Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Sport

Kisah Paralympian Angkat Besi Indonesia: Ujaran Spesial Sang Ayah Berbuah Sederet Prestasi

Ayahnya hanya menjawab “kamu tidak berbeda, kamu itu spesial dari yang lainnya. Setelah dewasa nanti kami akan mengerti,” ujar Widi

Penulis: Abdul Majid
Editor: Hasiolan Eko P Gultom
zoom-in Kisah Paralympian Angkat Besi Indonesia: Ujaran Spesial Sang Ayah Berbuah Sederet Prestasi
Tribunnews/Abdul Majid
Paralympian angket besi Indonesia, Ni Nengah Widiasih saat menjadi pembicara di salah acara di Kawasan SCBD, Jakarta, Selasa (18/9/2018). 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Abdul Majid

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA –  Kisah inspiratif kali ini datang dari paraylimpian Indonesia yang turun di cabor angkat besi. Ni Nengah Widiasih namanya.

Wanita tangguh asal Bali ini pun turut menceritakan bagaimana perjuangan hidupnya di tengah keterbatasan kondisi tubuhnya hingga akhirnya mampu mengharumkan Indonesia di kancah Internasional.

Berbeda dari kisah Jendi Panggabean atau pebalab Muhammad Fadli yang kekurangan tubuhnya dialami karena kecelakaan, Ni Nengah Widiasih justru telah ia terima sejak kecil.

Awalnya, wanita yang akrab disapa Widi itu lahir dengan kondisi tubuh normal. Ketika menginjak usai tiga tahun, Widi mengalami sakit. Badannya demam tinggi hingga akhirnya tak bisa berjalan lagi.

“Saya dilahirkan normal sampai usia tiga tahun, kemudian saya sakit panas. Sama orangtua saya di ajak ke dokter, di sana disuntik. Tapi setelah disuntik malah makin lemas total dan tidak bisa jalan. Segala upaya sudah dicoba sampai pergi ke dukun, tapi Tuhan berkata lain,” cerita Ni Nengah.

Seiring berjalannya waktu, Widi yang tumbuh besar namun tak diikuti dengan kondisi kedua kakinya. Ya, Widi mengalami polio yang mengakibatkan kedua kakinya mengecil.

Berita Rekomendasi

Dengan kondisi tersebut, Widi yang awalnya tak mengetahui apa terjadi pada tubuhnya pun lalu bertanya kepada Ayahnya.

"Ayah hanya menjawab, “kamu tidak berbeda, kamu itu spesial dari yang lainnya. Setelah dewasa nanti kami akan mengerti",” ujar Widi yang mengingat pesan Ayahnya dulu.

Hari demi hari, Widi lalui meskipun rasa iri melihat teman-temannya bisa berlari sedangkan ia tidak, masih terus menyelemuti keseharian Widi kecil.

Hingga suatu ketika, Widi yang hidup di tengah lingkungan atlet angkat besi di Bali, mulai tertarik pada olahraga tersebut.

Ia pun mencobanya dan berlatih dengan tekun hingga harapan itu muncul dan membuat Widi semakin bersemangat.

“Pertama kali, saya tidak mengerti. Waktu itu ada yang tanya, kamu turun di kelas berapa? Saya jawab saja kelas 6 SD,” ujar Widi yang disambut gelak tawa awak media.

“Setelah saya latihan tiga bulan, kemudian saya diikuti kejuaraan nasional di Bali. Waktu itu saya dapat medali emas,” sambungnya.

Halaman
12
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas