Ayahnya Dibunuh Kelompok Jihadis, Pelatih Tim NBA Tetap Tolak ''Muslim Ban'' Donald Trump
Tujuh negara yakni Iran, Irak, Libya, Somalia, Suriah, Sudan, dan Yaman masuk dalam list larangan tak diizinkan masuk ke Amerika selama 90 hari.
Laporan Wartawan SuperBall.id, Muhammad Robbani
TRIBUNNEWS.COM, CALIFORNIA - Pelatih tim basket anggota kompetisi NBA, Golden State Warriors, Steve Kerr ikut menentang kebijakan Presiden Amerika Serikat Donald Trump soal 'Muslim Ban'.
Tujuh negara yakni Iran, Irak, Libya, Somalia, Suriah, Sudan, dan Yaman masuk dalam list larangan tak diizinkan masuk ke Amerika selama 90 hari.
Baca: Bek Stoke City Dukung Muslim Ban yang Dicanangkan Donald Trump
Steve Kerr yang punya kenangan buruk soal ayahnya, Malcolm Kerr, yang dibunuh teroris di Suriah pada 1984 tetap menolak larangan tersebut.
"Jika kami memilih untuk melawan teroris dengan cara melarang orang datang ke negara kami, itu adalah cara yang bertentangan dengan prinsip negara ini sendiri karena menciptakan ketakutan," ungkap Steve Kerr, sebagaimana dikutip SuperBall.id dari Tribune.com.pk, Jumat (3/2/2017).
"Ini adalah cara yang salah, kami justru bisa memupuk kemarahan dan teror, saya merasakan penderitaan orang-orang yang terkena efek kebijakan ini," tambahnya.
Ayah Steve Kerr, Malcolm Kerr, merupakan seorang akademisi yang ditembak mati oleh sekelompok orang di Suriah saat menjabat sebagai Presiden American University of Beirut, Suriah.
Dalam usia 52 tahun, Malcolm ditembak mati di kantornya dalam motif dan pelaku yang tidak diketahui.
Meski begitu kelompok Jihadis Islamis diklaim sebagai yang bertanggung jawab dalam aksi yang terjadi pada 18 Januari 1984 itu. (*)