GH Sutedjo: Dana Pembinaan Tim PPLM Harus Dipertanggungjawabkan
Keberhasilan tim Bina Taruna Football Academy (BTFA) memenangi kompetisi Liga Nusantara Asprov PSSI DKI Jakarta, beberapa waktu lalu, memang sudah sel
Penulis: Toni Bramantoro
TRIBUNNEWS, COM. JAKARTA - Keberhasilan tim Bina Taruna Football Academy (BTFA) memenangi kompetisi Liga Nusantara Asprov PSSI DKI Jakarta, beberapa waktu lalu, memang sudah selayaknya diapresiasi.
Tim BTFA ini bermaterikan para pemain dengan usia rata-rata 16 tahun. Mereka memperjuangkan tempatnya dengan kerja keras, sekaligus menghormati apa yang diberikan oleh para pembinanya.
Menurut keterangan Gatot Hariyo Sutedjo, BTFA dikelola dengan sistem gotong royong. "Ya, Bina Taruna Football Academy melaksanakan pembinaan pemain mudanya dengan syariah, dari para pendonor," jelas GH Sutedjo, pembina utama BTFA yang sudah lima periode menjabat Ketua Pengcab PSSI Jaktim.
"Para pendonor itu dengan sukarela tiap bulannya memberikan bantuan uang pembinaan secara tidak mengikat," jelas GH Sutedjo, yang juga masuk di kepengurusan PSSI 2015-2019 pimpinan La Nyalla Mattalitti.
"Kalau dibandingkan dengan tim PPLM, pendanaan untuk tim BTFA mungkin tidak ada apa-apanya," urai Tedjo, sapaan akrabnya.
Kendati demikian, Tedjo justru mempertanyakan, bagaimana visi tim PPLM yang dibentuk oleh Kantor Kemenpora itu? "Apa targetnya? Mau dibawa kemana?" Tedjo mempertanyakan.
Dikatakan juga oleh ketua Asosiasi Pelatih Sepakbola Nasional Indonesia (APSNI) tersebut, pembinaan tim PPLM pastinya menggunakan dana APBN-DIPA Kantor Kemenpora yang harus dipertanggung-jawabkan penggunaannya kepada rakyat karena itu memang uang rakyat.
"Kalau pun ada sponsor yang membantu untuk tim PPLM patut diduga itu adalah gratifikasi karena tim PPLM itu adalah bentukan Kantor Menpora," ujar Tedjo.
"Pembinaan sepakbola usia muda harus tetap berjalan karena, karena banyak manfaat yang dapat diambil," jelas Tedjo, yang bulan lampau memperoleh gelar Doktor dari Universitas Krisnadwipayana--dan satu satunya mantan pemain timnas yang berhasil menggondol gelar S-3 tersebut.
"Pertama, kita bisa mencari pemain sepakbola yang memiliki talenta baik untuk menjadi pemain handal di tingkat yunior-senior. Kedua, sebagai sarana pencegahan anak-anak muda menggunakan narkotika atau penyalahgunaan obat-obatan terlarang. Ketiga, membentuk karakter pemain sepakbola yang profesional. Keempat, mendidik anak-anak muda untuk lebih berdisiplin karena mereka dimasukkan dalam satu asrama (training-centre). Dan kelima, mendapatkan ilmu berlatih sepakbola sesuai dengan etika bermain sepakbola yang baik. Juga, menghormati para pelatih, pengurus, sesama teman satu tim dan berjiwa besar (tidak kerdil) serta menjunjung tinggi sportifitas (fair-play) dalam bermain sepakbola," papar Tedjo. tb