauh-jauhnya dari korban, dari TKP (tempat kejadian perkara), dengan kata lain pelaku menggunakan racun agar dia punya kesempatan membangun alibi," sambung Reza.
Dari sudut pandang psikologi forensik ia meragukan jika Jessica adalah pembunuh Mirna Salihin.
"Jangankan bicara tentang Jessica sebagai pelaku pembunuhan, bahwa peristiwa itu pun disebut sebagai peristiwa pembunuhan alias peristiwa pidana, izinkan untuk sampai detik ini saya tetap ragu dengan itu," ucapnya.
Ia mengatakan demikian bukan tanpa alasan.
Berdasarkan data, dari sekira 6000-an orang meninggal karena racun, yang meninggal karena pembunuhan menggunakan racun hanya belasan.
Dan dari 16-an kasus pembunuhan menggunakan racun, umumnya menggunakan arsenik dan sianida, dua zat yang menurut Reza Indragiri eksklusif karena penjualnya sangat sedikit.
Ia juga melihat dari sisi korban dalam kasus Kopi Sianida yang menjerat Jessica Wongso sebagai terdakwa, yang kemudian divonis bersalah dan dihukum 20 tahun penjara.
"Lazimnya (arsenik dan sianida) digunakan dalam operasi tingkat tinggi, untuk menutupi skandal misalnya, dengan target bukan orang biasa tentunya," lanjut dia.
Sementara dari kacamata Reza, Mirna Salihin sama seperti dirinya, hanya orang biasa.
"Mohon maaf jangan salah tafsir, menurut saya korban, kita berduka dia meninggal dunia, korban adalah orang yang sama dengan saya paling tidak, orang biasa, bukan pejabat, bukan orang yang terlibat skandal, bukan orang yang menutup-nutupi hal misterius menyangkut rahasia negara misalnya, maaf kalau korban dengan status biasa seperti saya ini harus dihabisi, untuk apa menggunakan zat yang menurut saya eksklusif itu," ucap Reza di video Youtube Official iNews.
"Dari apa yang saya utarakan barusan, saya berspekulasi bahwa J bukanlah pelakunya, spekulasi kedua Mirna bukan korbannya," sambungnya.
Reza Indragiri juga menduga bahwa hakim ragu dalam menjatuhkan vonis terhadap Jessica Wongso.
Sebab, dalam kasus pembunuhan berencana yang disebut terbukti secara sah dan meyakinkan, Jessica divonis hanya 20 tahun penjara.
"Apalagi terdakwa dalam kasus itu disebut tidak kooperatif, berbelit-belit, menutup-nutupi kenyataan dan seterus-seterusnya, pokoknya penilaiannya negatif, tapi hukumannya kok dalam tanda petik cuma 20 tahun," ucap Reza pada video yang diunggah akun Tiktok @oyen3249.
Mestinya dengan pertimbangan itu, hakim menjatuhkan vonis seumur hidup atau hukuman mati terhadap Jessica Wongso.
"Apa yang kemudian bisa kita tafsirkan. Kalau di indonesia kan rumusannya cuma satu, terbukti sah dan meyakinkan, berarti kita asumsikan ketika hakim ketuk palu terdakwa bersalah, maka asumsinya hakim 100 persen yakin dan 100 persen bukti-bukti yang dihadirkan sah dan meyakinkan begitu kan tafsirannya."
"Tapi dari sudut pandang psikologi forensik, bicara keyakinan bukan hitam putih, ada gradasi. Putih agak abu-abu, abu-abu agak hitam, sampai hitam dan seterusnya."
"Kembali ke masalah hukuman. Kalau pembunuh berencana yang dinilai berbelit-belit dan seterusnya, ternyata tidak dihukum mati, tidak dihukum seumur hidup, tapi cuma 20 tahun, berarti kira-kira nih bobot keyakinan hakim ada di 100 persen atau nol persen, atau di tengah-tengah. Pemikiran saya berarti tidak 100 persen."
Kasus kopi sianida yang menjerat Jessica Wongso hingga dinyatakan bersalah oleh hakim pada 2016 silam, kembali jadi perbincangan netizen setelah film dokumenter "Ice Cold: Murder, Coffee and Jessica Wongso tayang di Netflix. Ada pro dan kontra.
Bahkan tak sedikit yang menilai Jessica Wongso tidak bersalah dalam kasus tersebut.
Sebab, tidak ada alat bukti langsung yang dapat membuktikan Jessica memasukkan racun ke gelas kopi yang diminum Mirna.