Cerita Getir Karier David Jacobs Jadi Atlet Tenis Meja, Kerap Diremehkan karena Kondisi Fisik
Bukan hanya dipandang sebelah mata, bahkan David waktu itu hampir ditolak bergabung dengan PTP Semarang karena kondisi fisiknya.
Editor: Hasiolan Eko P Gultom
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Lusius Genik
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Peraih medali perunggu Paralimpiade Tokyo 2020 cabang para-tenis meja, Dian David Michael Jacobs mengungkapkan, menjadi atlet bagi penyandang disabilitas bukanlah hal mudah.
Ada banyak pengalaman pahit yang harus dilewati atlet para tenis meja tersebut.
Dipandang sebelah mata karena kondisi fisik sudah menjadi hal biasa bagi David kecil.
"Memang proses ini sangat tidak mudah," ucap David saat berbincang dengan Tribunnews.com via aplikasi Zoom Meeting, Rabu (1/9/2021).
David mengalami disabilitas pada tangan kanan sejak lahir di Ujung Pandang, Sulawesi Selatan, pada 21 Juni 1977.
Pria yang kini berusia 44 tahun itu mengenal olahraga tenis meja sejak usia 10 tahun.
Baca juga: Liku-liku Perjuangan David Jacobs Raih Medali Perunggu Buat Indonesia di Paralimpiade Tokyo 2020
Baca juga: Mimpi David Jacobs Bisa Sekali Lagi Wakili Indonesia di Paralimpiade Paris 2024
"Saya itu pertama kali mengenal tenis meja di Kabupaten Batang, Jawa Tengah. Sebuah kota kecil, karena orang tua saya waktu itu tugas di sana," kata David.
Kebetulan di rumah David di Kabupaten Batang saat itu ada sebuah meja pingpong. Bersama tiga orang kakaknya dan anak-anak tetangga, David lantas menghabiskan waktu bermain tenis meja.
Setiap pulang sekolah, setiap punya waktu luang, David kecil menghabiskan sebagian besar waktunya untuk bermain tenis meja.
"Saya senang banget dibandingkan kakak-kakak saya. Tiap pulang sekolah main, ada waktu main tenis meja," kenang David.
Kegemaran David kecil bermain tenis meja benar-benar menjadi perhatian besar kedua orang tuanya. David menceritakan, kedua orang tuanya benar-benar memberikan dukungan besar, serta membukakan pintu baginya untuk menekuni olahraga tenis meja.
"Saya kan' dilahirkan dengan keterbatasan fisik. Mungkin orang tua saya melihat juga, kalau saya dibina terus untuk memiliki ketrampilan olahraga tenis meja ini, mungkin ke depannya bisa bagus untuk saya," tutur David.
Baca juga: Update Bursa Transfer, Egy Maulana Vikri Gabung Klub Liga Slovakia FK Senica
Dipandang Sebelah Mata Karena Kondisi Fisik
Pada saat David berusia 12 tahun, keluarganya pindah dari Kabupaten Batang ke Kota Semarang. Di kota ini David pertamakali mendapatkan kesempatan untuk bergabung dengan sebuah klub tenis meja bernama PTP Semarang.
"Hanya memang tantangannya tidak mudah. Pada saat saya pertamakali masuk klub di Semarang, ada saja yang memperhatikan kondisi fisik saya. Maksudnya, ada yang meremehkan. Ada juga mungkin yang menertawakan," kenang David.
Bukan hanya dipandang sebelah mata, bahkan David waktu itu hampir ditolak bergabung dengan PTP Semarang karena kondisi fisiknya.
"Bahkan pelatih di Semarang waktu itu hampir tidak menerima saya untuk masuk ke klub itu. Alasannya karena mereka melihat kondisi fisik," tutur David.
Namun berkat upaya orang tuanya, David diberi kesempatan untuk menjalani tes hingga akhirnya bergabung dengan PTP Semarang.
"Akhirnya saya dites, walaupun saya kalah dengan pemain-pemain sana, tapi saya bisa memberikan perlawanan. Akhirnya saya diterima di klub di Semarang itu," kenang David.
Pindah ke Jakarta, Perjuangan Jadi Pemain Timnas Senior
David dan keluarganya tidak lama tinggal di Kota Semarang.
Saat David menginjak bangku Sekolah Menengah Pertama (SMP), keluarganya lagi-lagi berpindah tempat tinggal. Kali ini keluarga David pindah ke Jakarta.
"Ini memang mungkin sudah jalan Tuhan buat saya, karena di Jakarta tempatnya kita mau maju dalam segala hal. Baik olahraga, karena di situ banyak klub, juga banyak pemain-pemain nasional yang bagus, persaingannya sangat ketat," tutur David.
Pada saat di Jakarta, David, diantar orang tuanya mendaftar ke sebuah klub tenis meja di Senayan. Menurut David klub tersebut adalah salah satu klub tenis meja terbaik di Ibu Kota.
"Orang tua saya mengantar saya, tapi itu, saya belum diterima. Belum dites, belum apa, saya tidak diterima. Orang tua saya tidak menjelaskan alasannya, tapi saya langsung tidak diterima. Tapi itu memang salah satu klub terbaik di Jakarta," kenang David.
Setelah ditolak klub tersebut, David dan orang tuanya mendaftar ke UMS 80. Di klub ini David memperoleh kesempatan bertemu dengan pemain-pemain tim nasional tenis meja Indonesia.
Di klub ini pula David mulai menuliskan cita-cita besarnya untuk menjadi atlet tenis meja.
"Di situ saya mulai bercita-cita untuk menjadi seorang atlet. Waktu itu yang di klub saya ada Fabian Fadli, mantan pemain nasional. Jadi mereka ini role model bagi saya," kata David.
Di awal karirnya sebagai atlet tenis meja, David masuk di nomor umum alias bersaing melawan atlet bertubuh sempurna. Kendati demikian, David mampu menorehkan prestasi di berbagai kompetisi tingkat nasional dan internasional, mulai dari Pekan Olahraga Nasional (PON), Southeast Asia Table Tennis Association (SEATTA), dan Southeast Asian (SEA) Games.
Setelah cukup lama berkiprah di ajang tenis meja umum, David beralih ke ajang khusus bagi penyandang disabilitas pada 2010. David kini menjadi salah satu atlet yang diandalkan untuk memborong medali emas di berbagai kompetisi internasional. Terbaru David mempersembahkan medali perunggu bagi Indonesia dari Paralimpiade Tokyo 2020.