Denny Thios, dari Atlet Angkat Besi Hingga jadi Tukang Besi
Saat ini, di usia senjanya, pria kelahiran Makassar 22 Desember 1969 tersebut menghidupi kebutuhan sehari-hari sebagai seorang tukang besi.
Penulis: Fahrizal Syam
Editor: Wahid Nurdin
Laporan wartawan Tribun Timur, Fahrizal Syam
TRIBUNNEWS.COM, MAKASSAR - Di era 80-an hingga 90-an, nama Denny Thios dikenal sebagai salah satu atlet angkat besi paling bersinar Indonesia.
Sejak remaja selalu mengharumkan nama daerah di berbagai ajang kejuaraan, hingga akhirnya berulang kali mengibarkan merah putih di berbagai kejuaraan internasional.
Saat ini, di usia senjanya, pria kelahiran Makassar 22 Desember 1969 tersebut menghidupi kebutuhan sehari-hari sebagai seorang tukang besi.
Ya, tukang besi. Tepatnya seorang tukang bubut yang membuka usahanya di bilangan jalan Pajenekang, Kelurahan Bonto Parang, Kecamatan Bontoala, Makassar Sulaweai Selatan.
Saat ditemui oleh wartawan Tribun, Selasa (5/1/2016), pria yang pernah memecahkan rekor dunia di cabang olahraga yang diikutinya ini tampak sedang sibuk mengutak-atik mesin chainshaw di bengkel sederhana miliknya.
Sekilas, bengkel yang terletak di jalan Pajenekang nomor 80 itu tampak begitu penuh sesak dengan berbagai peralatan dan besi-besi tua.
Ia membuka pagar besi yang memang selalu tertutup rapat dan mempersilahkan tamunya masuk. Tak ada tempat duduk, penulis hanya berjongkok di hadapan Denny yang masih sibuk dengan mesin chainsaw-nya.
"Beginilah keadaan sekarang, sudah pensiun jadi atlet, kini jadi seorang tukang besi," kata Denny.
Denny kemudian mulai menceritakan pengalamannya tatkala berhasil mengharumkan nama Indonesia di kejuaraan dunia angkat besi.
"Saya sudah mengikuti kejuaraan dunia sebanyak lima kali, itu sekitar tahun 90-an. Dari lima kejuaraan dunia itu saya dapat tiga medali emas dan satu perunggu," ungkapnya.
Kejuaaran dunia yang pernah diikuti Denny yaitu di Belanda pada tahun 1990 (Perunggu), Swedia pada tahun 1991 (gagal dapat medali), Australia pada tahun 1992 (emas), Inggris pada tahun 1993 (emas), dan Swedia pada tahun 1994 (emas).
Pecahkan Rekor
Tak hanya sekadar mendapat medali, Denny juga tercatat memecahkan rekor dunia untuk kelas yang diikutinya.
Ia tercatat pernah memecahkan tiga rekor dunia di ajang lifter, satu pada kategori senior dan dua di kategori junior.
"Waktu itu saya pecahkan rekor atlet Jepang yang sudah bertahan selama tujuh tahun di kelas Senior dengan total angkatan seberat 242,5 kg. Sebelumnya rekornya itu dipegang oleh lifter Jepang, Inaba dengan rekor 237,5 kg, kejuaraannya di Frederikstad" ujar Denny.
Sedangkan untuk kategori Junior, Denny memecahkan rekor dunia ketika berlomba di kejuaraan Angkat Besi II di Takamatsu Jepang dan Kejuaraan Angkat Besi III saat berhasil mengangkat barbel seberat 210 kg pada usia yang masih relatif muda, 22 tahun.
Tahun 90-an merupakan masa kejayaan Denny. Selain Internasional, ia juga menjadi atlet paling bersinar di Indonesia saat itu khususnya Sulawesi Selatan.
Denny selalu menjadi wakil Sulsel di ajang Pekan Olahraga Nasional (PON), dan sudah bisa ditebak, ia selalu berhasil menggondol medali di tiap ajang yang diikutinya.
Meskipun begitu, pemegang rekor angkat berat yang hingga saat ini belum ada yang bisa memecahkannya di Indonesia juga pernah mengalami masa-masa sulit. Ia pernah dicap sebagai kacang lupa kulitnya.
Kejadian itu bermula saat Denny memilih hengkang dari tanah kelahirannya menuju ke Provinsi Jawa Timur. Ia memilih membela Jawa Timur di ajang PON dengan alasan pekerjaan.
Hal itu membuat pengurus olahraga angkat besi di Sulsel waktu itu menjadi geram. Denny pun dicap sebagai pengkhianat dan kacang lupa kulitnya, lantaran ia dididik dan dibesarkan menjadi seorang atlet di Sulawesi Selatan.
Yang membuat KONI Sulsel semakin "panas" adalah karena Denny mampu mendulang banyak emas untuk Jawa Timur pada PON ke-13 yang diikutinya.
"Itu masa lalu, saya pikir itu pengalaman yang tidak perlu diungkit lagi. Saya hanya berpikir, waktu itu kalau kita tidak mengikuti orang Jawa, maka kita akan sulit untuk berhasil," kata Denny mengingat masa lalunya.
Kini Denny seolah terlupakan oleh pemerintah dengan prestasi apa yang pernah ia raih. Tak ada lagi perhatian khusus dari pemerintah untuk para mantan atlet.
Namun Denny juga tidak menuntut banyak, ia hanya berharap olahraga yang pernah dibuat berjaya untuk Indonesia di tingkat dunia itu bisa terus berkembang untuk ke depannya dengan melahirkan bibit-bibit potensial.
"Olahraga angkat berat itu tidak populer di Indonesia, sangat jarang atlet yang mau menggelutinya, jadi perlu perhatian khusus dari pemerintah jika memang mau berprestasi,' pesannya.
Denny juga membeberkan rahasia suksesnya hingga mampu mengibarkan bendera merah putih di berbagai negara di Dunia.
"Saya itu berolahraga bukan sekadar untuk berprestasi atau parahnya lagi hanya mengejar uang semata, saya olahraga karena memang saya suka dan itu hobi saya," kata Denny yang mengaku banyak terinspirasi dari omnya, Charlie Thios.
Kini hari-hari Denny Thios dipenuhi dengan tumpukan besi. Setiap hari ia mengerjakan pesanan orang-orang, mulai dari memotong dan melubangi besi, hingga memperbaiki mesin.
Di bengkel yang luasnya tak seberapa itu ia menghabiskan masa tuanya untuk meneruskan pekerjaan ayahnya dulu, ia selalu ditemani oleh beberapa ekor anjing piaraannya yang dirantai di dalam bengkel.
Rambutnya yang mulai memutih, dan tangannya yang tak sekekar dahulu lagi tampak begitu terampil mengolah potongan besi-besi tua dan berkarat di bengkelnya itu.
Kini yang tersisa darinya hanyalah beberapa medali dan sertifikat bukti prestasinya serta id card atlet yang selalu ia simpan baik-baik sebagai pengingat moment-momen indahnya saat membela Indonesia. Sayangnya ia mengaku beberapa medali pentingnya sudah tak ia pegang karena disimpan di Jawa Timur.
"Syukuri apapun yang kamu kerjakan, dan cintai pekerjaanmu," pesannya yang juga pernah berprofesi sebagai nelayan ini. (*)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.