Sukardi: Jangan Politisir Konflik Sepak Bola Kita
Menurut Sukardi, Menpora Imam Nahrawi tidak tepat mengundang mantan Ketua Umum PSSI, Djohar Arifin Husin untuk membicarakan konflik sepak bola kita.
Penulis: Sigit Nugroho
Editor: Dewi Pratiwi
Laporan Wartawan Harian Super Ball, Sigit Nugroho
TRIBUNNEWS.COM,JAKARTA - Asisten pelatih Mitra Kukar, Sukardi meminta kepada pihak-pihak terkait agar tidak mempolitisir konflik sepak bola nasional yang hingga saat ini belum kunjung selesai.
"Janganlah mempolitisir konflik sepak bola kita untuk kepentingan tertentu. Tetapi lihat nasib para pemain dan tim pelatih yang menganggur akibat dari konflik berkepanjangan ini. Yang kami butuhkan cuma bisa bertanding di kompetisi resmi dengan jenjang pertandingan yang jelas seperti AFC Cup," kata Sukardi kepada Harian Super Ball, Rabu (24/6/2015).
Menurut Sukardi, Menpora Imam Nahrawi tidak tepat mengundang mantan Ketua Umum PSSI, Djohar Arifin Husin untuk membicarakan konflik sepak bola kita.
"Jadi terasa aneh memang, kalau yang diundang justru Ketua Umum PSSI era lama. Seharusnya yang diundang adalah Ketua Umum PSSI yang menjabat sekarang," ujar Sukardi.
Dengan kondisi yang belum ada perkembangan apa-apa ini, Sukardi menilai, pihak-pihak terkait (Menpora dan PSSI) sulit bisa diharapkan mampu menyelesaikan konflik dalam waktu dekat.
Padahal seluruh klub sudah berharap kompetisi Liga Super Indonesia (LSI) bisa digelar sesuai dengan jadwal awal PSSI, yaitu September 2015.
"Jika melihat dari cara mengundang, siapa yang diundang, dan hasil pembicaraan dari pertemuan itu, sepertinya sulit untuk digelarnya kembali kompetisi LSI. Pasalnya masalah ini sudah dipolitisir demi kepentingan pihak-pihak tertentu," ucap Sukardi.
Hal ini pulalah yang membuat manajemen Mitra Kukar enggan menerima tawaran untuk ikut turnamen yang akan digelar Tim Transisi bentukan Menpora.
"Sampai sekarang manajemen belum menghubungi saya untuk menyiapkan tim. Itu artinya, kami kemungkinan besar tidak akan ikut turnamen tersebut," terang Sukardi.
Lagipula Piala Presiden yang menjadi turnamen andalan dari Tim Transisi untuk mengisi kekosongan kompetisi bukan solusi terbaik bagi klub-klub profesional di Indonesia. Pasalnya turnamen itu tetap tidak bisa membawa tim pemenang untuk melaju ke kompetisi internasional.
Belum lagi besaran dana yang perlu dikeluarkan oleh manajemen untuk mengikuti turnamen itu tentu tidak sedikit. Ini juga menjadi pertimbangan bagi manajemen untuk ikut turnamen yang akan digelar oleh Tim Transisi tersebut.
"Terlalu besar resiko yang akan kita tanggung jika ikut turnamen dari Tim Transisi itu. Pasalnya turnamen itu tidak ada alur kompetisi yang jelas. Arah dan tujuannya mau kemana juga tidak jelas. Menpora dan Tim Transisi tidak bisa memberikan garansi apa-apa. Manajemen akan rugi besar, karena menyiapkan tim membutuhkan dana besar, mulai dari biaya operasional, gaji pemain dan pelatih," jelas Sukardi.
Ketidakjelasan kondisi sepakbola di Tanah Air membuat manajemen lebih memilih menunggu penyelesaian konflik antara Menpora dan PSSI.
"Cara terbaik dalam menyikapi kondisi ini adalah dengan menunggu hasil dari proses perdamaian antara Menpora dan PSSI. Pada intinya kami hanya ingin mengikuti kompetisi resmi seperti LSI. Pasalnya hanya kompetisi resmi yang bisa menghantarkan kami ke jenjang yang lebih tinggi lagi," papar Sukardi.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.