Triwatty Marciano Kecewa Namun Harus Optimistis
Sekjen Equestrian Federation of Indonesia (EFI) Triwatty Marciano mengakui bahwa ia harus tetap optimis kedepannya
Editor: Toni Bramantoro
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ditengah keprihatinanya yang mendalam atas kondisi yang terjadi saat ini, Sekjen Equestrian Federation of Indonesia (EFI) Triwatty Marciano mengakui bahwa ia harus tetap optimis kedepannya perkembangan olahraga berkuda ketangkasan ini akan baik. Keyakinan itu harus tetap dipelihara.
"Kita sudah mencoba untuk melangkah bersama, jadi meskipun sekarang kita kecewa, tetapi tetap harus terus berusaha," demikian antara lain dikemukakan Triwatty Marciano dalam wawancara khususnya dengan 'Tribunnews' Sabtu (15/2/2014) malam.
Pemilik APM Stable yang sudah menjadi penggiat olahraga berkuda sejak semasa masih belia ini, tahun 1964, berulangkali menegaskan bahwa rencana pergelaran agenda bersama EFI dan EQINA (Equestrian Indonesia) sudah dijajaki cukup lama.
Adanya kalender kegiatan bersama tersebut, diakuinya, atas ininsiatif dirinya dan beberapa 'stakeholder' equestrian di EQINA seperti Jose Rizal Partokusumo, ketua umum, dan Dewi Anggraeni, wakil sekjen. Kesepakatan dicapai dari rangkaian komunikasi intensif yang mereka lakuan.
Sekjen EFI juga mengurai sejumlah pertemuan terkait segera terealisasikannya kesepakatan tersebut, yang bukan hanya mencakup adanya kalender kegiatan bersama, akan tetapi juga kemungkinan diikutsertakannya atlet-atlet EQINA dalam pelatnas untuk pembentukan tim berkuda ketangkasan ke Asian Games 2014 di Incheon, September-Oktober, SEA Games 2015, Juni di Singapura, bahkan 'single-event' di mancanegara.
Pada 29 Januari ada pertemuan dengan Ketua Satlak Prima, Suwarno, yang dihadiri oleh Triwatty Marciano, Ruminta dari bidang media EFI, ketua umum EQINA Jose Rizal Partokusumo, dan penasehat EFI Rafiq Hakim Radinal.
Ada juga pertemuan tanggal 5 Februari di kediaman Triwatty Marciano yang dihadiri oleh ketua umum PP Pordasi Mohammad Chaidir Saddak, Jose Rizal Partokusumo, wakil sekjen EQINA Dewi Anggraeni, Rafiq Hakim Radinal dan Ruminta.
Pertemuan ini khususnya untuk membahas lebih jauh rencana melakukan kalender kegiatan bersama tersebut.
Sehari kemudian, ada pertemuan dengan Sekjen KONI EF.Hamidy, Ketua Satlak Prima Suwarno, ketua umum EFI Irvan Gading, Triwatty Marciano, Rafiq Hakim Radinal, dan Ruminta.
Dalam pertemuan ini juga antara lain dibahas mengenai rencana kegiatan bersama antara EFI dan EQINA.
Dari situ, mereka bertemu dengan pembina utama EFI, Marciano Norman. Namun, 10 Februari, seperti diuraikan Triwatty Marciano, ia sangat terkejut, prihatin dan kecewa setelah menerima tembusan dari surat ketua umum EFI Irvan Gading yang berisi 'kebijakan transisional' terkait kesepakatan-kesepakatan yang sudah diupayakannya bersama pimpinan EQINA dan PP Pordasi itu.
Surat Irvan Gading berisi 'kebijakan transisional' berupa persyaratan yang harus ditempuh oleh EQINA sebelum rencana kegiatan bersama dilakukan ditembuskan juga kepada Menpora Roy Suryo dan Ketua Umum KONI Pusat, Tono Suratman.
Persyaratan tersebut, adalah EQINA sebagai sebuah organisasi equestrian harus membubarkan diri. EQINA juga diminta untuk mendesak PP Pordasi agar menarik gugatan bandingnya ke CAS (Court of Arbitration for Sport/Pengadilan Arbitrase Internasional).
Sebelumnya, gugatan PP Pordasi kepada Komite Olimpiade Indonesia (KOI) pimpinan Rita Subowo ditolak oleh Badan Arbitrase Keolahragaan Indonesia (BAKI).
Surat 'kebijakan transisional' dari ketua umum EFI Irvan Gading juga 'mementahkan' rencana kemungkinan diikutsertakannya 'rider-rider' EQINA dalam pelatnas pembentukan tim berkuda untuk AG 2014, SEAG 2015, dan usulan diikutkannya atlet EQINA pada kejuaraan ketangkasan di luar negeri yang memerlukan rekomendasi dari EFI sebagai NF, federasi nasional equestrian.
Triwatty Marciano berulangkali menyebut bahwa rencana pergelaran kalender bersama adalah sebuah sebuah bangunan yang kontruktif untuk kesemuanya. Walau demikian, urainya, dengan adanya kalender kegiatan bersama tersebut bukan berarti semua kekurangan, ketidaksempurnaan dan kekeliruan di masa lalu tidak kita benahi.
Tetapi justru disepakati akan menjadi 'pekerjaan rumah' bagi kita semua untuk diselesaikan secara musyawarah dan mufakat dalam suasana komunikasi dua arah yang positif, ujar Triwatty Marciano. (tb)