Kemenpora Minta KONI Keluarkan Aturan Tentang Pembajakan Atlet di PON
Caranya dengan membatasi usia atlet yang dibajak maksimal usia 23 tahun, atau hanya satu kali juara dan tidak diperbolehkan turun lagi di ajang sama.
Penulis: Syahrul Munir
Editor: Dewi Pratiwi
Laporan Wartawan Harian Super Ball, Syahrul Munir
TRIBUNNEWS.COM,JAKARTA - Sekretaris Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) Alfitra Salamm mengatakan praktik pembajakan atlet yang dilakukan pengurus daerah demi meraih target juara umum di ajang Pekan Olahraga Nasional (PON) perlu dievaluasi. Pembajakan atlet ini tidak dielok dan menjadi penyebab sulitnya lahir talenta muda. Padahal, filosofi diselenggarakannya PON itu untuk melahirkan pembibitan talenta baru.
"Semangatnya memang bagus demi juara umum, akan tetapi ini menjadi tidak elok karena pembinaan usia muda menjadi dilupakan. Dampaknya yang jadi juara dia lagi-dia lagi," ujar Alfitra Salamm usai launching buku Asian Games IV 1962 di Wisma Menpora, Senayan, Rabu (18/3/2015).
Alfitra menegaskan pihaknya sudah mengirimkan surat kepada Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) agar praktek pembajakan atlet ini diredam dengan mengeluarkan kebijakan. Diantaranya, membatasi usia atlet yang dibajak maksimal usia 23 tahun, atau hanya satu kali juara dan tidak diperbolehkan turun lagi di ajang sama.
"BIsa juga dengan aturan minimal atlet itu memperkuat daerah selama delapan tahun. Wacana ini sudah kita usulkan ke KONI," ujarnya.
Alfitra menjelaskan praktek pembajakan ini bukan saja terjadi di kalangan atlet olahraga. Akan tetapi, praktek ini sudah merambah ke berbagai lini, termasuk perlombaan Musabaqah Tilawatil Quran (MTQ) yang menjadi even nasional. "Banyak pembaca al quran di perlombaan MTQ ini juga jadi sasaran pembajakan. Jadi bukan hanya di olahraga saja," ujarnya.
Alfitra menyadari wacana pengaturan soal pembajakan atlet ini tidak bisa diterapkan pada penyelenggaraan PON 2016 di Bandung, Jawa Barat nanti. Akan tetapi, paling tidak hasil kajian ini sudah bisa diterapkan pada PON berikutnya di Papua 2018 mendatang.
"Memang tidak mungkin wacana ini bisa diterapkan di PON Bandung, tapi paling tidak di PON mendatang, Papua ini bisa diterapkan," ujarnya.