Rasakan Jadi Pejuang Dua Garis Biru, Meutya Hafid Suarakan Hak-Hak Pasangan Infertil
Meutya Hafidmengisahkan perjalanan pribadi eutya Hafid yang mengharukan ketika ia mengandung putrinya, Lyora, setelah 10 kali percobaan bayi tabung.
Penulis: Rina Ayu Panca Rini
Editor: Anita K Wardhani
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Rina Ayu
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Ketua Komisi I DPR Meutya Hafid merilis buku terbarunya yang berjudul "LYORA: Keajaiban yang Dinanti".
Buku ini mengisahkan perjalanan pribadi Meutya Hafid yang mengharukan ketika ia mengandung putrinya, Lyora, setelah 10 kali percobaan bayi tabung.
Baca juga: Meutya Hafid: Hentikan Perang di Gaza, Segera Distribusikan Bantuan Bagi Rakyat Gaza
Dalam bukunya, politisi Golkar ini menceritakan tantangan yang dihadapinya bersama sang suami, Noer Fajrieansyah demi kehadiran buah hati.
Sebagai pejuang dua garis biru, ia juga berharap, pemerintah dapat melihat lebih dalam bahwa infertilitas adalah suatu masalah kesehatan yang serius, dan setiap pasangan berhak mendapatkan dukungan dan akses terhadap perawatan yang diperlukan.
“Masalah fertilitas atau kesuburan hingga saat ini belum termasuk masalah kesehatan yang ditanggung atau dibantu oleh Pemerintah, padahal infertilitas secara resmi telah diakui sebagai penyakit oleh WHO, dan kesehatan reproduksi merupakan hak setiap warga negara. Dengan demikian, sudah seharusnya negara seharusnya hadir untuk mendukung pengobatan infertilitas,” ungkap Meutya dalam talkshow beberap waktu lalu.
Meutya menekankan pentingnya pengakuan resmi terhadap infertilitas sebagai penyakit.
Baca juga: Meutya Hafid Dorong Generasi Muda Punya Mau Terjun ke Dunia Politik
Dengan pengakuan ini, diharapkan akan ada lebih banyak perhatian dan pemahaman yang diberikan kepada pasangan infertil.
Selain itu, Meutya juga menyoroti bahwa kesehatan reproduksi adalah hak asasi manusia yang harus dijamin oleh negara.
Ia percaya bahwa pasangan yang sulit mendapatkan keturunan memiliki hak yang sama untuk mendapatkan perawatan dan dukungan dari pemerintah.
“Pada saat saya berumur 37 tahun menjalani program bayi tabung IVF, sempat mengalami 3 kali hamil, tetapi keguguran dikarenakan janin dan embrio tidak berkembang dengan baik. Alhamdulillah, saya berhasil hamil pada usia 44 tahun dan dikarunia putri bernama Lyora Shaqueena Ansyah,” tuturnya.
Alasan Infertilitas Harus Diakui Sebagai Penyakit
Ada beberapa alasan mengapa pengakuan resmi terhadap infertilitas sebagai penyakit menjadi penting:
1) Akses ke perawatan medis yang tepat
Dengan mengakui infertilitas sebagai penyakit, individu yang mengalami masalah kesuburan akan memiliki akses yang lebih baik ke perawatan medis yang tepat.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.