Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Sport

Andai Sepeda itu Tak Lenyap

Bocah tersebut bersumpah akan memukuli pencuri sepedanya

Penulis: Deodatus Pradipto
zoom-in Andai Sepeda itu Tak Lenyap
INTERNET
Muhammad Ali dan The Beatles. Foto tahun 1964 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Suatu hari pada tahun 1954, seorang bocah 12 tahun datang ke kantor polisi di Louisville, Kentucky. Bocah itu melaporkan sepedanya yang dicuri kepada petugas bernama Joe E. Martin.

Bocah tersebut bersumpah akan memukuli pencuri sepedanya. Martin kemudian menyarankan bocah itu untuk belajar bertinju terlebih dulu jika ingin memukuli pencuri tersebut. Martin menawarkan diri untuk melatih bocah tersebut bertinju.

Bocah itu adalah Cassius Clay, yang kemudian mengubah namanya menjadi Muhammad Ali. Clay berada di bawah bimbingan Martin selama enam tahun. Martin pula yang berperan membawa Clay meraih medali emas di Olimpiade Roma pada 1960. Clay kemudian berpisah dengan Martin setelah kesuksesan tersebut, namun tetap menjalin komunikasi sampai Martin meninggal dunia.

Takdir memang telah tertulis. Empat tahun berselang, Cassius Clay mampu meraih gelar Juara Dunia Kelas Berat setelah menang TKO atas Sonny Liston pada 25 Februari 1964 di Miami. Ini adalah gelar Juara Dunia pertama dalam kariernya.

Setelah memastikan kemenangannya, Clay berlari ke sudut ring. Clay lalu menunjuk para jurnalis yang berada di samping ring.

"Makan kata-kata kalian! Saya yang terbaik! Saya telah mengguncang dunia, saya hal terbaik yang pernah ada," ujar Clay ketika itu.

Muhammad Ali tidak hanya petarung di atas ring, namun di luar ring. Ketika pindah ke Islam dan mengganti namanya menjadi Muhammad Ali, Ali melawan perbudakan terhadap kulit hitam.

BERITA REKOMENDASI

"Cassius Clay adalah nama budak saya," kata Ali.

Ali pernah bertarung dengan pemerintah Amerika Serikat ketika menolak bergabung dengan Angkatan Darat saat perang Vietnam. Ali menolak mengikuti wajib militer sehingga gelar juara World Boxing Association-nya dicabut dan dijatuhi hukuman penjara selama lima tahun. Tak hanya itu, Ali juga diskors tidak boleh bertinju pada 1967 sampai 1970.

"Hati nurani saya tidak akan membiarkan saya menembak saudara saya, atau orang yang berkulit lebih gelap, atau orang miskin kelaparan di lumpur untuk Amerika yang adidaya. Menembak mereka untuk apa? Mereka tidak pernah memanggil saya negro, mereka tidak pernah menggantung saya, mereka tidak menaruh anjing pada saya, mereka tidak merampok kewarganegaraan saya, memerkosa atau membutuh ibu dan ayah saya. Bagaimana saya menembak orang miskin? Penjarakan saya saja," ujar Ali.

Muhammad Ali bukan hanya petinju terbaik dalam sejarah, namun juga simbol dari kebebasan orang-orang kulit hitam. "Dia memberikan banyak keberanian untuk komunitas kulit hitam dan mengubah pola pikir kami, 'Kamu bisa menjadi bintang dan jangan jadi pendiam,'" ujar Channing Frye, pebasket Cleveland Cavaliers. "Kamu bisa menyuarakan pendapatmu dan menjadi kontroversial dan tetap menjadi seorang juara," imbuh Frye.

Mungkin dunia tidak akan pernah melihat lagi atlet, atau figur publik lain, yang seperti Ali. Selain Juara Dunia tiga kali, Ali terlibat dalam sejumlah pertarungan epik, termasuk pertarungannya dengan Joe Frazier.


Muhammad Ali memiliki gaya bertinju yang tidak ortodoks untuk ukuran kelas berat. Kutipannya yang terkenal, 'Float like a butterfly, sting like a bee" menggambarkan gaya bertinju Ali.

Ali melayangkan pukulannya secara cepat, memiliki reflek yang luar biasa dan pergerakan yang konstan, menari dan memutari lawan, posisi tangannya rendah saat bertahan dan secara cepat melancarkan jab kiri dari sudut yang tidak diduga. Kakinya juga kuat sehingga lawan sulit menjatuhkan Ali di pojok ring dan Ali kerap memanfaatkan tali untuk menghindari pukulan lawan.

"Saya lebih menyukai Muhammad Ali daripada Mike Tyson. Ali itu seniman tinju, sedangkan Tyson sekadar mesin," ujar seorang penggemar tinju di Indonesia suatu kali kepada penulis.

Muhammad Ali tidak pernah memercayai kesederhanaan. Ali pernah menyatakan dirinya bukan hanya 'the greatest', namun 'the double greatest'. Ya, selain memiliki fisik yang kuat, Ali juga kerap melancarkan perang kata-kata kepada lawan-lawannya. Justru itulah seninya, Muhammad Ali menjadi sosok petinju yang karismatik dan memiliki daya tarik tinggi.

"Dia bilang dia tampan, dia banyak melakukan hal hebat. Jika kamu berusia 16 tahun dan ingin meniru seseorang, tirulah Ali," ujar George Foreman, mantan rival Ali, seperti dikutip oleh Reuters.

Kini Ali telah tiada. Dunia kehilangan sosok atlet terbaik dan persona yang luar biasa, meski kerap kontroversial.

"Muhammad Ali termasuk manusia terbaik yang pernah saya temui. Tidak diragukan lagi dia termasuk manusia terbaik yang pernah hidup pada masa kini," kata Foreman kepada BBC. (Tribunnews/deo)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas