Ketika Sikap Lin Dan Bisa Mencederai Bulutangkis
Sikap pebulutangkis Tiongkok, Lin Dan, menolak wawancara dengan media menjadi perhatian besar dari BWF
Penulis: Deodatus Pradipto
Editor: Hasiolan Eko P Gultom
Deodatus Pradipto/Tribunnews.com
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Sikap pebulutangkis Tiongkok, Lin Dan, menolak wawancara dengan media menjadi perhatian besar dari Badminton World Federation (BWF). Sikap Lin Dan mencederai usaha BWF untuk meningkatkan popularitas bulutangkis ke seluruh dunia.
Lin Dan menolak diwawancarai selepas pertandingan melawan Tommy Sugiarto pada babak pertama BCA Indonesia Open Super Series Premier 2015, Rabu (3/6/2015).
Pihak panitia dan BWF telah berusaha mendesak Lin Dan, namun juara Olimpiade dua kali tetap menolak. Tidak diketahui apa alasan penolakan Lin Dan.
Staf komunikasi BWF yang memantau turnamen ini kemudian mengirimkan laporan sikap Lin Dan ke kantor pusat. Penolakan ini membuat Lin Dan terancam sanksi dari BWF.
Gayle Alleyne, Communications Manager BWF, menuturkan bahwa setiap pebulutangkis di dunia harus bersedia melayani wawancara dengan media selepas pertandingan. Maksud dari kewajiban itu adalah mempromosikan bulutangkis.
“Harapannya, bulutangkis semakin popular sehingga semakin banyak sponsor turnamen,” jelas Gayle kepada Tribun.
Menurut Gayle, pebulutangkis-pebulutangkis dunia akan mendapatkan insentif besar dari BWF jika meladeni wawancara dengan media maupun mengikuti kegiatan yang diliput oleh media.
Insentif itu diberikan kepada 10 pemain rangking teratas. Insentif itu diberikan secara akumulasi, tergantung seberapa sering mereka terekspos oleh media secara positif.
“Jika mereka diliput oleh media, mereka juga bisa menginspirasi anak-anak di seluruh dunia untuk menjadi pebulutangkis. Imbasnya, bulutangkis semakin tersebar, tidak di negara-negara itu saja. Pebulutangkis harus memainkan peranan mereka di sini,” kata Gayle.
Sebenarnya bukan hanya sikap seperti yang ditunjukkan Lin Dan yang kerap dialami oleh media. Seringkali pebulutangkis tidak memberikan informasi yang jelas dan panjang ketika diwawancarai oleh media.
Mereka cenderung menjawab sekadarnya dan enggan terlalu terbuka sisi humanis pebulutangkis. Sikap seperti ini kerap dikeluhkan oleh wartawan karena membatasi bahan laporan peliputan mereka.
Gayle menyadari bahwa sisi humanis seorang pebulutangkis sangat menarik untuk diangkat oleh media. Sisi humanis yang dimaksud adalah soal kisah-kisah inspiratif mereka.
Jika mereka mudah membuka sisi humanis mereka kepada media, kisah mereka bisa menjadi inspirasi bagi generasi penerus. Lagi-lagi soal menjaga dan mengembangkan eksistensi bulutangkis di dunia olahraga.