Enam Kegagalan Pengurus KONI DKI Saat ini Menurut Versi Timses Yudi Suyoto
Genderang peperangan untuk memperebutkan kursi ketua umum KONI DKI Jakarta 2017-2021 sudah ditabuh.
Editor: Toni Bramantoro
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Genderang peperangan untuk memperebutkan kursi ketua umum KONI DKI Jakarta 2017-2021 sudah ditabuh.
Meski pemiihannya baru akan dilangsungkan 29 April mendatang, namun atmosfir persaingannya sudah merebak. Kubu pendukung Raja Sapta Ervian yang petahana mungkin sudah mulai tidak bisa tenang dengan gebrakan yang diperlihatkan lawannya, pendukung Yudi Suyoto.
Pada Rabu (22/3) sore, belasan perwakilan cabor yang mendukung pencalonan Yudi Suyoto menegaskan komitmen mereka untuk "all out" memperjuangkan mantan sekum dan ketua harian KONI DKI Jakarta era 1990-an dan 2000-an itu untuk dapat menduduki kursi ketua umum KONI DKI Jakarta periode 2017-2021.
Menurut keterangan DR.Nurali, salah satu ketua timses Yudi Suyoto, sudah 35 cabor yang mendukung mereka. Itu berarti sudah melampaui syarat dukungan minimal 25 cabor untuk dapat dimajukan sebagai calon ketua umum.
Persyaratan seorang calon ketum harus didukung minimal 25 suara itu ditentukan pada Rapat Anggota Tahunan (RAT) KONI DKI Jakarta pada Sabtu (18/3) lalu. Menurut DR.Nurali persyaratan tersebut sangat ganjil, tidak normatif.
"Pimpinan Disorda DKI saja hanya menyarankan sebaiknya persyaratannya cukup didukung lima cabor saja, agar lebih demokratis, bisa muncul banyak calon," papar DR.Nurali.
Timses Yudi Suyoto juga membagikan rilis terkait enam kegagalan dari kepengurusan KONI DKI Jakarta di era kepemimpinan Raja Sapta Ervian ini:
1. Gagal mempertahankan juara umum dalam perhelatan bergengsi pada PON XIX/2016 di Jawa Barat
2. Gagal memfasilitasi pemenuhan peralatan olahraga bagi cabang olahraga yang berlaga pada Pra PON tahun 2015 dan PON XIX tahun 2016
3. Gagal meyakinkan pemerintah dan legislatif atas kebutuhan anggaran tahun 2016 sebesar Rp 700 miliar dan hanya mendapatkan sekitar Rp 200 miliar, masih dibawah anggaran tahun 2012 untuk mengikuti PON XVIII di Riau./
4. Gagal mengkoordinasikan pencairan bonus terhadap atlet, pelatih dan asisten pelatih serta cabang olahraga yang meraih medali di ajang PON XIX tahun 201, sebagaimana telah ditetapkan dalam SK Gubernur, Keputusan Gubernur
DKI Jakarta No 2293 Tahun 2010.
5. Gagal mengoptimalkan penyerapan dana untuk kebutuhan PON XIX, sehingga di akhir tahun 2016.justru ada pengembalian dana Rp 1,3 miliar.
6.Gagal membina hubungan baik dengan instansi pemerintah dan legislatif provinsi DKI Jakarta. tb