Saga Transfer Marc Marquez ke Gresini Ciptakan Stereotipe Jelek di Kalangan Rider MotoGP
Mantan manajer Honda, Livio Suppo menyebut Marc Marquez telah menciptkan stereotipe buruk di MotoGP dengan mudahnya melanggar kontrak pembalap.
Penulis: Drajat Sugiri
Editor: Muhammad Nursina Rasyidin
TRIBUNNEWS.COM - Saga transfer Marc Marquez ke Gresini Ducati pada MotoGP 2024 meninggalkan kesan kurang baik.
Cara Marc Marquez meninggalkan tim Repsol Honda, diyakini sejumlah pihak membawa stereotipe alias pandangan buruk ke MotoGP.
Pengaruh yang dimaksud adalah saat Marc Marquez meninggalkan tim, meski ia masih punya kontrak sah dengan Repsol Honda sampai MotoGP 2024.
Tindakan tersebut dianggap merusak kesakralan sebuah kontrak sah, yang seharusnya memiliki kekuatan hukum yang mengikat pembalap dan tim di MotoGP.
Baca juga: Terungkap, Rahasia Comeback Luar Biasa Bagnaia di MotoGP Indonesia Saat Start di Posisi 13
Pendapat tersebut disepakati oleh mantan bos tim Repsol Honda sendiri, Livio Suppo, yang tahun lalu sempat menukangi tim Suzuki Ecstar.
"Jelas merusaka tatanan sebuah kontrak, di itu Anda melihat pembalap seperti Marc Marquez yang bermasalah selama berbulan-bulan dan akhirnya memutus kontrak yang berjalan 10 tahun dengan Honda," kata Suppo, seperti yang dikutip dari laman Motosan.
Aksi nekat Marquez tersebut dianggap Suppo mempengaruhi pikiran pembalap lain, khususnya Miguel Oliveira yang kini menjadi incaran rakasa Jepang tersebut.
"Ini bisa menjadi contoh buruk bagi yang lain. Oliveira bakal bilang 'Jika Marquez bisa, aku juga bisa melakukannya'," jelas pria yang juga pernah memimpin tim Ducati Corse ini.
Apalagi tawaran untuk membela tim legendaris tersebut akan sangat sulit ditolak, apalagi jika dibandingkan posisinya sebagai pembalap tim kecil seperti RNF.
"Itu bisa sempurna untuknya karena di Portugal ia sangat terkenal, tapi benar bahwa ada kontrak yang harus dipatuhi," ungkap Suppo.
"Saat ini ia juga marah karena motornya tidak sebagus pembalap Aprilia lainnya, di sisi lain ia juga takut bahwa Aprilia tahun depan bisa membuat lompatan," jelas Suppo.
Masalah kesakralan kontrak ini juga sempat dipikirkan oleh bos Aprilia Racing, Massimo Rivola, saat menanggapi potensi Oliveira bergabung ke kubu lawan.
"Pesan buruk ini muncul karena kontrak itu tak ada gunanya, sebuah kertas toilet untuk membersihkan pantat," kata Rivola di sesi yang berbeda.
"Di duniaku kontrak adalah hal serius. Kontrak mengatur kesepakatan, pernikahan, ikatan antara dua pihak. Dan tanpa sesuatu luar biasa untuk memutusnya, aku tak melihat ada alasan kontrak diputus," jelasnya.
Hal serupa juga diungkap manajer Enea Bastianini sekaligus pengamat kondang, Carlo Pernat.
Pernat menilai awal masalah penyepelean kontrak ini bermula dengan kasus Maverick Vinales dan Yamaha beberapa tahun lalu.
"Semua ini terjadi ketika Vinales dipecat Yamaha. Kupikir Dorna seharusnya melakukan sesuatu, manajemen kejuaraan balap motor tak pernah seperti ini," kata Pernat.
"Mereka harusnya juga membuat aturan baru yang belum pernah ada. Mereka hanya memikirkan pertunjukan tapi tidak dengan olahraganya," pungkas Pernat.
(Tribunnews.com/Giri)