Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Sport

Ketua LSM Olahraga Indonesia: Harus Ada Forum Mengoreksi Kebijakan Olahraga Nasional

Michael A. Tani Wangge, mengatakan sangat penting bagi kita adanya sebuah lembaga yang berfungsi mengoreksi kebijakan tata kelola olahraga nasional.

Penulis: Toni Bramantoro
zoom-in Ketua LSM Olahraga Indonesia: Harus Ada Forum Mengoreksi Kebijakan Olahraga Nasional
Dok. pribadi
Michael A. Tani Wangge 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua LSM Olahraga Indonesia, Michael A. Tani Wangge, mengatakan sangat penting bagi kita adanya sebuah lembaga yang berfungsi mengoreksi kebijakan tata kelola olahraga nasional.

Ini sangat penting agar kebijakan-kebijakan olahraga yang diterapkan baik di tingkat nasional maupun di provinsi bisa terkoreksi dan tidak terjadi salah kaprah dalam praktek pelaksanannya.

Demikian dikatakan oleh, Michael A. Tani Wangge di sekretariat LSM Olahraga Indonesia Jalan Casablanca Tebet Jakarta Selatan, Selasa (11/1/2022).

Dalam kesempatan itu ia mengatakan LSM Olahraga Indonesia di bawah koordinasinya menyoroti sejumlah kebijakan olahrahga yang dinilai salah kaprah.

Kebijakan-kebijakan itu kata dia, kelak bisa membawa kehancuran pembinaan olahraga secara nasional bila tidak dikoreksi lewat lembaga-lembaga yang bisa menyuarakan kesalah-kaprahan kebijaksan ini.

Salah satu kebijakan yang salah kaprah itu di antaranya adalah, kebijakan yang menyebabkan terjadi “pengebirian” terhadap lembaga olahraga bernama Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Pusat oleh negara. Seperti apa model pengebirian itu?

Model pengebirian itu, ialah KONI diberi tugas dan kewajiban secara maksimal sesuai Undang-Undang SKN (Sistem Keolahragaan Nasional) namun lembaga ini tidak diberi “peluru” yang memadai oleh negara. Kebijakan macam itulah menurut Michael A. Tani Wangge perlu dikoreksi.

Berita Rekomendasi

Menurutnya, KONI Pusat harus tetap pada fungsinya sebagai pembina olahraga. Negara harus memberi fasilitas yang memadai kepada KONI Pusat sesuai fungsinya sebagai pembina olahraga dalam negeri di seluruh Indonesia. Kenyatannya tidak seperti itu.

Negara seolah-olah turun tangan sendiri membina di berbagai lini olahraga. Dan, memang ada pasal yang mengatur bahwa negara menjadi pembina yaitu pada pasal 13 UU SKN 2005. Pasal ini menurutnya adalah pasal sesat pikir, salah kaprah, dan keliru besar.

Dimana-mana di seluruh dunia, negara tidak pernah campur tangan menjadi pembina, namun negara wajib membangun infrastruktur dan memfasilitasi lembaga non goverment seperti KONI mengganti tangan negara untuk menjangkau dalam berbagai kegiatan pembinaan olahraga. Hanya negara komunis yang pembinaan olahraga dilakukan oleh negara. Indonesia ‘kan bukan negara komunis katanya.

Dia mengatakan sejak diterbitkan Undang Undang SKN 17 tahun silam (2005) hingga saat ini tidak ada lembaga yang mampu mengoreksi kebijakan yang salah kaprah seperti di atas. Berharap DPR RI yang mengoreksi ternyata tidak juga.

"Tugas KONI sangat mulia sebagaimana diamanatkan oleh Undang Undang SKN Nomor 3 Tahun 2005. Tugasnya sesuai pasal 36 ayat 4 antara lain (a) Membantu Pemerintah dalam membuat kebijakan nasional dalam bidang pengelolaan, pembinaan, dan pengembangan olahraga prestasi pada tingkat nasional; (b). mengoordinasikan induk organisasi cabang olahraga, organisasi olahraga fungsional, serta komite olahraga provinsi dan komite olahraga kabupaten/kota; (c). melaksanakan pengelolaan, pembinaan, dan pengembangan olahraga prestasi berdasarkan kewenangannya; dan (d). melaksanakan dan mengoordinasikan kegiatan multikejuaraan olahraga tingkat nasional," urai Michale A. Tani Wangge.

Berdasarkan fungsi tersebut lembaga KONI Pusat seharusnya memegang kendali pembinaan olahraga nasional, sekalipun lembaga itu hanya berfungsi sebagai yang membantu pemerintah menjangkau pembinaan.

Kalau negara ikut menjadi pembina menurut Michale A. Tani Wangge, itu karena salah tafsir Undang-Undang SKN atau sesat pikir.

Akibat pengebirian semacam ini KONI yang dahulu adalah lembaga yang “strong” sekarang menjadi lembaga yang “loyoh” . Mau bilang KONI hidup tapi nyatanya sudah tidak berdaya. Tentu saja ini hanya terjadi di lembaga KONI Pusat.

Sangat berbeda dengan KONI-KONI Provinsi karena KONI di daerah oleh Pemerintah Provinsi tetap mengefektifkan fungsi KONI sebagaimana mestinya.

Mantan wartawan senior Suara Pembaruan ini berharap ke depan Kemenpora harus bisa duduk bersama KONI dan KOI untuk membicarakan hal ini. Jangan sampai, ketiga stakholder olahraga (KONI, KOI, dan Kemenpora) semuanya berstatus sebagai pembina olahraga.

"Ini salah besar. Karena itu jangan kebirikan KONI Pusat, namun perlu dibantu agar KONI Pusat tetap sehat menjalankan fungsi pembinaan sebagaimana mestinya," tutur Michale A. Tani Wangge.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
×

Ads you may like.

© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas