Film 'Pilihan', Cerita Pekerja Migran Indonesia Terpapar Paham Radikal Gegara Medsos
Chapter pertama bertajuk “Jebakan Media Sosial”. Ini adalah kisah Listyowati mantan PMI Hongkong asal Kabupaten Kendal, Jawa Tengah yang sempat terjer
Penulis: Glery Lazuardi
Editor: Acos Abdul Qodir
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Perempuan Pekerja Migran Indonesia (PMI) rentan terpapar radikalisme. Niat mencari kerja ke luar negeri untuk menghidupi keluarga malah menjadi sasaran para pelaku teror.
Kisah duka perempuan pahlawan devisa ini diangkat melalui film berjudul "Pilihan". Film ini dibagi menjadi dua chapter.
Sutradara Film "Pilihan", Ridho Dwi Ristiyanto mengatakan film berjudul "Pilihan" mengisahkan PMI yang saling bertolak belakang, membawa menyusuri lorong-lorong kontras teknologi.
Adanya kasus-kasus terorisme yang menyangkut para PMI di manapun berada, dapat diketahui dunia digital memberikan keuntungan sekaligus membahayakan jika tidak disertai literasi bagi pengguna.
Melalui film, kata dia, penonton diajak merefleksi dan melihat pentingnya literasi digital.
Baca juga: Dinar Candy Blak-blakan SISI GELAP Bisnisnya: Ada yang Korupsi dan Langsung Dipecat
Menurut dia, teknologi seperti pedang bermata dua, teknologi berpengaruh besar terhadap kisah mereka. Di satu sisi, teknologi digunakan oleh seorang PMI cerdas untuk membuka kesempatan yang tidak terbayangkan.
"Kami membantu pekerja migran yang mempunyai banyak masalah terkait media sosial," ujarnya pada Kamis (18/4/2024).
Chapter pertama bertajuk “Jebakan Media Sosial”. Ini adalah kisah Listyowati mantan PMI Hongkong asal Kabupaten Kendal, Jawa Tengah yang sempat terjerat terorisme kelompok ISIS karena media sosial.
Sementara itu, chapter selanjutnya bercerita tentang PMI asal Malang, Jawa Timur bernama Masyitoh atau akrab disapa Mosquito. Ini merupakan kisah Masyitoh yang berupaya mengubah nasib. Di sela-sela waktu mencari uang, dia melanjutkan pendidikan Paket C dan mengambil Diploma. Dia mengikuti berbagai kursus, belajar bahasa Inggris, hingga belajar berjualan melalui media sosial.
Founder PT Kreasi Prasasti Perdamaian, Noor Huda Ismail, mengatakan pihaknya berupaya mencegah para diaspora terpapar paham radikalisme.
"Banyak radikalisasi di online. Tak pernah dibayangkan di Indonesia Diaspora 7 juta orang rata-rata mencari info online," kata dia.
Baca juga: Kronologi 5 Keponakan dan Sepupu Teuku Rifnu Jadi Korban Tabrak Lari: Disisir Sekaligus
Selain melalui film, Ruang Migran (Rumi) hadir pada 2022 dengan peluncuran platform website pertama kali di KBRI Singapura.
Peluncuran aplikasi terbaru juga telah dilaksanakan di KBRI Singapura pada 25 Februari 2024 yang dapat diunduh melalui google play store.
"Kami membikin materi dan mendownload aplikasi. Kami bikin handbook mengajarkan buruh migran," ujarnya.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.