Mahmudiana Hanya Bisa Wait and See
Mahmudiana tidak berani melakukan persiapan tim, jika PSSI dan PT Liga Indonesia (PT LI) selaku operator kompetisi belum memperoleh izin bertanding.
Penulis: Sigit Nugroho
Editor: Dewi Pratiwi
Laporan Wartawan Harian Super Ball, Sigit Nugroho
TRIBUNNEWS.COM,JAKARTA - Pelatih caretaker Persiwa Wamena, Mahmudiana mengatakan, dirinya hanya bisa wait and see (menunggu dan melihat,red) saja melihat konflik sepak bola nasional yang tidak kunjung selesai.
Dia tidak berani melakukan persiapan tim, jika PSSI dan PT Liga Indonesia (PT LI) selaku operator kompetisi belum memperoleh izin bertanding dari pihak kepolisian.
Hingga saat ini pun manajemen belum memberikan kabar atau kepastian kapan dimulainya latihan tim berjuluk Badai Pegunungan itu.
“Yang bisa saya lakukan saat ini adalah hanya wait and see saja. Tim belum latihan, manajemen sepertinya sedang menunggu diperolehnya izin bertanding. Jadi manajemen juga bersikap menunggu saja,” kata Mahmudiana kepada Harian Super Ball.
Mahmudiana mengaku, tidak ada tawaran melatih dari klub lain yang ikut Piala Presiden dan Piala Kemerdekaan.
“Tidak gampang mencari klub di saat seperti ini. Klub-klub lain sudah memiliki pelatih, sehingga untuk mengikuti turnamen itu, tentunya klub menggunakan orang yang ada saja. Karena turnamen hanya berjalan sebentar. Yang saya tunggu adalah kompetisi resmi dari PSSI yang punya kejelasan dari sisi regulasi dan jenjang prestasinya,” ujar Mahmudiana.
Jika konflik antara Menpora dan PSSI terus berlanjut, Mahmudiana tidak yakin kompetisi bisa berjalan sesuai jawal PT LI yang akan digelar pada Oktober untuk Liga Super Indonesia (LSI) atau November untuk Divisi Utama.
“Jika SK Pembekuan dari Menpora dan sanksi dari FIFA belum dicabut, sulit rasanya kompetisi bisa digelar dengan baik. Seharusnya dipastikan dulu konflik selesai baru bicara soal kompetisi,” ucap Mahmudiana.
Mahmudiana menyayangkan kebijakan Menpora yang tidak memihak kepada pelaku sepak bola.
”Jika ingin membenahi seharusnya Menpora tidak membekukan federasinya, tetapi memantau kinerja PSSI. Jika ada yang terbukti salah, tindak saja Sehingga PSSI pasti akan bekerja dengan baik dan sepak bola kita bisa dibenahi sambil kompetisi tetap dijalankan. Kalau pemerintah melakukan pemantauan, pasti semuanya akan berhati-hati,” tutur Mahmudiana.
Sayangnya Menpora mengambil kebijakan sepihak, sehingga sepak bola mati suri dan pelaku sepak bola jadi kehilangan mata pencaharian.
“Jika turnamen sudah selesai, para pelaku sepakbola mau ngapain lagi, karena kompetisi belum tentu bisa digelar. Seharusnya Menpora bisa lebih luwes menerapkan kebijakan. Jangan para pelaku sepak bola yang menjadi korban seperti sekarang ini,” terang Mahmudiana.
Di masa konflik seperti ini membuat Mahmudiana bingung mencari penghasilan lain, karena hanya melatih sajalah yang dia bisa.
“Melatih tidak bisa, akhirnya saya hanya bisa menjual apa yang punya untuk menghidupi keluarga. Kalau dulu saya bisa beli apa-apa dari hasil melatih. Sekarang ya menjual apa yang sudah saya beli. Yang penting keluarga bisa tetap makan,” tambah Mahmudiana.