Ferril Raymond Hattu : PSSI gak Bisa Urus Sepakbola Profesional
Kualitas sepak bola Indonesia mengalami penurunan.
Penulis: Glery Lazuardi
Editor: Toni Bramantoro
Laporan Wartawan Tribun Jakarta, Glery Lazuardi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Kualitas sepak bola Indonesia mengalami penurunan. Dua kasta tertinggi di kompetisi Liga Indonesia, Liga Super Indonesia (LSI) dan Liga Prima Indonesia (LPI) yang seharusnya menjadi contoh, justru memperlihatkan bahwa PSSI belum dapat mengelola liga secara profesional.
Meskipun berbeda kelas, namun seharusnya skor telak yang terjadi di pertandingan kompetisi LSI antara Persipura menghadapi Persidafon 8-1, Rabu (4/7/2013) dan Arema Indonesia melawan PSPS Pekanbaru, 7-1, Kamis (5/7/2013) tak seharusnya terjadi.
Kondisi sama pun terjadi di kompetisi LPI, bahkan beberapa pertandingan terpaksa tidak dilangsungkan karena tim tamu tidak jadi bertanding. Namun pengelola kompetisi, bahkan PSSI pun membiarkan keadaan ini terjadi tanpa melakukan tindakan.
Pengamat Sepak Bola Nasional, Ferril Raymond Hattu mengatakan, permasalahan ini berawal dari konflik berkepanjangan yang terjadi dikepengurusan PSSI.
Komite Penyelamat Sepak Bola Indonesia (KPSI) melalui PT Liga Indonesia (PT LI) mengusung LSI menjalankan kompetisi sendiri di luar organisasi resmi. Sedangkan PSSI, membuat Liga Prima Indonesi Sportindo (LPIS). Meskipun dinilai belum kompeten menjalankan kompetisi, tetapi tetap memaksakan dengan menyelenggarakan kompetisi LPI.
Krisis finansial pun menimpa hampir semua manajemen klub. Krisis berdampak kepada para pemain yang tidak mendapatkan kompensasi, setelah menjalankan kewajiban. Terakhir 11 pemain PSMS Medan di bawah pengelolaan PT LI melakukan aksi di depan kantor PSSI untuk menuntut pembayaran gaji.
“Seharusnya kompetisi itu berada di bawah satu atap. Secara organisasi PSSI serta pengelola liga belum bisa mengurus klub-klub di kompetisi LSI dan LPI yang berjumlah total 34 klub. Belum lagi klub yang berada di level bawah,” ujarnya kepada Tribunnews.com, Kamis (4/7/2013).
Kapten timnas Indonesia di SEA Games tahun 1991 itu mengaku, krisis finansial membuat persebaran pemain di Liga Indonesia tidak merata. Tentu saja pemain berlevel tim nasional, memilih klub besar yang secara realistis mampu membayar hak para pemain.
Sedangkan tim kecil, dia melanjutkan, tidak mempunyai cukup banyak uang membeli pemain bagus. Namun kondisi ini bisa diatasi dengan melakukan pembinaan pemain muda. Sayang pembinaan pemain muda di sepakbola Indonesia seperti berhenti di tengah jalan.
Ferri berharap, kondisi sepak bola Indonesia pada tahun ini dapat menjadi pelajaran dikemudian hari. Jangan lagi ada klub seperti dipaksa untuk tampil di kompetisi LSI atau LPI, padahal klub itu secara kondisi finansial tidak bisa berkompetisi di level utama.
“Harus ada standar lisensi FIFA/AFC di sepak bola Indonesia. Aspek tersebut meliputi aspek hukum, personal dan administrasi, finansial, infrastruktur, serta pembinaan pemain,” ujarnya sambil menyindir salah satu klub di Provinsi DKI Jakarta yang tidak mempunyai tempat latihan tetap untuk menggelar latihan.
Pada kompetisi musim depan, di kasta tertinggi sepak bola Indonesia hanya terdapat satu kompetisi, yaitu Liga Super Indonesia. LSI musim 2013-14 akan diikuti sejumlah 22 klub, 15 klub berasal dari kompetisi LSI musim sebelumnya, 4 klub berasal dari kompetisi LPI, dan 3 klub promosi dari Divisi Utama PT Liga Indonesia.