Jepang vs Yunani, Bangkit Samurai
Kedua tim memiliki modal negatif yang sama, yakni takluk di laga pembuka putaran final Piala Dunia 2014.
Penulis: Glery Lazuardi
Editor: Sanusi
TRIBUNNEWS.COM - Kedua tim memiliki modal negatif yang sama, yakni takluk di laga pembuka putaran final Piala Dunia 2014.
Jika ingin tetap berambisi melangkah ke fase berikutnya, sudah tentu pada partai kedua fase Grup C, mereka harus saling mengalahkan. Tiga angka memang mutlak, agar bisa bersaing dengan Pantai Gading dan Kolombia.
Itulah suasana yang terjadi ketika Jepang dan Yunani bersua pada putaran kedua grup, di Arena das Dunas, Natal, Jumat (20/6) pagi. Laga ini menjanjikan penampilan agresif.
"Kami tak ingin pulang cepat. Karena itu, kami harus tampil lebih agresif, menguasai bola, mendominasi permainan dan mengefektifkan semua peluang di depan gawang lawan," kata Yasuhito Endo, gelandang Jepang, di situs FIFA, kemarin.
Ambisi Jepang memang sangat besar agar bisa lolos ke fase knock out. Kekalahan dari Pantai Gading dianggap sebuah ketidakberuntungan, karena performa di lapangan terbilang bagus. Menyandang status tim pertama yang lolos ke Brasil, armada Alberto Zaccheroni memang tak bisa mempertahankan keunggulan.
Gaya bermain agresif dengan mendominasi pertandingan dan didukung penguasaan bola yang menjadi ciri khas sempat menghilang di laga tersebut. Situs FIFA mencatat.
Kondisi yang tak jauh berbeda dialami Yunani. Ethniki dipaksa menderita kekalahan 0 3 atas Kolumbia. Sorotan tajam mengarah ke performa lini pertahanan mengingat tim lawan tidak diperkuat satu penyerang terbaik di dunia, yakni Radamel Falcao.
Padahal selama ini skuat asuhan pelatih Fernando Santos dikenal sebagai tim yang mempunyai lini pertahanan terbaik. Ini dilihat dari jumlah enam kali kebobolan selama 10 pertandingan kualifikasi Piala Dunia zona Eropa.
Berkaca dari hasil pertandingan pertama, pemain Jepang, Keisuke Honda, menilai dia tidak terkejut melihat timnya menderita kekalahan. Hal yang paling mengejutkan bagi pemain AC Milan ini adalah, timnya tidak bisa menerapkan gaya bermain.
"Penguasaan bola, adalah kekuatan kita. Ketika kita memiliki bola kita hanya perlu untuk menjaga bola dan tidak memberikannya dengan mudah. Ketika kita kehilangan bola kita harus menekan segera. Itulah filosofi kami," tutur Honda dilansir, zeenews.india, kemarin.
Apabila tak ingin pulang lebih awal, Pelatih Alberto Zaccheroni harus segera mencari solusi apa yang terjadi pada permainan juara Piala Asia 2011. Shinji Kagawa diharapkan memberikan warna di laga ini setelah tampil buruk di laga perdana.
Melihat tidak adanya pemain yang mengalami masalah kebugaran fisik dan larangan bermain, maka Zaccheroni kemungkinan besar tidak mengubah komposisi pemain. Dia akan menerapkan formasi 4 2 3 1.
Yasuhito Endo mengatakan pertandingan menghadapi Yunani sangat penting sebab ini akan menjadi penentu langkah Jepang ke babak 16 besar. Dia berharap para pemain bermain lebih baik daripada di pertandingan pertama.
"Masih ada dua pertandingan tersisa. Kami menghadapi pertandingan ini dengan serius seperti kami menghadapi pertandingan pertama. Tiga pertandingan pada babak penyisihan menentukan langkah ke ronde berikutnya," tutur Endo, dilansir Kyodo News.
Sementara itu, Pelatih Yunani, Fernando Santos, harus membangun lini pertahanan setelah gawang Orestis Karnezis kebobolan tiga kali di partai pertama. Kolumbia mencetak gol pada menit kelima memaksa Yunani tampil menyerang.
Ethniki dipaksa ke luar dari zona kenyamanan. Mereka tampil menyerang dengan mengandalkan serangan dari sisi sayap. Namun, tak kunjung mencetak gol membuat frustasi. Ini tercermin dari kartu kuning yang diterima dua pemain pada babak kedua.
Jepang mempunyai tipe yang sama seperti Kolumbia ketika menyerang. Samurai Biru mengandalkan kecepatan yang dipunya trio Eropa, Shinji Kagawa, Yuto Nagatomo, dan Keisuke Honda.
Penyerang Yunani, Andreas Samaris, mengatakan filosofi permainan bertahan yang diusung pelatih Fernando Santos tidak akan berubah. Namun, menghadapi Jepang mereka bertekad meraih kemenangan.
"Hasil di pertandingan melawan Kolumbia tidak sesuai harapan. Saya tahu apa yang semua orang inginkan dari tim ini. Sebelas pemain berada di belakang bola, kemudian bertahan dan menjaga gawang tidak kebobolan," tutur Samaris, dilansir sportsnet.