Mempertahankan Pacuan Kuda Pulomas dan Pengembangan Equestrian
Senin (25/4) sore, dilangsungkan Rapat Umum Dengar Pendapat (RDPU) antara Komisi X DPR RI dengan jajaran Pordassi (Persatuan Olahraga Berkuda Seluruh
Editor: Toni Bramantoro
TRIBUNNEWS, COM. JAKARTA - Senin (25/4) sore, dilangsungkan Rapat Umum Dengar Pendapat (RDPU) antara Komisi X DPR RI dengan jajaran Pordassi (Persatuan Olahraga Berkuda Seluruh Indonesia). RDPU digelar di ruang rapat Komisi X DPR RI, dui gedung Nusanatara I, Kompleks Parlemen, Senayan.
RDPU dipimpin oleh Drs.Utut Adianto selaku wakil ketua Komisi X, dihadiri oleh beberapa anggotanya, termasuk Teuku Riefky Harsya yang juga ketua komisi X.
Dari jajaran Pordasi, hadir Ketua Umum PP Pordasi H.Mohammad Chaidir Saddak, MBA, Sekjen PP Pordasi Wijaya Mithuna Noeradi, serta sejumlah pengurus teras PP Pordasi sekaligus pengurus Pengprov Pordasi DKI Jaya, seperti Ir.H.Widodo Edi Sektianto, MM, H.Fatchul Anas, serta Alex Asmasoebrata, Audi Tambunan, dan Herlan Matrusdi, masing-masing selaku ketua, wakil ketua dan sekretaris Pengprov Pordasi DKI Jaya.
Pada RDPU yang berlangsung sekitar satu jam tersebut, jajaran Pordasi menyampaikan pokok-pokok pandangannya.
Pacuan kuda Pulomas merupakan salah satu peninggalan dari pemerintahan Soeharto yang bersejarah dan perlu dipertahankan keberadaannya, sebab:
1. Dibangun atas persetujuan Presiden Soeharto tahun 1970 dan diresmikan Gubernur DKI Jakarta ASli Sadikin di atas tanah negara seluas 86 ha dengan biaya Rp 2 miliar dan menjadi salah satu yang terbaik di Asia saat itu, dan pengoperasiannya dikerjasamakan dengan Australia.
2. Sudah lebih dari 45 tahun digunakan sebagai pusat pembinaan olahraga berkuda, khususnya pacuan kuda dan setelah tahun 1990 mulai dipertandingkan equestrian di kawasan Pulomas, sehingga menghasilkan atlet yang berprestasi di tingkat regional dan internasional.
3. Arena pacuan kuda Pulomas merupakan tempat berkumpulnya para peternak di Indonesia untuk membuktikan keberhasilannya peternakannya dalam melahirkan kuda-kuda yang tercepat di kelasnya.
4. Menjadi barometer prestasi nasional di cabang olahraga berkuda, terutama untuk pacuan kuda, dan belum tergantikan oleh lapangan kuda mana pun di Indonesia.
5. Jika dipindahkan dari Pulomas, tentu pemerintah Provinsi DKI Jakarta harus mengeluarkan dana ratusan miliar untuk membangun kembali, itu pun belum tentu ada lahan di Jakarta untuk arena pacuan kuda.
REKOMENDASI AEF
Sangat disayangkan PT Pulo Mas Jaya diduga telah menyalah-gunakan wewenangnya, sehingga aarea pacuan kuda yang tadinya 86 ha, saat ini tinggal sekitar 32-34 ha saja, sisanya telah diubah menjadi lahan perumahan.
Pengalihan HPL (Hak Pengelolaan Lahan) menjadi HGB (Hak Guna Bangunan) juga dipertanyakan oleh Dirjen Keuangan dan Aset Daerah, Kemendagri.
Bila perlu penegak hukum bisa memproses pengalihan-fungsian lahan ini karena menurut UU No 3 Tahun 2005 Tentang Sistem Keolahragaan Nasional, karena lahan tersebut juga merupakan lahan hijau yang tidak bisa didirikan perumahan.
Berdasarkan Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 14 Tahun 2016 tanggal 25 Januari 2016 tentang Percepatan Pembangunan indoor Velodrome dan Equestrian, melalui PT Jakarta Propertindo, maka PT Pulomas Jaya diberikan tugas untuk mengembangkan equestrian di Pulomas. Namun yang dilakukan oleh Direktur Utama PT Pulo Mas Jaya, Landi M.Mangaeweang, justru tidak sesuai dengan mekanisme penyelenggaraan sebuah cabang olahraga di Asian Games.