Padukan Musik Tradisi dan Jazz di Tengah Sawah Klaten, Trie Utami Lantunkan Lagu Sekitar Kita
Pada perhelatan Klaten Etno Jazz Sawah 2024, penampilan dari berbagai kelompok musik Jazz Indonesia dilakukan di panggung yang dikelilingi sawah
Penulis: Eko Sutriyanto
Editor: Erik S
Laporan Wartawan Tribunnews.com Eko Sutriyanto
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Di tengah suasana asri sawah dan mata air bening di lingkungan Umbul Besuki, Desa Ponggok Polanharjo Klaten pekan lalu, harmoni musik etno dan Jazz mengalun selaras dengan alam.
Melalui rangkaian acara Klaten Etno Jazz 2024, penonton diajak untuk merenungi pentingnya menjaga alam, dimana air bukan hanya sekedar sumber kehidupan, tetapi juga symbol ketahanan yang harus dilestarikan.
Pada perhelatan Klaten Etno Jazz Sawah 2024, penampilan-penampilan dari berbagai kelompok musik Jazz Indonesia dilakukan di panggung yang dikelilingi sawah, tanpa background artificial hanya dengan desain panggung yang natural dengan ranting pohon terabaikan yang tertata secara artistik.
Baca juga: Golo Mori Jazz Ditunda karena Erupsi Gunung Lewotobi, Andien dan Tohpati Sebut Demi Keamanan
Desain panggung yang tertata dengan natural simbolik dengan bagaimana Klaten Etno Jazz Sawah 2024 ingin mendekatkan jazz dengan khalayak rural pedesaan.
Agus Setiawan Basuni sebagai inisiator event mengatakan, Etno jazz sendiri sebagai genre sekarang posisinya mutakhir dalam domain music jazz di depan masyarakat jazz secara umum, dan jazz di wilayah pedesaan semakin jelas.
"Acara ini merupakan kolaborasi WartaJazz, Komunitas Petani Muda Klaten, Desa Wisata Ponggok, Seroja Indonesia, bersama Aqua yang didukung sepenuhnya oleh Kementrian Kebudayaan dan Pemerintah Kabupaten Klaten," kata Agus dalam keterangannya, Sabtu (23/11/2024).
Dikatakannya, event ini diawali prosesi Drumband dari siswa-siswi SDN Ponggok, yang dilanjutkan oleh lantunan harmoni merdu dari nyanyian dan permainan Gejog Lesung Sekar Melati, dari Desa Cawas, Klaten yang menampilkan lagu-lagu karangan Ki Narto Sabdo.
Kelompok ini kelihatan sekali cukup berpengalaman dalam mengolah lesung sebagai musik.
"Pada mulanya, lesung dipakai untuk menumbuk padi setelah di panen dari sawah untuk diproses menjadi beras. Kini lesung menjadi ensemble Gejog Lesung yang memukau publik," kata Agus.
Di lagu terakhir, mereka berkolaborasi dengan musisi sekaligus komposer Memet Chairul Slamet yang karya-karya eksperimentalnya sudah melalang buana pada perhelatan-perhelatan musik baik di dalam maupun luar negeri.
Gejok Lesung Sekar Melati yang identik dengan musik kesuburan dan Musik Air by Memet Chairul Slamet menjadi tanda penting event ini.
Keduanya adalah simbologi kedaulatan dan ketahanan pangan. Respon air dengan pendekatan musik yang cukup kontemporer, disisi lain Gejog Lesung adalah representasi rasa syukur petani atas kelimpahan kesuburan tanah.
Klaten Etno Jazz Sawah 2024 dilanjutkan dengan ucapan selamat datang dan kata sambutan dari Tuan Rumah, Kepala Desa Ponggok Junaedhi Mulyono dirangkai sepatah kata dari inisiator Klaten Etno Jazz Sawah Agus Setiawan Basuni dari WartaJazz.
