Gelaran Olimpiade Tokyo 2020 Dimata Rosan P Roeslani dan Raja Sapta Oktohari
Penerapan protokol kesehatan yang ketat dan perencanaan terstruktur membuat pergelaran Olimpiade Tokyo 2020 tidak menghadapi kendala
Editor: Toni Bramantoro
Laporan Reporter WARTAKOTALIVE.COM, Rafsanzani Simanjorang
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Hingga saat ini, pergelaran Olimpiade Tokyo berlangsung cukup sukses.
Penerapan protokol kesehatan yang ketat dan perencanaan terstruktur membuat pergelaran Olimpiade Tokyo 2020 tidak menghadapi kendala yang cukup berarti.
Hal ini pun membuat penyelenggaraan Olimpiade Tokyo jadi pelajaran bagi negara-negara lain untuk melangsungkan sebuah turnamen besar, tak terkecuali Indonesia.
Setidaknya ada beberapa hal yang bisa dipetik Indonesia yang Oktober nanti akan menggelar Pekan Olahraga Nasional (PON) XX 2020.
Seperti yang diterangkan oleh Rosan P Roeslani selaku chef de mission kontingen Indonesia untuk Olimpiade.
"Kami banyak sekali mendapatkan pelajaran dari event sebesar Olimpiade ini. Karena disana, pertama kali disampaikan, mereka itu tidak ada toleransi untuk pelanggaran. Semua dilakukan secara efisien dan aturannya jelas," ujarnya dalam konferensi pers bersama media lewat aplikasi Zoom, baru-baru ini.
Ia mencontohkan apa yang merwka alami, dimana untuk atlet, offisial harus memberikan rencana aktivitas.
Untuk atlet, mereka hanya bisa ke tiga tempat yakni wisma, tempat latihan, tempat pertandingan.
"Di luar itu tidak boleh. Itu di bubblenya, termasuk pengalungan medali dimana peraih medali mengkalungkan medali itu sendiri. Saat masuk mereka PCR, saliva antigen selama 7 hari berturut turut. Kalau positif langsung di ambil dari wisma dan dilakukan karantina," tambahnya.
Menurutnya, semua sangat jelas, bagaimana menjalankan event dengan tetap menjalankan protokol kesegatan dengan aturan main yang jelas dan terstruktur.
Sementara itu, ketua NOC, Raja Sapta Oktohari menyebut pembelajaran dari Olimpiade Tokyo ada di keseriusan lokal komite dan kerja sama yang baik dengan federasi internasional.
"Kami juga melihat protokol kesehatan yang dijalankan tidak menurunkan performa atlet. Jadi itu yang sebetulnya ritme atau sistem bubble yang dilakukan di Tokyo jadi referensi," sambungnya.