Skema Unifikasi Liga Bikin Klub IPL Terpuruk
Sekitar 1.200 pemain bola di Indonesian Premier League (IPL) maupun Divisi Utama, kini berada di persimpangan jalan.
Penulis: Glery Lazuardi
Editor: Toni Bramantoro
Laporan Wartawan Tribun Jakarta, Glery Lazuardi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sekitar 1.200 pemain bola yang tersebar dalam kompetisi di Indonesian Premier League (IPL) maupun Divisi Utama, kini berada di persimpangan jalan. Pasalnya, selama ini perumusan unifikasi liga ternyata tidak berpijak pada realitas klub-klub sepakbola profesional di Tanah Air.
Pernyataan ini diungkapkan oleh CEO Persebaya Gede Widiade dalam suratnya kepada Menpora Roy Suryo. Dalam suratnya yang bertanggal 27 Maret 2013, Gede mengungkapkan skema unifikasi liga yang diusulkan oleh Djoko Driyono sebagai CEO Liga Indonesia membuat klub-klub kian terpuruk.
“Konsep ini menimbulkan iklim ketidakpastian bagi klub-klub sepakbola profesional dalam menghormati kontrak tenaga kerjanya dengan para pemain maupun staf di manajemen klub yang bersangkutan,” jelas Gede seperti dilansir situs IPL, Jumat (29/3/2013).
Belum lagi kemampuan mengelola klub sebagai sebuah entitas bisnis secara profesional yang masih jauh dari tataran ideal. Kondisi ini membuat berat dan sulit untuk membangun kerangka bisnis yang memadai sesuai dengan kebutuhan PT yang menaungi klub sepakbola profesional.
“Begitu banyak keluhan pemain yang belum terselesaikan tunggakan gajinya, tagihan dari supplier maupun vendor dari dua PT yang mengelola klub-klub, baik di lingkup LPIS maupun LI,” ungkapnya.
Selain itu, multiplier effect dari pengelolaan klub sepakbola juga terganggu. Menurutnya, jika dalam sebuah pertandingan, maka ekonomi masyarakat lokal di stadion maupun kota yang bersangkutan juga akan menggeliat ramai. Mulai dari pedagang asongan, penjual makanan, usaha perhotelan, maupun penerbangan, semuanya turut menikmati kue bersama. Belum lagi sumbangan pendapatan asli daerah (PAD) dari pajak tontonan dari tiket yang diperoleh.
“Aspek ekonomi klub sebagai sebuah PT dan juga usaha bisnis masyarakat di daerah masing-masing bisa roboh dan hilang dalam sekejap. Ini terjadi akibat konsep unifikasi liga sepakbola profesional yang tidak memperhitungkan aspek ketenagakerjaan dan bisnis masyarakat lokal di masing-masing klub peserta kompetisi,” tulis pengusaha properti ini dalam suratnya.
Menurut Gede, yang mendapat amanat dari para CEO IPL dan DU ini untuk menyampaikan surat tersebut kepada Menpora, setiap klub memiliki sekitar 30 pemain yang tiga sampai lima di antaranya adalah pemain asing yang telah memiliki izin kerja sesuai KITAS dan persyaratan UU Ketenagakerjaan. IPL sendiri terdiri dari 16 klub dan Divisi Utama diisi oleh 24 klub.
“Jika kami dipaksa mati atau tutup karena faktor egoisme sekelompok orang saja, tentu kami sangat keberatan. Kami memohon menteri untuk memperhatikan aspek UU Ketenagakerjaan karena semua staf dan pemain terikat dalam kontrak kerja dengan PT pengelola klub sepakbola profesional,” kata Gede.