Kisah Paralympian Angkat Besi Indonesia: Ujaran Spesial Sang Ayah Berbuah Sederet Prestasi
Ayahnya hanya menjawab “kamu tidak berbeda, kamu itu spesial dari yang lainnya. Setelah dewasa nanti kami akan mengerti,” ujar Widi
Penulis: Abdul Majid
Editor: Hasiolan Eko P Gultom
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Abdul Majid
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Kisah inspiratif kali ini datang dari paraylimpian Indonesia yang turun di cabor angkat besi. Ni Nengah Widiasih namanya.
Wanita tangguh asal Bali ini pun turut menceritakan bagaimana perjuangan hidupnya di tengah keterbatasan kondisi tubuhnya hingga akhirnya mampu mengharumkan Indonesia di kancah Internasional.
Berbeda dari kisah Jendi Panggabean atau pebalab Muhammad Fadli yang kekurangan tubuhnya dialami karena kecelakaan, Ni Nengah Widiasih justru telah ia terima sejak kecil.
Awalnya, wanita yang akrab disapa Widi itu lahir dengan kondisi tubuh normal. Ketika menginjak usai tiga tahun, Widi mengalami sakit. Badannya demam tinggi hingga akhirnya tak bisa berjalan lagi.
“Saya dilahirkan normal sampai usia tiga tahun, kemudian saya sakit panas. Sama orangtua saya di ajak ke dokter, di sana disuntik. Tapi setelah disuntik malah makin lemas total dan tidak bisa jalan. Segala upaya sudah dicoba sampai pergi ke dukun, tapi Tuhan berkata lain,” cerita Ni Nengah.
Seiring berjalannya waktu, Widi yang tumbuh besar namun tak diikuti dengan kondisi kedua kakinya. Ya, Widi mengalami polio yang mengakibatkan kedua kakinya mengecil.
Dengan kondisi tersebut, Widi yang awalnya tak mengetahui apa terjadi pada tubuhnya pun lalu bertanya kepada Ayahnya.
"Ayah hanya menjawab, “kamu tidak berbeda, kamu itu spesial dari yang lainnya. Setelah dewasa nanti kami akan mengerti",” ujar Widi yang mengingat pesan Ayahnya dulu.
Hari demi hari, Widi lalui meskipun rasa iri melihat teman-temannya bisa berlari sedangkan ia tidak, masih terus menyelemuti keseharian Widi kecil.
Hingga suatu ketika, Widi yang hidup di tengah lingkungan atlet angkat besi di Bali, mulai tertarik pada olahraga tersebut.
Ia pun mencobanya dan berlatih dengan tekun hingga harapan itu muncul dan membuat Widi semakin bersemangat.
“Pertama kali, saya tidak mengerti. Waktu itu ada yang tanya, kamu turun di kelas berapa? Saya jawab saja kelas 6 SD,” ujar Widi yang disambut gelak tawa awak media.
“Setelah saya latihan tiga bulan, kemudian saya diikuti kejuaraan nasional di Bali. Waktu itu saya dapat medali emas,” sambungnya.
Pencapaian itu membuat Widi semakin besemangat. Ketika kelas satu SMP, Widi masuk skuat pelatnas NPC di Solo. Dari situ lah, prestasi demi prestasi internasional Widi mulai terukir.
Prestasi Widi antara lain, tahun 2008 memenangkan medali perunggu di ParaGames ASEAN di Nakhon Ratchasima, sedangkan tahun berikutnya ia menerima medali perak di Kuala Lumpur.
Dia juga dianugerahi dengan medali pada kompetisi tingkat nasional di Surakarta dan Bali. Dia bersaing di kelas 40 kilogram.
Prestasi mentereng lainnya yakni juga tercatat sebagai peraih medali perunggu di Paralimpiade Rio de Janeiro tahun 2016 dan berhasil menjadi atlet satu-satu nya yang berhasil menyumbang Medali Perunggu untuk kategori angkat berat 41 kilogram.
Widi juga berhasil meraih Medali Emas di ajang Asean Para Games 2017 di Malaysia untuk kategori 45 kilogram.
Kini, tak lama lagi, penampilan Widi akan kembali teruji. Dia akan tampil di ajang Asian Para Games 2018 yang terselenggara di Jakarta pada 6-13 Oktober.
Di ajang itu pun, Widi mengaku optimistis bisa menyumbangkan medali bagi Indonesia, terlebih sebelumnya ia mampu menorehkan catatan apik pada kejuaaraan di Jepang dan Prancis.
“Saya baru pulang dari Jepang, ikut turnamen kualifikasi paralyimpic Tokyo 2020. Saya dapat perak. Dua bulan lalu juga dapat emas Europe Open Prancis. Dan sekarang sata beraada di ranking kedua dunia. Yang pegang rekor masih dari China, dia sangat kuat. Semoga di Asian Para Games Jakarta, prestasi saya bisa lebih baik,” pungkasnya.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.