Masih dalam sesi yang sama, Perwakilan dari musisi penampil Klaten Etno Jazz sawah 2024 menerima merchandise unik berupa beras Rojolele Srinuk yang disampaikan kepada Purwanto (Vertigong), Memet (Musik Air), Mukhlis Anton (Smara Tantra), Ucok Vippucang (Fjazz Surabaya mewakili Komunitas Jazz Indonesia), Harly Yoga Prdana (Keroncong Jazz Lastarya) didampingi Yusuf Murdani dari Komunitas Petani Muda Klaten dan Rama Zakaria dari Danone-Aqua selaku kolaborator. Merchandise beras tersebut juga dapat dibeli oleh penonton yang hadir di Klaten Etno Jazz 2024.
Baca juga: Indra Lesmana dan Eva Celia Kombinasikan Jazz dengan DJ di O Beach Bali Music Festival 2024
Setelah itu seremoni pembukaan secara resmi dilakukan dengan memukul kentongan dari bambu dengan irama tak beraturan namun membentuk harmoni bunyi.
Berikutnya Memet Chairul Slamet tampil di bibir kolam Umbul Besuki tidak hanya dengan alat musik, tapi juga beberapa atribut seperti kaleng bekas, infus, botol-botol toples berisi air yang menjadi “alat musik baru” dan menjadikan itu semua sebagai sumber bunyi yang yang disintesiskan dalam sequencer musik digital.
Empat komposisi eksperimental berjudul “Water and I” yang di bawakan bersama Joko Gombloh (bass) dan Adi Wijaya (keyboard) diatas kolam Umbul Besuki memberikan nuansa baru pada konsep jazz ini.
Komunitas Jazz Indonesia yang diwakili oleh Pilipe Solo Jazz Activity komunitas musik yang mewadahi musisi maupun penikmat musik jazz di kota Solo membawakan lagu-lagu standar jazz seperti “the Girl From Ipanema” dan menjadi jembatan bagi ekspresi-ekspresi etno jazz yang ada di antara wilayah rural dan urban.
Etno jazz atau boleh disebut world jazz adalah genre baru yang sedang memiliki daya pikat kuat bagi musisi dan penikmat musik jazz.
Berikutnya ada Keroncong Jazz Lastarya dari kota Yogyakarta menampilkan perpaduan harmoni nuansa Keroncong dan Jazz, melakukan eksplorasi karya-karya musik seperti “Cheek to Cheek, Donna Lee” hingga “Caravan” atau “Keroncong Tanah Airku”.
Kelompok etno jazz Smara Tantra dari kota Solo menyusul membawakan musik tradisi dari berbagai daerah dalam ekspresi band Jazz, serasa bertamasya mengelilingi Nusantara dengan nomor “Ramayana”, “Sargede”, dan “Shara”.
Menyusul berikutnya membersamai sajian harmoni keselarasan alam Vertigong mengajak Silir Wangi, pesinden asal Klaten yang merupakan seorang eksplorer Vokal etnis terbaik yang dimiliki Indonesia, dan sudah melalang buana ke banyak panggung internasional lewat dua lagu “Me-Grand” dan “Sensualijazz”.
Puncaknya adalah penampilan Trie Utami, merupakan musisi asal Jakarta yang berpengaruh di Indonesia, dimana penyanyi dan komposer yang sudah berkarir hampir empat dekade ini dikenal sebagai vokalis grup Jazz legendaris Indonesia,
Krakatau ini tampil bersama Vertigong. Trie Utami melantunkan lagu hitnya “Sekitar Kita” sambil mengajak penonton untuk saling bertegur sapa dengan kanan dan kirinya.
Dalam kesempatan Klaten Etno Jazz Sawah 2024, Purwanto memainkan gender sementara Trie Utami merespon dalam sebuah komposisi instan yang diberi judul “Rojolele Srinuk” – varian beras yang jadi merchandise acara.
Penampilan yang menjadi pamungkas ini membawa pesan penting bagi bukan hanya dunia musik. Integrasi kedaulatan air dan ketahanan pangan dalam event musik adalah penanda musik selalu dekat dengan masyarakat dan lingkungannya.
Saat ditanya rencana Klaten Etno Jazz Sawah berikutnya, Agus Setiawan Basuni menyampaikan, bahwa WartaJazz yang juga membesut Maratua Jazz & Dive Fiesta, Reyog Jazz Ponorogo hingga Mahakam Jazz Fiesta sampai Ramadhan Jazz Festival, membuka usulan dari berbagai desa di Klaten yang memiliki potensi dan keunikan tersendiri.