Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Seleb

Kronologi Sengketa Kepemilikan Tanah Ponpes Senilai Rp26 M yang Diklaim Ayah Atta Halilintar

Kuasa hukum Yayasan Ponpes Al Anshar Pekanbaru membeberkan kronologi sengketa kepemilikan tanah senilai Rp 26 M yang diklaim ayah Atta Halilintar.

Penulis: Nurkhasanah
Editor: Salma Fenty
zoom-in Kronologi Sengketa Kepemilikan Tanah Ponpes Senilai Rp26 M yang Diklaim Ayah Atta Halilintar
Kolase Tribunnews
Kuasa hukum Yayasan Ponpes Al Anshar Pekanbaru membeberkan kronologi sengketa kepemilikan tanah senilai Rp 26 M yang diklaim ayah Atta Halilintar. 

TRIBUNNEWS.COM - Ayah Atta Halilintar, Halilintar Anofial Asmid diduga mengklaim kepemilikan tanah Pondok Pesantren Al Anshar di Pekanbaru, Riau.

Kabarnya, nilai tanah tersebut ditaksir mencapai Rp26 miliar.

Mengenai hal tersebut, kuasa hukum dari perwakilan Pondok Pesantren Al Anshar Pekanbaru pun menjelaskan kronologi adanya sengketa kepemilikan tanah antara pihak yayasan dengan ayah Atta Halilintar itu.

Kuasa hukum yayasan, Dedek Gunawan mengatakan tanah tersebut bukan sepenuhnya milik Anofial Asmid.

Tanah di Pondok Pesantren Al Anshar, Pekanbaru itu rupanya dibeli secara kolektif oleh pengurus yayasan.

"Terkait dengan sengketa ataupun polemik ini dapat kami jelaskan bahwa tanah ini berdasarkan informasi dari klien kami bahwa tanah ini adalah milik yayasan."

"Beliau (Anofial Asmid) sampai menggugat karena tanah yang menjadi sengketa hari ini adalah tanah milik yayasan.

Berita Rekomendasi

"Pada 1993, tanah itu dibeli secara kolektif dari semua anggota yayasan yang menyumbangkan uangnya untuk membeli, yang pada akhirnya itu kan setelah dibeli merupakan menjadi aset yayasan," kata Dedek Gunawan dikutip dari YouTube Intens Investigasi, Selasa (12/3/2024).

Setelah dibeli, tanah itu dibuat atas nama kepemilikan Saepuloh, yang merupakan perwakilan yayasan.

Namun, pada saat ayah Atta Halilintar menjadi pimpinan di pondok pesantren, kepemilikan tanah tersebut kemudian diambil alih atas namanya.

"Setelah dilakukan pembelian tanah itu dibuat ke atas nama Haji Saepuloh, kemudian karena beliau pimpinan pada saat itu, beliau mengambil alih."

Baca juga: Kuasa Hukum Ayah Atta Halilintar Buka Suara, Tuding Oknum Yayasan Sebar Fitnah untuk Merebut Aset

"Dibuatlah ke nama beliau, terbitlah sertifikat hak milik atas nama beliau. Namun, meskipun terbit ke nama beliau, tanah tersebut tetap menjadi aset yayasan," jelasnya.

Hingga kemudian, Anofial Asmid dipecat sebagai pimpinan pondok pesantren karena dianggap sudah tidak cakap.

"Muncullah sengketa ini ketika beliau ini dikeluarkan oleh yayasan karena mungkin sudah dianggap tidak cakap lagi untuk menjadi pimpinan yayasan," beber Dedek.

Karena ayah Atta Halilintar tidak lagi menjadi pengurus ponpes, maka pihak yayasan meminta Anofial Asmid mengembalikan semua aset-aset yayasan yang pernah dibuat atas namanya.

Dikatakan Dedek, aset yayasan yang dimaksud tidak hanya berada di wilayah Pekanbaru, melainkan tersebar di daerah lain.

"Kemudian karena beliau bukan lagi pengurus yayasan, yayasan meminta kepada beliau untuk mengembalikan semua aset-aset yang pernah dibuatkan atas nama beliau."

"Perlu diketahui, aset bukan hanya di Pekanbaru, tapi juga di Jakarta bahkan tersebar di beberapa daerah,"

Lebih lanjut, Dedek Gunawan mengatakan ayah Atta Halilintar telah mengembalikan sebagian aset yayasan.

Akan tetapi, tanah di Pondok Pesantren Al Anshar belum dikembalikan kepada yayasan, masih atas nama Anofial Asmid.

"Namun, sebagian aset-aset ini sudah dikembalikan kepada yayasan.

"Nah kebetulan, tanah yang sekarang hari ini menjadi objek sengketa ini belum dikembalikan kepada yayasan. Masih nama beliau," terang Dedek.

Pada 2004, Anofial Asmid sebenarnya mengembalikan sertifikat tanah yang diminta kepada seorang anggota yayasan.

Namun, belum sempat dilakukan peralihan, seorang anggota yayasan yang menerima kuasa dari ayah Atta Halilintar tersebut meninggal dunia.

Karenanya, pengalihan aset tanah pondok pesantren tersebut otomatis batal.

"Sebagai informasi, pada tahun 2004 yayasan meminta kembali kepada beliau agar nama yang sudah dibuatkan di dalam sertifikat hak milik itu kembali dikembalikan kepada yayasan."

"Tahun 2005, sudah terjadi peralihan, beliau sudah menyerahkan tahun 2005, itu aktanya ada. 2005, diserahkan kepada Doktor Risdam, juga merupakan anggota dari yayasan."

"Namun, malangnya begini, belum sempat dilakukan peralihan kembali lebih lanjut. Penerima kuasa jual dari penggugat tadi meninggal dunia."

"Otomatis akta yang sudah dibuat batal hukum dong, dari sinilah sengketa bermulai," ujar Dedek.

(Tribunnews.com/Nurkhasanah)

Sumber: TribunSolo.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas