Ferryl Hattu: Nilai Kontrak Pemain Profesional Belum Layak Ikuti Harga Pasar
Ferryl meminta PSSI harus membentuk peraturan mengenai pembatasan gaji pemain, jangan berdasarkan harga pasar
Penulis: Syahrul Munir
Editor: Dewi Pratiwi
TRIBUNNEWS.COM,JAKARTA - Mantan Kapten Tim Nasional Indonesia SEA Games Tahun 1991 di Manila, Ferryl Raymond Hattu mengatakan nilai kontrak pemain yang selama ini dilepas mengikuti harga pasar sangat merugikan klub.
Akibatnya, sebagian besar klub tak sanggup bayar gaji pemian begitu musim kompetisi berakhir lantaran tingginya nilai kontrak pemain.
Pemilik klub Harapan Budi Setiawan (HBS), salah satu anggota klub internal Persebaya Surabaya itu meminta PSSI harus membentuk peraturan mengenai pembatasan gaji pemain, jangan berdasarkan harga pasar.
Ini dilakukan guna menyelematkan klub dari jeratan hutang di akhir musim kompetisi.
"Satu-satunya cara PSSI nantinya harus membatasi nilai kontrak pemain maksimalnya berapa, dan ini untuk melindungi klub dari kebangkrutan. Dan besaran yang ditetapkan itu yang diterima pemain, jangan lagi ada pemotongan ini-itu," ujar Ferryl Raymond Hattu kepada Harian Super Ball,belum lama ini.
Ferryl menegaskan industri sepak bola di tanah air itu belum bisa dibilang normal. Sehingga, federasi harus membuat peraturan yang harus dipatuhi bersama-sama.
Misalnya, dalam aturan itu memberikan klasifikasi nilai kontrak tertinggi buat pemain nasional berapa dan pemain klub berapa. Nilai ini bisa dievaluasi setiap musimnya.
"Bisa saja karena klub itu dalam perjalanannya berprestasi dan pendapatannya bertambah sehingga nilai itu bisa dinaikkan," ujarnya.
Akan tetapi, kata Ferryl pembatasan itu harus diterapkan secara jujur kepada seluruh klub. Jangan diberikan toleransi kepada klub berduit untuk mengontrak pemain melebihi batas maksimal yang tertera dalam aturan.
Kalau dibiarkan, kata Ferryl tidak menutup kemungkinan akan terjadi lagi klub yang memaksakan membeli pemain mahal padahal secara keuangannya belum mampu.
Ferryl mengibaratkan pemberlakukan nilai kontrak pemain itu seperti penetapan upah minimum regional (UMR) yang sudah diatur oleh pemerintah.